KLHK Bungkam Soal Eksekusi Putusan Inkrah Kebun Sawit 1.200 Hektare di TNTN yang Digugat Yayasan Riau Madani: Pak Kabiro Hukum Banyak Pekerjaan!
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia masih bungkam pasca dikabulkannya permohonan eksekusi putusan inkrah menyangkut kebun kelapa sawit seluas 1.200 hektare di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Pelalawan, Provinsi Riau. KLHK tak kunjung memberi pernyataan terkait langkah apa yang segera dilakukan menyusul terbitnya putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi Menteri LHK Dkk.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum KLHK Supardi belum bersedia ditemui di kantornya yang berada di gedung Manggala Wanabakti KLHK. Saat SabangMerauke News menyambangi ruang kerjanya, Selasa (26/3/2024) siang kemarin, seorang staf Biro Hukum menyebut atasannya masih sedang banyak pekerjaan. Menurut staf Biro Hukum KLHK, Supardi sedang berada di ruang kerjanya.
"Pak Kepala Biro tidak bisa ditemui dikarenakan sedang banyak pekerjaan. Kabiro Hukum tadi juga baru ada rapat," kata staf tersebut.
Sebelumnya, Menteri LHK Siti Nurbaya, Sekjen KLHK Bambang Hendroyono dan Supardi telah dikonfirmasi via pesan WhatsApp. Namun ketiganya tak kunjung merespon.
Diwartakan sebelumnya, permohonan eksekusi putusan atas gugatan Yayasan Riau Madani terhadap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Siti Nurbaya dkk, terkait keberadaan kebun kelapa sawit seluas 1.200 hektare di hutan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Pelalawan, Riau, akhirnya dikabulkan. Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru Hariyanto Sulistyo Wibowo telah menerbitkan surat penetapan dikabulkannya permohonan eksekusi putusan pada Jumat (22/3/2024) lalu.
Ketua Tim Hukum Yayasan Riau Madani, Surya Darma Hasibuan SAg, SH, MH menegaskan, Menteri LHK Siti Nurbaya harusnya bisa memberikan contoh dan teladan dalam menjalankan putusan hukum tersebut. Sebab, jika putusan hukum yang sudah berkekuatan hukum tetap tidak dilaksanakan, maka akan menjadi preseden dan citra buruk bagi pemerintah.
"Kepatuhan hukum Menteri LHK sedang dipertaruhkan," kata Surya Darma.
Adapun surat penetapan dikabulkannya permohonan eksekusi oleh Ketua PTUN Pekanbaru teregister dengan nomor: 36/PEN.EKS/TF/2022/PTUN.PBR pada Hari Jumat tanggal 22 Maret 2023 lalu.
"Mengabulkan permohonan Pemohon Eksekusi yang diajukan Yayasan Riau Madani," demikian bunyi poin pertama penetapan Ketua PTUN Pekanbaru tersebut.
Surat penetapan Ketua PTUN Pekanbaru itu merupakan respon atas surat permohonan eksekusi yang dilayangkan Surya Darma pada 11 Desember 2023 lalu, setelah terbitnya putusan kasasi Mahkamah Agung nomor: 359 K/TUN/TF/2023 tanggal 8 Desember 2023.
Sebelumnya, Ketua PTUN Pekanbaru Hariyanto Sulistyo Wibowo juga sudah mengeluarkan penetapan bahwa putusan perkara tersebut telah berkekuatan hukum tetap (BHT). Penetapan BHT dikukuhkan lewat surat bernomor: 36/PEN/PTS.BHT/TF/2022/PTUN.PBR pada tanggal 27 November 2023 silam. Namun, sejak diterbitkan surat penetapan putusan telah BHT, Menteri LHK Siti Nurbaya dkk tak kunjung melaksanakan kewajibannya.
Hariyanto dalam surat penetapannya menyebut, permohonan eksekusi yang diajukan Yayasan Riau Madani beralasan hukum untuk dikabulkan. Oleh karena itu, tiga pihak yang digugat oleh Yayasan Riau Madani diperintahkan untuk melaksanakan putusan.
"Memerintahkan kepada para Termohon Eksekusi, yakni Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia serta Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melaksanakan putusan perkara yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap," demikian bunyi surat penetapan eksekusi putusan.
Yayasan Riau Madani menggugat Kepala Balai TNTN, Dirjen Gakkum KLHK dan Menteri LHK di PTUN Pekanbaru pada 30 Juni 2022 lalu. Gugatan berkaitan dengan keberadaan kebun kelapa sawit seluas 1.200 hektare usia produktif di areal hutan konservasi TNTN.
