Tok! PT Riau Kuatkan Kemenangan Yayasan Riau Madani Atas Gugatannya Terhadap Kebun Sawit Edi Basri Dalam Kawasan Hutan di Kampar
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Pengadilan Tinggi (PT) Riau menguatkan kemenangan Yayasan Riau Madani atas gugatannya terhadap kebun kelapa sawit di dalam kawasan hutan yang dikelola oleh Edi Basri. Kebun sawit seluas 180 hektare yang berada di Desa Bencah Kelubi, Kecamatan Tapung, Kampar, Provinsi Riau itu, sebelumnya oleh Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang diperintahkan untuk dipulihkan kembali sesuai fungsi awal kawasan hutan.
"Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Bangkinang nomor:17/Pdt.G/LH/2023/PN.Bkn tanggal 20 November 2023 yang dimohonkan banding tersebut," demikian bunyi amar putusan banding PT Riau, Kamis (29/2/2024).
Dalam amar putusan bandingnya, PT Riau juga menghukum pembanding yang semula tergugat (Edi Basri) untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 150 ribu.
Putusan banding PT Riau tersebut teregister dengan nomor: 10/PDT-LH//2024/PT.PBR tertanggall 29 Februari 2024. Putusan ditetapkan oleh trio majelis hakim banding yang diketuai oleh Drs Arifin SH, MH serta anggota majelis yakni Abdul Hutapea SH, MH dan Petriyanti SH, MH.
Adapun relas pemberitahuan putusan banding telah disampaikan secara delegasi oleh PN Pekanbaru dari PN Bangkinang kepada Yayasan Riau Madani selaku penggugat (termohon banding) pada Jumat (8/3/2024) hari ini.
"Kami telah menerima relas dari pengadilan terkait putusan banding PT Riau. Kami menyampaikan apresiasi atas putusan banding majelis hakim PT Riau yang sangat berpihak pada pemulihan hutan di Riau," kata Ketua Tim Hukum Yayasan Riau Madani, Dr (Cd) Surya Darma, SAg, SH, MH.
Surya Darma menilai putusan banding PT Riau sangat sensitif terhadap upaya penyelamatan hutan dan lingkungan (pro natura).
"Putusan ini menjadi energi positif pada upaya penyelamatan dan mempertahankan kawasan hutan tersisa di Riau yang sudah hancur-hancuran dan gagal diamankan oleh negara," kata Surya Darma.
Putusan Pengadilan Negeri Bangkinang
Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang telah mengabulkan gugatan Yayasan Riau Madani tanggal 20 November 2023 lalu. Adapun gugatan didaftarkan pada 15 Februari 2023 silam dengan nomor dengan nomor 17/Pdt-G/LH/2023/PN Bangkinang.
Yayasan Riau Madani yang konsisten dan aktif melakukan gugatan hukum di bidang lingkungan hidup, secara khusus di sektor kehutanan ini, menggugat Edi Basri sebagai tergugat. Sementara PT Arara Abadi diseret sebagai turut tergugat I dan Menteri Lingkungan Hidup (LHK) Republik Indonesia ditarik sebagai turut tergugat II. Yayasan Riau Madani mempersoalkan keberadaan kebun sawit seluas 180 hektare di Kampar yang berada dalam kawasan hutan.
Dalam amar putusannya pada pokok perkara, trio majelis hakim Andry Simbolon SH, MH dkk mengabulkan gugatan penggugat Yayasan Riau Madani untuk seluruhnya. Majelis hakim menyatakan tergugat konvensi telah melakukan perbuatan melawan hukum. Soalnya, status objek sengketa yakni kebun sawit seluas 180 hektare itu, berdasarkan titik koordinat yang dibuktikan dalam persidangan adalah merupakan kawasan hutan.
Atas dikabulkannya gugatan tersebut, maka tergugat diperintahkan untuk memulihkan objek sengketa yakni kawasan hutan yang telah ditanami kelapa sawit.
"Menghukum tergugat konvensi untuk memulihkan objek sengketa seluas ± 180 hektare terletak di Desa Bencah Kelubi Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar Provinsi Riau," demikian putusan hakim PN Bangkinang.
Selain itu, hakim juga menghukum tergugat konvensi untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp10 juta setiap harinya kepada negara apabila tergugat konvensi lalai melaksanakan isi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
"Menghukum turut tergugat I konvensi dan turut tergugat II konvensi untuk tunduk dan patuh pada putusan ini," tegas majelis hakim.
Belakangan, Edi Basri menempuh upaya banding atas putusan PN Bangkinang tersebut. Namun, oleh PT Riau, putusan PN Bangkinang justru semakin dikuatkan.
Belum diketahui apakah Edi Basri dkk akan menempuh lagi upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas putusan PT Riau tersebut. Ia dapat saja mengajukan kasasi sesuai aturan batas waktu maksimal 14 hari sejak putusan diterima. Media ini belum dapat mengonfirmasi Edi Basri atas putusan PT Riau tersebut.
UU Cipta Kerja yang Inkonstitusional Dikesampingkan
Putusan PN Bangkinang dan PT Riau ini dinilai telah menjadi bukti bahwa dalih keterlanjuran dan pengampunan atas keberadaan kebun sawit dalam kawasan hutan tanpa izin yang diatur dalam Undang-undang Cipta Kerja, telah dapat dikesampingkan.
Soalnya, UU Cipta Kerja telah dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai UU yang inkonstitusional bersyarat. Ironisnya, meski UU Cipta Kerja telah dinyatakan MK inkonstitusional, namun pemerintah justru tetap nekat menerbitkan turunan peraturan yang mengatur tentang penyelesaian penguasaan kawasan hutan tanpa izin lewat jalur pengenaan sanksi denda administrasi.
Adapun turunan UU Cipta Kerja tersebut yakni Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan.
Lewat beleid itulah, pemerintah saat ini ingin melakukan pemutihan dan pengampunan atas penguasaan hutan tanpa izin, secara khusus bagi kelompok dan korporasi kebun kelapa sawit.
Bahkan, atas dasar PP Nomor 24 Tahun 2021 itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya telah melakukan pendataan dan inventarisasi kebun sawit dalam kawasan hutan untuk dimasukkan ke dalam kebijakan pengampunan atau pemutihan.
"Bagaimana mungkin undang-undang yang telah dinyatakan inkonstitusional dijadikan rujukan dalam menerbitkan peraturan pemerintah sebagai aturan teknis pelaksanaan UU tersebut. Ini sangat tidak logis dan tidak memiliki kepastian hukum," pungkas Surya Darma. (*)