Mempertanyakan Sikap Menteri LHK Cs Tak Kunjung Eksekusi Putusan Inkrah MA Terkait Kebun Sawit 1.200 Hektare di TNTN yang Digugat Yayasan Riau Madani
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Kandas sudah perlawanan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Siti Nurbaya dan anak buahnya menghadapi gugatan Yayasan Riau Madani. Kebun sawit seluas 1.200 hektare di hutan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) Provinsi Riau, diperintahkan oleh Mahkamah Agung (MA) untuk segera ditertibkan dan ditindak.
MA juga menghukum KLHK melalui Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum KLHK) memproses secara hukum ikhwal keberadaan kebun sawit tersebut.
Seluruh celah hukum telah tertutup. Upaya kasasi Menteri LHK Cs ditolak Mahkamah Agung (MA). PTUN Pekanbaru bahkan sudah mengabulkan permohonan eksekusi putusan yang dilayangkan Yayasan Riau Madani melalui kuasa hukumnya, Surya Darma Hasibuan SAg, SH, MH, Jumat pekan lalu.
Menyusul terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (20/3/2024) silam, Mahkamah juga sudah mengunci rapat-rapat sikap 'ngeles' pejabat dan badan pemerintah tidak boleh lagi mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan hukum Tata Usaha Negara (TUN) yang sudah sudah berkekuatan hukum tetap (BHT). Putusan monumental itu tertuang dalam perkara bernomor 24/PUU-XXII/2024.
Kini publik masih terus menunggu dan menagih sikap legowo Menteri LHK Siti Nurbaya untuk patuh dan melaksanakan putusan TUN tersebut. Sikap KLHK yang terkesan mengulur-ulur waktu akan memicu pertanyaan sinis publik, khususnya masyarakat sipil pecinta lingkungan dan hutan yang selama ini terus menyoroti kehancuran hutan konservasi TNTN secara massif.
Publik juga bisa menaruh curiga mengapa KLHK terkesan enggan mengeksekusi putusan hukum yang sudah inkrah. Soalnya, berdasarkan gugatan Yayasan Riau Madani, diduga keberadaan kebun kelapa sawit usia produktif tersebut terkait dengan korporasi besar yang selama ini mengklaim sudah mengantongi sertifikat RSPO.
Upaya berlindung di balik 'keterlanjuran' penguasaan hutan tanpa izin dengan tameng Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker) tak lagi relevan. Sebab majelis hakim di tiga tingkatan (PTUN Pekanbaru, PTTUN Medan dan MA) sudah mengesampingkan dalil UU Ciptaker yang selalu dipakai oleh Menteri LHK dkk serta perambah hutan.
Mengutip pertimbangan hukum putusan MK nomor 24/PUU-XXII/2024, tujuan pembentukan PTUN tidak hanya untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak perseorangan, tetapi juga sekaligus melindungi hak-hak masyarakat serta dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Tindakan TUN seharusnya mendasarkan pada peraturan perundangan-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).
Hal tersebut sebagai antisipasi agar badan atau pejabat TUN tidak melakukan perbuatan yang terlarang atau menyimpang, seperti perbuatan melanggar hukum, penyalahgunaan kekuasaan, dan kesewenang-wenangan.
Perjuangan Yayasan Riau Madani dalam menggugat Menteri LHK dkk tak bisa dianggap remeh dan gampang. Menguras energi dan biaya yang tidak sedikit dan kemampuan mengumpulkan bukti-bukti yang handal serta sahih.
Semua tahu, dalam gugatan TUN, posisi pemohon dan termohon tak berada di lapangan tempur hukum yang rata dan seimbang. Badan atau pejabat TUN memiliki derajat/ kedudukan yang lebih tinggi dibanding penggugat, dikarenakan kedudukannya sebagai organ pemerintah.
Hakim MK M Guntur menyatakan, umumnya putusan TUN dilaksanakan secara sukarela oleh badan atau pejabat TUN sesuai amar putusan PTUN. Mengingat badan atau pejabat TUN adalah organ negara yang seharusnya patuh hukum, termasuk mematuhi dan melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
“Badan atau pejabat TUN memiliki kewajiban hukum (wettelijeke verplictingen) untuk segera menindaklanjuti atau mengeksekusi langsung putusan PTUN yang telah inkracht,” kata hakim MK Guntur.
Pertimbangan hukum MK tersebut harusnya didengar oleh Menteri LHK dkk. Lembaga dan badan negara mestinya memberikan contoh dan teladan mematuhi keputusan hukum. Apalagi katanya negara ini adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan an sich.
Apa jadinya jika institusi negara tak patuh pada putusan hukum. Bisa dibayangkan, rakyat akan menirunya, bak pepatah guru kencing berdiri, murid kencing berlari.
Tindakan konsekuen Menteri LHK untuk menertibkan usaha-usaha ilegal, khususnya kebun sawit di hutan konservasi TNTN sangat diharapkan. Hal ini akan memicu efek jera bagi perambah hutan di TNTN yang selama ini sudah bercokol lama dan menikmati keuntungan yang tak sedikit.
