Ini Alasan BEM UI Bikin Animasi Puan Maharani Bertubuh Tikus: DPR Lindungi Oligarki
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) merespons politikus senior PDIP, Hendrawan Supratikno, yang mengatakan mahasiswa seharusnya tak mengumbar umpatan terkait meme Ketua DPR Puan Maharani berbadan tikus.
BEM UI menyebut meme itu bukan sebuah umpatan, melainkan kritik yang tepat.
"Bagi saya itu bukan sebuah umpatan, tapi itu adalah kritik yang tepat," kata Ketua BEM UI Melki Sedek Huang saat dihubungi, Kamis (23/3/2023).
Melki menegaskan meme Puan berbadan tikus adalah ekspresi puncak kemarahan mahasiswa UI terkait disahkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja, yang dinilai sama saja substansinya dengan UU Cipta Kerja.
"Jadi visualisasi dan berbagai hal yang kami publikasikan itu menggambarkan seluruh kemarahan kita. Bahwa orang-orang yang di dalam (DPR) itu bukan lagi mewakili kita, tapi mewakili berbagai kepentingan-kepentingan yang jelas bukan kepentingan rakyat. Sehingga tidak pantas lagi mereka menggunakan kata-kata Dewan Perwakilan Rakyat," ucap Melki.
Melki lalu bicara soal demokrasi terkait dengan meme Puan berbadan tikus. Dia berpendapat semestinya seluruh partai politik paham.
"Ini kritik yang tepat, ranah yang demokratis, dan harusnya seluruh partai politik paham betul bahwa dalam negara demokrasi yang paling tinggi adalah kedaulatan rakyat, bukan cuma kedaulatan oligarki," ujar Melki.
"Kita tidak melihat suara-suara penting terkait penolakan Cipta Kerja dikumandangkan. Malah mengesahkan produk hukum yang inkonstitusional. Itu yang sebenarnya ingin disampaikan dari publikasi tersebut," imbuh dia.
Ada tiga hal yang menjadi dasar Melki menilai Perppu Cipta Kerja melanggar konstitusi. Pertama adalah karena Indonesia, menurutnya, tak sedang dalam situasi genting.
"Bagi kami, ini adalah upaya Presiden Jokowi yang sangat inkonstitusional. Dia menabrak aturan. Kenapa? Perppu Cipta Kerja ini diterbitkan dengan tidak memenuhi parameter yang ada di dalam Undang-Undang Dasar 1945, bahwa Perppu itu diterbitkan dalam keadaan kegentingan yang memaksa," jelas dia.
"Kita tidak bisa melihat kegentingan luar biasa jenis apa, dan apa upaya yang sedang dilakukan pemerintah dengan Perppu Cipta Kerja. Kalau dibilang berkaitan dengan inflasi, (Menteri Keuangan) Sri Mulyani mengatakan kondisi keuangan kita sedang baik-baik saja," sambung Melki.
Kedua, sebut Melki, dibuatnya Perppu Cipta Kerja dikaitkan dengan konflik Rusia dan Ukraina yang berdampak ke Indonesia. Dia lantas bertanya apa dampak konkret dan signifikan yang dialami Indonesia dari perang tersebut.
"Jika dikatakan ini berkaitan dengan konflik Rusia-Ukraina, ini perlu dijabarkan sejauh mana dampaknya secara langsung ke Indonesia," ujar Melki.
Terakhir, Melki juga mengkritik jika kegentingan diterbitkannya Perppu Cipta Kerja dikaitkan dengan lingkungan hidup. Sebab, katanya, pemerintah masih menerbitkan aturan-aturan yang dinilainya tak berpihak pada lingkungan hidup.
"Dan ketiga jika dibilang ini terkait dengan lingkungan hidup, nyatanya pemerintah sampai sekarang masih saja menerbitkan peraturan atau kebijakan yang nggak berpihak pada lingkungan hidup," pungkas Melki.
PDIP Tanggapi Meme Puan Berbadan Tikus
Sebelumnya politikus senior PDIP, Hendrawan Supratikno menanggapi kritik dalam unggahan di media sosial BEM UI itu. Dia merasa khawatir BEM UI dimanfaatkan kelompok tertentu untuk berkegiatan yang keluar dari koridor dan etika akademik.
"Saya khawatir ada yang memanfaatkan BEM-UI untuk melakukan ekspresi kegiatan yang keluar dari koridor dan etika akademik. Mahasiswa seharusnya menekankan krida-krida yang analitik-solutif. Menantang diskusi dan debat yang rasional-argumentatif. Bukan mengumbar umpatan dan narasi yang mendegradasi esensi tugas pokoknya," kata Hendrawan kepada wartawan.
Hendrawan menyebut DPR melalui Badan Legislasi DPR mengadakan rangkaian acara untuk menyerap aspirasi para pihak yang relevan. Menurutnya, sejumlah guru besar dilibatkan untuk melakukan asesmen akhir, termasuk guru besar dari UI.
"Untuk mengantisipasi ekses yang tak diinginkan (unwanted effects) dari UU Ciptaker, kita harus membangun ekosistem dunia usaha yang lebih berkeadilan di masa depan. Di F-PDIP sedang dipikirkan dan diperdebatkan kemungkinan menggulirkan RUU Cipta Keadilan dengan metode omnibus," imbuhnya. (*)