Polda Riau Didesak Tuntaskan Kasus Fee Asuransi Kredit Bank Riau Kepri, Jangan 3 Orang Saja yang Jadi Tumbal
SM News, Pekanbaru - Kepolisian Daerah (Polda) Riau didesak untuk menuntaskan penanganan kasus pemberian fee asuransi kredit yang diduga diterima oleh puluhan kepala cabang/ cabang pembantu dan kedai Bank Riau Kepri (BRK) lainnya. Putusan hukum terhadap 3 mantan kepala cabang yang sudah divonis majelis hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru mestinya telah menjadi dasar kuat mengusut semua pihak yang terlibat dalam kasus yang mencoreng citra BRK tersebut.
"Kalau penindakan tidak tuntas, maka akan menimbulkan tanda tanya besar bagi publik. Polda Riau yang pertama menangani kasus ini harus menuntaskannya, jangan dibuat gantung," kata Direktur Forum Masyarakat Bersih (Formasi) Riau, Dr Muhamad Nurul Huda SH, MH saat berbincang dengan SM News, Kamis (2/12/2021) sore tadi.
BACA JUGA: Inilah Susunan Terbaru Komisaris dan Direksi Bank Riau Kepri, Apakah Ideal?
Dosen Fakultas Hukum kampus ternama di Riau ini menyayangkan jika kasus besar fee kredit BRK hanya berhenti sampai pada 3 orang saja. Apalagi, dalam fakta persidangan terungkap kalau perusahaan pialang asuransi PT Global Risk Management (GRM) memberikan fee secara rutin tiap bulan kepada seluruh pimpinan operasional BRK lainnya.
"Hukum jangan tebang pilih. Equality before the law. Justru publik akan curiga kalau hanya 3 orang saja yang diproses hukum, sementara diduga puluhan kepala cabang lainnya bebas dan bahkan masih menduduki jabatan empuk di BRK. Ini ironis sekali jika perkara ini berhenti hanya pada 3 orang, seakan-akan mereka jadi tumbal. Harusnya totalitas agar BRK bisa bersih," kata aktivis antikorupsi ini.
Kasus pemberian fee asuransi kredit secara berjamaah oleh PT GRM sudah divonis bersalah oleh PN Pekanbaru pada 7 Oktober lalu. Tiga orang terdakwa telah dijatuhi hukuman masing-masing 2,5 tahun penjara dan pidana denda Rp 100 juta subsidair 1 bulan kurungan. Ketiga terdakwa dan juga jaksa penuntut mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Pekanbaru.
Ketiga terdakwa tersebut adalah mantan Pemimpin BRK Cabang Pembantu Bagan Batu Kabupaten Rokan Hilir Nur Cahya Agung Nugraha, Pemimpin BRK Cabang Tembilahan Mayjafry serta Pemimpin BRK Cabang Pembantu Senapelan Hefrizal yang juga Pemimpin Cabang BRK Taluk Kuantan. Ketiganya terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 49 Undang-undang Perbankan. Polda Riau sejak awal mengenakan Undang-undang Perbankan dalam kasus ini.
Nurul Huda menyatakan, Polda Riau seharusnya menggunakan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam kasus tersebut. Itu sebabnya, bagi pihak-pihak lain yang menerima fee asuransi kredit agar dikenakan Undang-undang Tipikor.
"Terapkan Undang-undang Tipikor kepada para penerima lainnya. Karena penerima merupakan pegawai BUMD, maka penerimaan secara ilegal masuk kategori korupsi yakni gratifikasi," tegas Nurul Huda.
BACA JUGA: Syahrial Abdi Jadi Komut Termuda Bank Riau Kepri, Ingatkan Kejadian Joni Irwan 2010 Lalu
Dengan penerapan UU Pemberantasan Tipikor, maka pemberi dan penerima bisa sama-sama dijerat.
Selain itu, Nurul Huda juga meminta agar Polda Riau melakukan pengusutan kasus fee asuransi ilegal ini dengan mengenakan Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Hal tersebut untuk mengusut aliran penggunaan uang dari fee yang diterima oleh semua pihak terkait.
"Penyidikan TPPU sangat memungkinkan dan mestinya dilakukan pula oleh Polda Riau. Jangan berhenti hanya pada Tindak Pidana Perbankan. Harusnya ini tuntas diusut, jangan gantung," tegas Nurul Huda yang menyelesaikan disertasi tentang money laundring (pencucian uang hasil kejahatan) ini.
Pengakuan Mantan Kepala Cabang PT GRM
Dalam fakta persidangan yang digelar terbuka untuk umum, ketiga terdakwa mengakui kalau pemberian fee asuransi kredit berlaku untuk semua pimpinan operasional BRK kolega mereka yang lain. Hal tersebut disampaikan oleh salah satu terdakwa Nur Cahya saat ditanyai oleh majelis hakim.
Pengakuan Nur Cahya tersebut semakin mempertegas fakta persidangan sebelumnya. Dicky Vera Soebasdianto sebagai Kepala Perwakilan PT GRM Riau, saat bersaksi di pengadilan juga menyebut kalau seluruh kepala cabang/ cabang pembantu/ kedai BRK yang menjadi mitra PT GRM mendapatkan jatah fee premi asuransi 10 persen. Ia menyebut jumlahnya mencapai 50 orang yang bertugas di 40 kantor operasional BRK di wilayah Riau dan Kepulauan Riau.
Ketua majelis hakim yang menangani perkara ini, Dr Dahlan SH, MH pun sempat mempertanyakan pemberian fee secara berjamaah itu kepada seorang penyidik dari Polda Riau yang dimintai keterangannya di muka persidangan.
Kala itu, penyidik tersebut mengakui memang ada aliran fee asuransi kredit kepada pimpinan operasional BRK lainnya. Data tersebut pernah dilihatnya dari Smart Credit, yakni sistem aplikasi pelaporan yang dipakai oleh PT GRM dalam menghitung produksi premi asuransi dari tiap kantor cabang/ cabang pembantu dan kedai BRK yang menjadi mitra mereka.
Namun sayangnya, dalam putusan majelis hakim tidak mencantumkan secara lengkap keterangan Dicky dan Nur Cahya tersebut dalam berkas putusan. Tapi, video rekaman persidangan masih tersimpan ikhwal tanya jawab majelis hakim terkait pemberian fee asuransi kredit kepada sejumlah pimpinan operasional BRK lainnya yang belum tersentuh hukum hingga saat ini. (*)