PT Inti Indosawit Subur Bantah Kelola 1.200 Hektar Kebun Sawit di Taman Nasional Tesso Nilo
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Manajemen PT Inti Indosawit Subur membantah telah mengelola perkebunan kelapa sawit seluas 1.200 hektar di hutan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Pelalawan, Riau. Bantahan tersebut disampaikan menyusul berita tentang putusan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru yang mengabulkan gugatan Yayasan Riau Madani terhadap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dirjen Gakkum KLHK dan Kepala Balai TNTN pada Selasa (15/11/2022) lalu.
Lewat suratnya yang diterima redaksi SabangMerauke News, Kamis (17/11/2022), manajemen PT Inti Indosawit Subur mengklaim pernyataan dalam berita yang disiarkan media ini tidak benar.
"Adalah tidak benar dan sangat merugikan PT Inti Indosawit Subur, karena PT Inti Indosawit Subur tidak mengelola areal seluas 1.200 hektar di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN," demikian pernyataan hak jawab tertulis yang dikirimkan Manager Humas PT Inti Indosawit Subur, Ahmad Taufik, Kamis (17/11/2022).
Sebelumnya, media ini menyiarkan berita berjudul Wow! Yayasan Riau Madani Kalahkan Menteri LHK, Dirjen Gakkum dan Balai TNTN Terkait Kebun Sawit 1.200 Hektar PT Inti Indosawit Subur di TN Tesso Nilo pada Selasa (15/11/2022) lalu. Saat pemberitaan dilakukan, redaksi media ini belum dapat melakukan konfirmasi terhadap PT Inti Indosawit Subur.
Ahmad Taufik dalam surat tertulisnya mengklaim tuduhan perusahaan mengelola kebun sawit seluas 1.200 hektar di TNTN merugikan perusahaan dan berdampak negatif terhadap operasional PT Inti Indosawit Subur di mata para stakeholder perusahaan.
"Korporasi PT Inti Indosawit Subur tidak melakukan pembangunan kelapa sawit pada areal tersebut (TNTN). Publikasi tersebut sangat merugikan perusahaan dan berdampak negatif terhadap operasional PT Inti Indosawit Makmur di mata para stakeholder perusahaan," jelas Ahmad Taufik.
Sebelumnya diwartakan, Yayasan Riau Madani kembali mengalahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dalam gugatan tata usaha negara di PTUN Pekanbaru, Selasa (15/11/2022).
Tak hanya mengalahkan Menteri LHK, Yayasan Riau Madani juga 'meng-KO-kan' Dirjen Penegakan Hukum KLHK dan Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo dalam perkara terbaru, terkait keberadaan kebun kelapa sawit di kawasan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Pelalawan, Riau ini.
"Menolak eksepsi Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III untuk seluruhnya. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian," tulis majelis hakim PTUN Pekanbaru dalam amar putusannya, Selasa pagi tadi.
Dalam perkara kualifikasi tindakan administrasi pemerintah/ tindakan faktual ini, Yayasan Riau Madani menyeret Kepala Balai TNTN sebagai Tergugat I, Menteri LHK sebagai Tergugat II dan Dirjen Penegakan Hukum KLHK sebagai Tergugat III.
Perkara ini berkaitan dengan keberadaan kebun kelapa sawit pada lahan seluas 1.200 hektar di kawasan konservasi TNTN. Berdasarkan putusan PTUN tersebut, terdapat penyebutan lahan kebun sawit yang menjadi objek gugatan diduga dikelola PT Inti Indosawit Subur. Pihak perusahaan sepanjang persidangan sudah dua kali dipanggil, namun dilaporkan kalau manajemen PT Inti Indosawit Subur tak pernah hadir.
Trio majelis hakim mengabulkan gugatan Yayasan Riau Madani yang meminta agar menghukum para Tergugat supaya melakukan pemulihan terhadap kawasan hutan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) yang telah rusak akibat adanya pembangunan perkebunan kelapa sawit seluas 1.200 hektar tersebut.
"Mewajibkan Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III secara bersama-sama untuk melakukan tindakan pemerintahan berupa pemulihan terhadap kerusakan lingkungan hidup hutan konservasi TNTN, khususnya terhadap areal kebun kelapa sawit seluas 1.200 hektar dengan cara menebang seluruh tanaman kelapa sawit dan melakukan reboisasi sesuai jenis tumbuhan di hutan konservasi," demikian amar putusan majelis hakim TUN Pekanbaru.
Majelis hakim juga dalam putusannya mewajibkan Kepala Balai TNTN dan Dirjen Gakkum KLHK melakukan penegakan hukum di bidang lingkungan dan kehutanan dengan menghentikan kegiatan perkebunan kelapa sawit tersebut.
"Dengan cara melakukan penyegelan, pemasangan plang, penyidikan dan atau tindakan penegakan hukum lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku," tegas majelis hakim dalam putusannya.
