Kisruh Lelang Kebun Sawit Rp 1,9 Triliun di Kuansing Berujung Penahanan Bos PT Tri Bakti Sarimas, Komisi III DPR akan Panggil Polda Riau dan BRI
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Polemik lelang kebun kelapa sawit milik PT Tri Bakti Sarimas (TBS) di Kuantan Singingi, Riau telah sampai ke meja Komisi III DPR RI. Komisi hukum DPR segera akan memanggil sejumlah pihak, termasuk Polda Riau dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) atas dugaan kejanggalan lelang kebun senilai Rp 1,9 triliun, berujung penetapan tersangka dan penahanan bos PT TBS.
"Saya kira ini perlu kita perdalam dan kita kemudian tidak boleh mengambil informasi dari satu sisi. Kita gunakan hak pengawasan dan akan kita panggil pihak dari bank dan pihak Polda Riau," kata anggota Komisi III DPR Heru Widodo usai menerima pengaduan manajemen PT TBS di Ruang Rapat Komisi III, Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta dilansir rmol, Kamis (7/3/2023).
Heru menilai ada banyak kejanggalan dalam proses hukum yang dilakukan Polda Riau terhadap petinggi PT TBS. Soalnya, gugatan hukum perdata atas proses lelang oleh manajemen PT TBS masih berjalan di pengadilan.
"Semestinya (gugatan) ini diselesaikan dulu, baru kemudian ada proses hukum di Polda. Tapi ini ternyata ada semacam melangkahi hukum yang lain, dan saya kira ini nanti kita perdalam lebih lanjut," kata Heru.
Sebelumnya diwartakan, manajemen PT Tri Bakti Sarimas (TBS) meminta perlindungan hukum usai dilaporkan PT Karya Tama Bakti Mulia (KTBM) ke Polda Riau pada awal Januari 2024 lalu. Permohonan perlindungan hukum ditujukan kepada Presiden Jokowi, Kapolri, DPR dan sejumlah institusi lain pada 5 Februari 2024.
Pihak PT TBS menilai laporan pidana PT KTBM di Polda Riau dinilai terlalu cepat untuk ditindaklanjuti oleh kepolisian. Soalnya, lelang kebun sawit PT TBS yang dimenangkan oleh PT KTBM akhir tahun 2023 lalu, masih bersengketa dalam gugatan perdata di PN Jakarta Pusat dan PTUN Pekanbaru.
"Klien kami memohon perlindungan hukum kepada Kepolisian Republik Indonesia dan Bapak-bapak yang terhormat, agar klien kami mendapat perlindungan dalam melakukan
aktivitas pada areal perkebunan sehubungan dengan izin usaha perkebunan yang masih berlaku sampai adanya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan/atau
PTUN Pekanbaru yang berkekuatan hukum tetap," kata penasihat hukum PT TBS, Dr Andry Christian SH, MTh tiga pekan lalu.
Dalam suratnya permohonan perlindungan hukumnya, Andry Christian menyebut kalau kliennya telah dilaporkan oleh PT KTBM pada 5 Januari 2024 lalu. Laporan itu tercatat dalam laporan polisi nomor LP/B/7/I/2024/POLDA/RIAU ikhwal dugaan tindak pidana penggelapan dan pencurian dengan pemberatan. Adapun laporan tersebut disampaikan oleh seorang bernama Rio Christiyanto.
Pihak Polda Riau pun telah menindaklanjuti laporan KTBM dengan memanggil saksi dari pihak PT TBS bernama Benyamin. Nama ini merupakan anak dari almarhum Coing Bing yang diduga merupakan pemilik PT TBS.
Awalnya Benyamin diundang untuk diklarifikasi atas laporan Rio Christiyanto pada 18 Januari 2024 lalu. Namun, panggilan klarifikasi itu dihadiri Benyamin esok harinya yakni 19 Januari 2024.
Menindaklanjuti pemanggilan klarifikasi pertama, pihak Polda Riau melalui Unit 4 Subdit III Ditreskrimum pada 23 Januari 2024 kembali memanggil Benyamin untuk diperiksa pada tanggal 25 Januari.
Belakangan, proses hukum ini berujung pada penetapan tersangka dan penahanan bos PT TBS pada pertengahan Februari lalu. Kedua tersangka tersebut yakni BN selaku Direktur Utama dan BH selaku Manager Operasional Planting PT TBS.
