MyPertamina Dituding untuk Dukung Erick Thohir 2024, Ini Kata Pengamat Ekonomi
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Minyak dunia mengalami kenaikan harga. Tentu saja juga berdampak di Indonesia. Baru-baru ini, pertamina menaikan harga BBM non subsidi. Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi mengatakan, pengendalian BBM subsidi harus dilakukan oleh pemerintah dan pertamina. Jika tidak, anggaran subsidi yang dikeluarkan pemerintah semakin besar.
"Presiden Jokowi sendiri yang meminta agar pengendalian BBM subsidi ini dilakukan. Tujuannya agar subsidi yang diberikan tepat sasaran. Sebab selama ini pengendalian BBM subsidi yang dilakukan belum tepat sasaran," kata Fahmy.
Pertamina memperkirakan penggunaan pertalite mencapai 28 juta kilo liter (KL). Padahal tahun 2022, kuotanya hanya 23,05 juta KL. Hingga Mei 2022 realisasi Pertalite sudah melebihi kuota 23%. Untuk Solar subsidi jika tidak dilakukan pembatasan, akan terjadi over kuota sebesar 17,3 juta KL. Padahal kuota subsidi solar yang diberikan sebesar 14,91 juta KL. Sampai dengan YTD Mei 2022, realiasi Solar Subsidi sudah melebihi kuotanya hingga 11%.
Guna merespon permintaan Presiden Jokowi tersebut, Kementrian ESDM dan pertamina berinisiatif melakukan pengendalian BBM subsidi dengan menggunakan aplikasi MyPertamina. Fahmy tak melihat adanya motif politik penggunaan MyPertamina untuk pengendalian BBM subsidi.
"Tidak benar anjuran pengendalian BBM subsidi menggunakan MyPertamina karena motif politik. Salah satunya seperti mendukung Erick Thohir untuk menjadi presiden. Ini murni inisiatif Kementerian ESDM dan Pertamina untuk merespon kemarahan Presiden Jokowi yang melihat subsidi BBM yang besar sekali. Namun, respon Pertamina yang cepat itu tak tepat dan tak efektif," kata Fahmy.
Jika Erick menggunakan isu MyPertamina sebagai alat untuk mendongkrak elektabilitas, Fahmy menilai bahwa ini bukan langkah yang cerdas. Justru penggunaan MyPertamina akan menurunkan elektabilitas Erick Thohir.
"Saya yakin Erick Thohir tak menggunakan isu pengendalian BBM subsidi dengan menggunakan MyPertamina," kata Fahmi.
Penggunaan MyPertamina untuk menggendalian BBM subsidi dinilai Fahmy tidak efektif dan tidak tepat sasaran. Untuk dapat menggunakan MyPertamina harus memiliki gawai dan internet. Tak semua konsumen memiliki gawai dan akses internet yang memadai. Jika dipaksakan Fahmy memperkirakan akan banyak masyarakat yang membutuhkan subsidi BBM tak bisa memiliki akses karena keterbatasan gawai dan akses internet.
"Pengendalian BBM subsidi dengan MyPertamina tidak efektif. Justru orang kayalah yang akan mendapatkan akses BBM subsidi, padahal target Presiden Jokowi adalah masyarakat miskin. MyPertamina tidak sesuai untuk tujuan pengendalian BBM subsidi yang tepat sasaran," kata Fahmy.
Rencana Kementrian ESDM dan Pertamina untuk menggendalikan penggunaan BBM subsidi dengan menggunakan kriteria mobil di bawah 2.000cc, dinilai Fahmy tak efektif Sekarang, kata Fahmi, yang harus disubsidi pemerintah itu mobilnya atau masyarakat miskinnya. Sebab, banyak orang kaya yang memiliki mobil baru dengan cc di bawah 2.000cc.
"Sehingga subsidi BBM dengan kreteria mobil dibawah 200cc tidak adil bagi masyrakat miskin. Dan tak tepat sasaran," ucap Fahmy.
Yang lebih tepat untuk menggendalikan penggunaan BBM subsidi menurut Fahmy adalah dengan membuat Perpres kendaraan yang boleh membeli BBM subsidi. Kendaraan tersebut hanya sepeda motor, kendaraan angkutan barang dan mobil angkutan umum. Dengan Kementerian ESDM mengajukan Perpres, Fahmi menilai akan efektif dan mudah menggendalikan pengunaan BBM subsidi. (R-03)