Majelis hakim juga mewajibkan Menteri LHK dan atau pihak-pihak terkait melalui Menteri LHK untuk menanggung seluruh kerugian lingkungan hidup atas biaya pemulihan dan penanaman kembali (reboisasi) terhadap kerusakan kawasan konservasi TNTN.
"Menghukum Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III bersama-sama membayar biaya perkara sebesar Rp 7,63 juta," demikian putusan majelis hakim.
Putusan hukum cukup spektakuler ini ditetapkan oleh trio majelis hakim TUN Pekanbaru yang terdiri dari Darmawi SH sebagai ketua majelis dan hakim Selvie Ruthyarodh SH, MH serta Erick S Sihombing SH sebagai anggota.
Gugatan ini didaftarkan oleh Yayasan Riau Madani pada Kamis, 30 Juni 2022 lalu dengan nomor registrasi perkara: 36/G/TF/2022/PTUN.PBR dan dijatuhkan putusan pada Selasa (15/11/2022) tadi.
Kesampingkan UU Cipta Kerja
Gugatan Yayasan Riau Madani yang dikabulkan majelis hakim PTUN Pekanbaru ini seolah menjadi pukulan telak bagi negara dalam hal ini Kementerian LHK yang telah lalai dan tidak melakukan tindakan dalam aksi pendudukan kawasan konservasi TNTN yang disulap menjadi kebun kelapa sawit.
"Putusan hakim ini merupakan sebuah terobosan penting dalam upaya penyelamatan hutan dan lingkungan. Kami sangat mengapresiasi majelis hakim yang sangat pro natural karena memandang hutan serta lingkungan sebagai masa depan kehidupan," kata Tim Kuasa Hukum Yayasan Riau Madani, Dr (C) Surya Darma S.Ag, SH, MH usai menerima putusan tersebut.
Surya Darma juga menilai, putusan tersebut menjadi fakta bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah dapat dikesampingkan. Soalnya, seluruh dalil-dalil para tergugat (Menteri LHK, Dirjen Gakkum dan Kepala Balai TNTN) yang menggunakan tameng UU Cipta Kerja khususnya pasal 110A dan 110B tidak dipertimbangkan atau dikesampingan oleh majelis hakim.
Sebagaimana diketahui, hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan uji material tahun lalu telah menyatakan UU Cipta Kerja sebagai inkonstitusional bersyarat. Dampaknya UU tersebut harus diperbaiki dan tidak bisa dipergunakan untuk kebijakan atau tindakan pemerintah yang bersifat strategis.
"UU Cipta Kerja dalam kasus kejahatan kehutanan telah dan dapat dikesampingkan. Sebagaimana juga telah terjadi dalam kasus kebun kelapa sawit milik PT Duta Palma Grup yang diproses oleh Kejaksaan Agung dan perkaranya saat ini sudah bergulir di persidangan PN Jakarta Pusat. Gugatan kami yang dikabulkan majelis hakim PTUN Pekanbaru ini kami nilai nafasnya juga sama," tegas Surya Darma.
Surya Darma juga mempertanyakan soal penggunaan dana reboisasi oleh Kementerian LHK. Termasuk soal upaya atau kegiatan pengamanan hutan dan lingkungan yang dilakukan Kementerian dalam menjaga kelestarian kawasan hutan, khususnya kawasan hutan konservasi.
Sebagaimana diwartakan sebelumnya, kerusakan kawasan hutan konservasi tak hanya terjadi di TNTN. Namun juga hampir di seluruh hutan konservasi lainnya, seperti Suaka Margasatwa Balairaja di Bengkalis, Suaka Margasatwa Kerumutan dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh.
"Gugatan kami ini menjadi hentakan untuk mempertanyakan upaya penjagaan, perlindungan dan pengamanan kawasan hutan konservasi di Riau yang telah dilakukan selama ini," tegas Surya.
Ia meminta agar Kementerian LHK dan seluruh perangkatnya yang digugat dalam perkara ini dapat mematuhi dan melaksanakan putusan majelis hakim.
"Kepatuhan institusi negara yakni Kementerian LHK terhadap putusan majelis hakim ini, akan menjadi bentuk keteladanan kepada publik. Kami minta agar dipatuhi dan dilaksanakan," pungkas Surya.
Kekalahan Menteri LHK dkk dalam gugatan ini juga dinilai sebagai 'noda' di tengah kampanye keberhasilan pemerintah dalam forum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim COP27 di Mesir beberapa hari lalu. Menteri LHK dalam forum dunia tersebut mengklaim mampu menghadang dan menahan laju deforestasi hutan di Indonesia. Termasuk juga dalam kampanye KTT G20 di Bali.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani telah dikonfirmasi soal pemberitaan ini, Rabu (16/11/2022). Namun ia belum memberi balasan atas pesan konfirmasi yang dilayangkan SabangMerauke News via WhatsApp. (*)