Kedua tersangka telah ditahan dan dijerat pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan dan pasal 372 KUHP dengan ancaman paling lama empat tahun penjara.
Selain menetapkan dua tersangka tersebut, Polda Riau dikabarkan telah memeriksa dua orang lain dari dari manajemen PT TBS yakni GN yang merupakan Wakil Direktur PT TBS dan Chief Security inisial SI. Masih terbuka kemungkinan adanya tersangka baru dalam perkara ini.
Andry menerangkan, setelah lelang dilakukan oleh KPKNL Pekanbaru pada 28 Desember 2023 lalu, hingga saat ini belum terjadi penyerahan (levering) objek lelang kebun sawit seluas 17.600 hektare milik PT TBS kepada PT KTBM.
Dilelang KPKNL Pekanbaru
Sebelumnya diberitakan, lelang lahan kebun sawit milik PT TBS seluas 17.600 hektare di Kuansing, Riau oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Pekanbaru pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan RI berujung kisruh hukum.
Pelelangan dimenangkan oleh PT Karya Tama Bakti Mulia, anak usaha raksasa korporasi First Resources Ltd. Pelelangan telah dilakukan pada 28 Desember 2023 lalu dengan nilai lalu seharga Rp 1,9 triliun.
Lelang digelar atas permintaan PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk. Di mana aset kebun sawit PT TBS merupakan hak tanggungan (agunan) kredit perusahaan ke bank pelat merah tersebut.
Atas pelelangan itu, manajemen PT TBS pun mendaftarkan dua gugatan sekaligus, yakni ke PTUN Pekanbaru dan PN Jakarta Pusat.
Gugatan ke PTUN Pekanbaru berkaitan permohonan untuk pembatalan risalah lelang. PT TBS menggugat KPKNL Pekanbaru sebagai termohon tunggal.
Sementara, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, PT TBS menggugat sejumlah pihak. Yakni PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), KPKNL Pekanbaru dan PT KTBM. Selain itu, Bupati Kuansing dan Kementerian ATR/BPN juga ditarik sebagai turut tergugat.
Lelang Dimenangkan Anak Usaha First Resources
Sebelumnya, Direksi First Resources Ltd telah mengeluarkan pernyataan usai memenangkan lelang kebun kelapa sawit PT Tri Bakti Sarimas (TBS) senilai Rp1,9 triliun di Kuansing. Dalam pernyataannya tertanggal 5 Januari 2024, Direksi First Resources Limited mengumumkan bahwa anak perusahaan tidak langsungnya yakni PT Karya Tama Bakti Mulia, telah berhasil mengajukan penawaran akuisisi aset perkebunan milik PT Tri Bakti Sarimas untuk imbalan tunai sebesar Rp 1,9 triliun atau setara US$122,7 juta.
"Akuisisi ini melibatkan pabrik, perkebunan, dan cadangan tanah yang belum ditanami dengan total luas lokasi sekitar 17.600 hektar yang berlokasi di Provinsi Riau, Indonesia, dan diselesaikan pada tanggal 28 Desember 2023 melalui lelang umum yang dilakukan melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) di bawah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN)," demikian pernyataan berbahasa Inggris disampaikan Sekretaris Perusahaan First Resources, Eunike Hooi yang diterbitkan atas perintah Dewan Direksi First Resources dikutip SabangMerauke News, Selasa (9/1/2024).
First Resources menyebut lelang aset PT TBS itu merupakan hak tanggungan yang dipegang oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Nilai pertimbangan lelang senilai Rp1,9 triliun tersebut menurut First Resources, didasarkan pada harga cadangan lelang yang ditetapkan oleh Bank BRI dengan mempertimbangkan penilaian terkini yang dilakukan oleh penilai independen yang ditunjuk.
"Penambahan aset perkebunan ini menandai langkah signifikan dalam ekspansi perseroan. strategi. Akuisisi ini tidak hanya meningkatkan jejak operasional perusahaan di industri perkebunan namun juga sejalan dengan komitmen perusahaan terhadap pertumbuhan berkelanjutan dan menguntungkan," tulis Eunike Hooi dalam pernyataannya.
First Resources menyebut perseroan mengantisipasi bahwa integrasi aset-aset ini akan menghasilkan sinergi operasional dan memberikan kontribusi positif terhadap kinerja keseluruhan, memperkuat posisi perseroan di pasar dan meningkatkan nilai pemegang saham.