KLHK bisa menjadikan putusan MA yang sudah inkrah ini sebagai pintu masuk memproses langsung secara hukum perambah hutan konservasi di TNTN, ketimbang memilih sibuk melakukan razia, patroli dan pengamanan yang kerap dipublikasi. Bola saat ini ada di KLHK, jangan ditahan terus.
Sudah saatnya Menteri LHK menunjukkan tindakan yang serius dalam penyelamatan TNTN. Apalagi, langkah revitalisasi TNTN yang diinisiasi KLHK sejak beberapa tahun lalu dinilai tak membawa perubahan signifikan terhadap kondisi TNTN.
Kondisi TNTN sudah hancur-hancuran bersalin rupa menjadi kebun sawit di tengah jor-joran kampanye pemerintah yang mengklaim peduli pada penyelamatan hutan tersisa. Sampai kapan dibiarkan begini?
Putusan Mahkamah Agung
Yayasan Riau Madani menggugat Kepala Balai TNTN, Dirjen Gakkum KLHK dan Menteri LHK di PTUN Pekanbaru pada 30 Juni 2022 lalu. Gugatan berkaitan dengan keberadaan kebun kelapa sawit seluas 1.200 hektare usia produktif di areal hutan konservasi TNTN.
Yayasan Riau Madani dalam gugatannya meminta majelis hakim PTUN Pekanbaru untuk menghukum ketiga termohon agar memulihkan kawasan hutan konservasi TNTN seluas 1.200 hektare yang terdapat kelapa sawit, dengan menebang kelapa sawit dan menggantinya dengan tanaman kehutanan.
Pada 15 November 2023, PTUN Pekanbaru mengabulkan gugatan Yayasan Riau Madani lewat putusan perkara nomor: 36/G/TF/2022/PTUN.PBR. Namun, Menteri LHK dkk mengajukan banding ke PT TUN Medan.
PT TUN Medan pada 21 Maret 2023, menolak banding yang diajukan Menteri LHK cs. Putusan banding teregister dengan nomor: 26/B/TF/2023/PT.TUN.MDN. Sebaliknya, PTTUN Medan menguatkan putusan PTUN Pekanbaru.
Tak menyerah, Menteri LHK dkk kembali melakukan upaya kasasi atas putusan PT TUN Medan ke Mahkamah Agung (MA). Namun, lagi-lagi MA menolak kasasi tersebut pada 8 Desember 2023 lewat putusan kasasi bernomor: 359 K/TUN/TF/2023.
Adapun bunyi amar putusan kasasi Mahkamah Agung tersebut sebagai berikut:
MENGADILI:
1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemohon Kasasi II Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo dan Pemohon Kasasi III Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia;
2. Memperbaiki amar putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan nomor: 26/B/TF/2023/PT.TUN-MDN tanggal 21 Maret 2023, yang menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru nomor: 36/G/TF/2022/PTUN.PBR. tanggal 15 November 2022, sehingga amar selengkapnya sebagai berikut:
Dalam Eksepsi:
Menolak eksepsi Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III untuk seluruhnya
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Memerintahkan kepada Tergugat II untuk membatalkan izin-izin yang berada pada Hutan Konservasi Kawasan Pelestarian Alam Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) khususnya terhadap areal yang terdapat perkebunan kelapa sawit seluas +/- 1.200 hektare yang secara geografis berada di antara titik koordinat tersebut;
3. Mewajibkan kepada Tergugat II untuk menertibkan izin-izin yang berada pada Hutan Konservasi Kawasan Pelestarian Alam Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) khususnya terhadap areal yang terdapat perkebunan kelapa sawit seluas +/- 1.200 hektare yang secara geografis berada di antara titik koordinat tersebut;
4. Mewajibkan Tergugat I dan Tergugat III untuk melakukan penegakan hukum di bidang lingkungan hidup dan kehutanan dengan menghentikan kegiatan pemanfaatan dan menutup sebagian Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) khususnya terhadap areal yang terdapat perkebunan kelapa sawit seluas +/- 1.200 hektare beserta sarana penunjangnya, dengan cara melakukan penyegelan, pemasangan plang, penyidikan dan/ atau tindakan penegakan hukum lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
5. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya;
3. Menghukum Pemohon Kasasi I, II dan III membayar biaya perkara pada tingkat kasasi sejumlah Rp 500.000,-
Media siber SabangMerauke News telah berupaya mengonfirmasi para petinggi Kementerian LHK atas terbitnya penetapan eksekusi putusan oleh Ketua PTUN Pekanbaru tersebut. Namun, hingga berita ini diterbitkan, Menteri LHK Siti Nurbaya, Sekjen KLHK Bambang Hendroyono dan Kepala Biro Hukum KLHK, Supardi tak kunjung memberikan penjelasan. (*)