Hmm! RAPP dan IKPP Dapat Penghargaan dari Kementerian LHK, Apa Dasar Menteri Siti Nurbaya?
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya memberikan penghargaan kepada tiga korporasi raksasa kehutanan di Provinsi Riau. Ketiga perusahaan tersebut yakni APRIL Grup, PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) dan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) yang terafiliasi ke APRIL.
Pemberian penghargaan tersebut tertuang dalam surat keputusan nomor SK.219/MENLHK/SETJEN/PEG.7/3/2023 tanggal 14 Maret lalu. Selain ketiga perusahaan raksasa kehutanan di Riau itu, sejumlah lembaga dan individu, LSM serta aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan KLHK mendapat penghargaan. Total ada sebanyak 39 penerima penghargaan.
Dalam lampiran SK Menteri Siti Nurbaya tersebut, KLHK memberi penghargaan ke APRIL Grup sebagai mitra pembangunan persemaian Rumpin. Sementara, PT IKPP mendapat penghargaan sebagai pemegang BPHH yang berjasa meningkatkan kinerja hutan tanaman industri (HTI). Jenis penghargaan yang diberikan ke IKPP sama dengan yang juga diterima RAPP.
"Mitra KLHK terbaik adalah individu atau lembaga mitra yang telah memberikan kontribusi yang penting bagi pencapaian program kerja KLHK atau berjasa di bidang lingkungan hidup dan kehutanan," demikian bunyi petikan SK Menteri LHK sebagai dasar pemberian penghargaan tersebut.
BACA JUGA: Menggugat Harga Murah Patokan Kayu Hutan Tanaman Industri: Pemerintah Buntung, Siapa Untung?
Pemberian penghargaan terhadap 3 korporasi kehutanan tersebut menimbulkan tanda tanya di kalangan aktivis dan praktisi sosio legal. Hal yang berbeda, justru tak ada suara negatif dan reaksi kritis dari LSM lingkungan di Riau yang selama ini menganggap keberadaan korporasi kehutanan tersebut telah menghasilkan dampak ekologi dan sosial yang parah. Kalangan LSM lingkungan di Riau tak bersuara soal kebijakan pemberian penghargaan dari Menteri Siti Nurbaya tersebut.
"Jika menggunakan indikator tata kelola sosial dan lingkungan yang relasinya dengan masyarakat adat atau lokal terdampak maupun lingkungan terdampak akibat konversi hutan alam menjadi HTI, maka patut dipertanyakan ukuran apa yang digunakan oleh Kementerian LHK memberikan penghargaan ini," kata praktisi sosio legal dan resolusi konflik, Ahmad Zazali SH, MH dalam keterangan tertulis, Kamis (16/3/2023) malam.
Ahmad Zazali menjelaskan, persoalan tenurial dengan masyarakat adat/ lokal masih kerap menghiasi pemberitaan media massa Riau maupun nasional berkaitan dengan aktivitas korporasi kehutanan. Termasuk dampak-dampak lingkungan berupa kualitas daerah aliran sungai dan hilangnya bentang alam secara masif yang menyebabkan habitat satwa dilindungi menjadi terdegradasi.
"Konflik masyarakat desa-desa sekitar hutan dengan satwa dilindungi, seperti harimau sumatera dan gajah terus meningkat dari waktu ke waktu. Belum lagi bencana banjir sebagai akibat semakin miskinnya daerah resapan air karena bentang alam yang hilang," tegas Ahmad Zazali yang merupakan Direktur AZ Law Office & Conflict Resolution Center.
Menurut Ahmad, akan sangat elok dan bijaksana jika dasar dan pertimbangan KLHK dalam menetapkan perusahaan kehutanan itu sebagai penerima penghargaan dapat dijelaskan kepada publik. Penjelasan terbuka ke rakyat diperlukan untuk merespon dugaan pemberian penghargaan semata-mata bagian dari kompromi politik dan tidak ada hubungannya dengan tahun politik menjelang Pemilu 2024.
"Hal itu penting mendapat penjelasan dari KLHK, mengingat berpotensi menciptakan persepsi negatif terhadap kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo di akhir masa jabatannya," tegas Ahmad.
Menurutnya, penjelasan terbuka ke publik terkait penghargaan kepada korporasi itu juga berhubungan dengan komitmen pemerintah di bidang adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang dikemas dalam jargon konsep FOLU (Forestry and Other Land Use) Net Sink. Sekaligus komitmen perlindungan terhadap dunia bisnis dan investasi sebagaimana cita-cita Undang-undang maupun Perppu Cipta Kerja yang saat ini sedang dibahas di DPR RI.
Diketahui, ketiga perusahaan tersebut bergerak di bidang Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk bahan baku bubur kertas, kertas dan rayon yang mengelola lebih dari 2 juta hektar kawasan hutan di di Riau.
Menurut Ahmad, penghargaan tersebut seharusnya mengisyaratkan perusahaan penerimanya telah berhasil menerapkan tata kelola yang baik, sehingga KLHK tidak ragu memasukannya dalam daftar penerimaan penghargaan. Keberanian Menteri LHK menetapkan raksasa penguasa kawasan hutan ini tentu memiliki standar penilaian kinerja tertentu sehingga layak diberi penghargaan.
Pada sisi lain, kata Ahmad, penghargaan tersebut bisa juga diasumsikan sebagai bentuk perlindungan dan keramahan pemerintah pada dunia usaha dan investor bidang kehutanan di Indonesia, karena telah berkontribusi besar bagi penciptaan lapangan kerja, menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi baru dan pendapatan negara.
"Jadi publik perlu tahu apa standar penilaian Menteri LHK memberi penghargaan kepada perusahaan raksasa HTI di Riau," tegas Ahmad. (*)