Adapun sumber biaya akuisisi senilai Rp1,9 triliun ini didanai First Resources dari sumber daya internal dan diperkirakan tidak akan menimbulkan dampak material terhadap aset berwujud bersih dan laba per saham konsolidasian grup untuk tahun buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2023.
"Tidak ada satupun direktur atau pemegang saham pengendali perusahaan yang mempunyai kepentingan, baik langsung maupun tidak langsung," tulis Eunike Hooi mengutip pernyataan korporasi.
Profil PT KTBM
Dikutip dari Nanang Rikli dalam skripsinya berjudul "Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan pada PT Karya Tama Bakti Mulia di Koto Kampar Hulu, Kampar" (2020), PT Karya Tama Bakti Mulia pada awalnya merupakan perusahaan swasta didirikan Adimulya Group pada tahun 1999 silam.
Lokasi perusahaan disebut berada di Jalan Bandur Picak, tepatnya di wilayah Koto Kampar Hulu, Kabupaten Kampar, Riau.
Perusahaan ini dibentuk berdasarkan akta pendirian dari notaris Hari Wibawa SH dengan nomor 241/NTP/534.2/1999.
Awalnya perusahaan didirikan salah satunya bertujuan untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit di kawasan transmigrasi, khususnya di Koto Kampar sekitarnya dengan sistem Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA).
Dalam perkembangannya, perusahaan mengelola perkebunan sawit hingga pada Desember 2012 seluas 8.500 hektare sebagai areal tanaman yang menghasilkan. Awalnya, perusahaan mengelola lahan seluas 4.500 hektare pada tahun 2001, dimana pada tahun 2003 seluruh luasan lahan tersebut sudah menjadi tanaman menghasilkan (TM).
Disebutkan kalau PT Karya Tama Bakti Mulia juga mengelola pabrik kelapa sawit pada tahun 2001 dengan kapasitas pengelolaan 60 ton per jam.
Namun, sejak 2015 silam, PT Karya Tama Bakti Mulia tampaknya telah diakuisisi oleh raksasa korporasi kelapa sawit First Resources Ltd, perusahaan kakap berbadan hukum Singapura.
First Resources sebelumnya populer dengan sebutan Surya Dumai Grup (SDG) yang gedungnya megah berdiri di Jalan Sudirman, pusat Kota Pekanbaru, Riau. First Resources terus berekspansi ke sejumlah provinsi di Indonesia, utamanya ke Pulau Kalimantan.
Dalam dokumen yang dipublikasikan pada 26 Oktober 2015 lalu, First Resources mengumumkan akuisisi PT Karya Tama Bakti Mulia melalui anak perusahaan tidak langsung yakni PT Pancasurya Agrindo.
"Direksi First Resources Limited (Perseroan) mengumumkan bahwa anak perusahaan tidak langsungnya, PT Pancasurya Agrindo, telah mengakuisisi 100% modal saham PT Karya Tama Bakti Mulia (PT KTBM)," demikian pengumuman terjemahan berbahasa Inggris yang mencantumkan nama Lynn Wan sebagai Sekretaris Perusahaan atas perintah Dewan First Resources Limited.
Adapun nilai akuisisi PT KTBM yakni sekitar US$1,4 juta dan telah disepakati setelah melewati negosiasi panjang berdasarkan pembeli yang bersedia dan penjual yang bersedia.
"Pertimbangannya dibayarkan secara tunai dan didanai oleh sumber daya internal. Setelah akuisisi, PT KTBM kini menjadi anak perusahaan tidak langsung Perseroan," demikian dokumen publikasi First Resources Ltd.
Sejauh ini belum ada penjelasan dari manajemen PT KTBM atas lelang yang dimenangkan perusahaan atas kebun dan aset milik PT Tri Bakti Sarimas (TBS) yang berada di Kuansing tersebut.
Corporate Communication First Resources Ltd, Indah Permata telah dikonfirmasi soal lelang yang dimenangkan oleh grup perusahaan yang bermarkas di Singapura tersebut. Namun Indah tak kunjung memberikan balasan.