Yayasan Riau Madani dalam gugatannya meminta majelis hakim PTUN Pekanbaru untuk menghukum ketiga termohon agar memulihkan kawasan hutan konservasi TNTN seluas 1.200 hektare yang terdapat kelapa sawit, dengan menebang kelapa sawit dan menggantinya dengan tanaman kehutanan.
Pada 15 November 2023, PTUN Pekanbaru mengabulkan gugatan Yayasan Riau Madani lewat putusan perkara nomor: 36/G/TF/2022/PTUN.PBR. Namun, Menteri LHK dkk mengajukan banding ke PT TUN Medan.
PT TUN Medan pada 21 Maret 2023, menolak banding yang diajukan Menteri LHK cs. Putusan banding teregister dengan nomor: 26/B/TF/2023/PT.TUN.MDN. Sebaliknya, PTTUN Medan menguatkan putusan PTUN Pekanbaru.
Tak menyerah, Menteri LHK dkk kembali melakukan upaya kasasi atas putusan PT TUN Medan ke Mahkamah Agung (MA). Namun, lagi-lagi MA menolak kasasi tersebut pada 8 Desember 2023 lewat putusan kasasi bernomor: 359 K/TUN/TF/2023.
Adapun bunyi amar putusan kasasi Mahkamah Agung tersebut sebagai berikut:
MENGADILI:
1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemohon Kasasi II Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo dan Pemohon Kasasi III Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia;
2. Memperbaiki amar putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan nomor: 26/B/TF/2023/PT.TUN-MDN tanggal 21 Maret 2023, yang menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru nomor: 36/G/TF/2022/PTUN.PBR. tanggal 15 November 2022, sehingga amar selengkapnya sebagai berikut:
Dalam Eksepsi:
Menolak eksepsi Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III untuk seluruhnya
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Memerintahkan kepada Tergugat II untuk membatalkan izin-izin yang berada pada Hutan Konservasi Kawasan Pelestarian Alam Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) khususnya terhadap areal yang terdapat perkebunan kelapa sawit seluas +/- 1.200 hektare yang secara geografis berada di antara titik koordinat tersebut;
3. Mewajibkan kepada Tergugat II untuk menertibkan izin-izin yang berada pada Hutan Konservasi Kawasan Pelestarian Alam Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) khususnya terhadap areal yang terdapat perkebunan kelapa sawit seluas +/- 1.200 hektare yang secara geografis berada di antara titik koordinat tersebut;
4. Mewajibkan Tergugat I dan Tergugat III untuk melakukan penegakan hukum di bidang lingkungan hidup dan kehutanan dengan menghentikan kegiatan pemanfaatan dan menutup sebagian Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) khususnya terhadap areal yang terdapat perkebunan kelapa sawit seluas +/- 1.200 hektare beserta sarana penunjangnya, dengan cara melakukan penyegelan, pemasangan plang, penyidikan dan/ atau tindakan penegakan hukum lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
5. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya;
3. Menghukum Pemohon Kasasi I, II dan III membayar biaya perkara pada tingkat kasasi sejumlah Rp 500.000,-
Media siber SabangMerauke News telah berupaya mengonfirmasi para petinggi Kementerian LHK atas terbitnya penetapan eksekusi putusan oleh Ketua PTUN Pekanbaru tersebut. Namun, hingga berita ini diterbitkan, Menteri LHK Siti Nurbaya, Sekjen KLHK Bambang Hendroyono dan Kepala Biro Hukum KLHK, Supardi tak kunjung memberikan penjelasan.
Ancaman Sanksi Terhadap Pejabat
Dalam surat penetapan dikabulkannya permohonan eksekusi putusan, Ketua PTUN Pekanbaru Hariyanto Sulistyo Wibowo mengingatkan Menteri LHK dkk atas sanksi administratif jika tidak melaksanakan putusan hukum tersebut.
Berdasarkan Pasal 3 (2) huruf l Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif kepada Pejabat Pemerintah disebutkan, "Pejabat Pemerintah memiliki kewajiban mematuhi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap".
Sementara pada Pasal 7 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2016 disebutkan tentang adanya penjatuhan sanksi administratif sedang yang bisa dikenakan kepada pejabat pemerintahan. Adapun bentuk sanksi administratif sedang yang bisa dijatuhkan tertera dalam Pasal 9 ayat 2 huruf a, b dan c.
Sanksi administratif sedang sebagaimana dimaksud berupa:
a. Pembayaran uang paksa dan/atau ganti rugi;
b. Pemberhentian sementara dengan memperoleh hak-hak jabatan; atau:
c. Pemberhentian sementara tanpa hak-hak jabatan. (R-04)