Profil PT Tri Bakti Sarimas
Mengutip Muhammad Doni dalam skripsinya berjudul Pengaruh Kompensasi dan Lingkungan Kerja Terhadap Semangat Kerja Karyawan Pada PT Tri Bakti Sarimas di Kabupaten Kuansing (2020), PT Tri Bakti Sarimas merupakan perusahaan swasta nasional yang bergerak dalam bidang pertanian dan perkebunan. Perusahaam didirikan berdasarkan akta pendirian Nomor 17 tanggal 1 Oktober 1986 dicatat oleh notaris Singgih Susilo, SH.
Akta tersebut selanjutnya mengalami beberapa kali perubahan yakni lewat akta berita acara rapat No 516 tanggal 28 Desember 1996, yang dibuat oleh Notaris Tajib Raharjo SH di Pekanbaru.
Dalam penelitian lain disebut pada tahun 2007, terjadi perubahan akta pendirian yang disesuaikan dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dengan akta Nomor 138 tanggal 27 Desember 2007 dan disahkan dengan persetujuan akta perubahan anggaran dasar perseroan No. AHU 72840.AH.01.02.Tahun 2008 dari Menteri
Hukum dan HAM.
Penelitian lain menyebut kantor pusat perusahaan ini awalnya berkedudukan di Jalan Saleh Abbas No 50B Pekanbaru, dengan perwakilan berada di Jakarta, Padang, dan Medan. Sedangkan untuk lokasi pengembangannya berada di Kebun Sei Besar, Sei Bengkuang, Bukit Payung Kecamatan Kuantan Mudik Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau.
Perusahaan ini sempat mengklaim telah mengembangkan berbagai usaha antara lain di bidang perkebunan, peternakan, agroindustri
dan ekspor hasil perkebunan dengan menjalin usaha kemitraan bersama masyarakat setempat di bidang budi daya perkebunan dan memasarkan hasil produksi (kelapa sawit, kelapa, kakao, pinang, kompos, bibit kakao, pakan ternak sapi dan lain sebagainya).
Area perkebunan PT TBS saat ini berada di
lingkaran 15 desa di Kecamatan Pucuk Rantau dan Kuantan Mudik dengan kantor pusat kebun berada di Bukit Payung, Desa Pantai, Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Kuantan Singingi, Propinsi Riau.
PT TBS setidaknya mengantongi tiga Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan yakni HGU Nomor 1 Surat Ukur Nomor 6989 Tahun 1988 tanggal 11 Agustus 1988 seluas 8,250 hektare. Diketahui HGU kebun ini telah diperpanjang pada 4 Agustus 2020 lalu berdasarkan surat keputusan HGU Nomor 49/HGU/BPN/VIII/2020 berlaku hingga tahun 2050 mendatang.
Perusahaan juga mengantongi HGU Nomor 2 Surat Ukur Nomor 02/INHU Tahun 2000, tanggal 31 Juli 2000 seluas 6.664,6 hektare serta HGU Nomor 3 Surat Ukur Nomor 03/INHU Tahun 2000 tanggal 11 Agustus 2000 seluas 3.066,1 hektare.
Kebun Sawit Diduga di Kawasan Hutan Lindung
Keberadaan kebun sawit PT Tri Bakti Sarimas (TBS) kerap disangkutkan dengan aktivitas kebun sawit di dalam kawasan hutan. Disebut-sebut ada sebagian lahan kebunnya yang berada di dalam kawasan hutan lindung Bukit Batabuh. Disebut-sebut kalau lahan kebun sawit seluas 617 hektare berada di Afdeling III masuk dalam kawasan hutan lindung Bukit Batabuh.
Belum diketahui apakah kebun sawit PT TBS yang diduga berada di dalam hutan lindung itu ikut dilelang oleh BRI.
"Akan menjadi masalah apabila kebun sawit di dalam kawasan hutan lindung itu dijadikan objek lelang oleh pihak BRI dan KPKNL. Hal itu akan menimbulkan risiko serius secara hukum," kata Ketua Tim Hukum Yayasan Riau Madani, Dr (Cd) Surya Darma SAg, SH, MH, Minggu (7/1/2024).
Surya menyebut, jika lahan kebun sawit di dalam kawasan hutan lindung ikut dilelang, maka proses lelang yang dilakukan KPKNL dan BRI akan cacat hukum. Termasuk kesepakatan atau perjanjian notaris yang dibuat pada objek hutan lindung bersifat causa tidak halal.
"Syarat objektif perjanjian tidak terpenuhi jika hutan lindung dijadikan objek perjanjian," tegas Surya Darma. (R-03/KB-08/Malik)