Pejabat Kepulauan Meranti Dilarang Keluar Daerah, BPK Kepri Lakukan Pemeriksaan Ulang Laporan Keuangan Pasca Bupati Adil Ditangkap KPK
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Pelaksana Tugas Bupati Kepulauan Meranti, Asmar mengeluarkan instruksi melarang para pejabat keluar daerah. Hal tersebut diterapkan bagi pejabat yang berkaitan dengan proses pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Namun agak berbeda. Pemeriksaan laporan keuangan Pemkab Meranti ini justru dilakukan oleh Tim Auditor BPK Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau, bukan oleh BPK Perwakilan Provinsi Riau.
Asmar telah menerbitkan sepucuk surat ditujukan kepada para pejabat Kepala OPD, PPTK dan bendahara sehubungan pemeriksaan pendahuluan yang akan dilakukan oleh BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2022
Dalam surat edaran bernomor: 700/ITDA/V/180, disebutkan BPK Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau akan melaksanakan pemeriksaan terinci Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti tahun nggaran 2022.
"Kepada seluruh pengguna anggaran, kuasa pengguna anggaran, PPTK, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Penerimaan di seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) agar tidak meninggalkan tempat selama 15 hari ke depan terhitung mulai tanggal 23 Mei 2023," demikian isi surat tersebut.
Asmar mengatakan, Pemkab Kepulauan Meranti selalu ingin menjaga koordinasi yang baik dengan tim BPK. Pemkab Kepulauan Meranti mulai melakukan sejumlah pembenahan dalam berbagai bidang pengelolaan keuangan.
“Ke depan, kita menginginkan pengelolaan keuangan lebih baik, tertib, terarah dan transparan. Saya harap seluruh OPD mendukung upaya pemerintah yang saat ini terus berupaya memperbaiki sistem pengelolaan keuangan," harapnya.
Diketahui, BPK sedang melaksanakan pemeriksaan ulang terhadap laporan keuangan (Lapkeu) Pemerintah Daerah Kepulauan Meranti, tahun anggaran 2022. Pemeriksaan ulang dilakukan untuk menelaah hasil pemeriksaan oleh BPK Wilayah Riau yang berlangsung tidak lama setelah ketua tim auditor BPK Riau di Meranti Muhammad Fahmi Aressa ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus suap dari Bupati nonaktif Muhammad Adil.
Asisten Bidang Administrasi Umum Setdakab Kepulauan Meranti Sudanri Jauzah menyatakan, sejak Senin lalu pemeriksaan dilakukan oleh BPK Perwakilan Provinsi Kepri.
"Jauh hari sebelum mereka (BPK) ke Meranti, mereka juga telah memberikan pemberitahuan kepada kita," ungkap Sudanri.
Namun ia menegaskan kalau kegiatan BPK Perwakilan Kepri tersebut bukan untuk melaksanakan pemeriksaan ulang atas pemeriksaan BPK Riau yang telah berlangsung di Meranti bulan lalu, melainkan melanjutkan pemeriksaan yang tertunda.
"Bukan pemeriksaan ulang. Pemeriksaan ini lebih kepada melanjutkan hasil pemeriksaan BPK Riau lalu," ujarnya.
Namun, Sudandri tidak menampik telah ada agenda pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK Riau sebelumnya pada 5 April 2023 lalu. Namun pemeriksaan itu belum bisa dikatakan rampung sebelum LHP terbit. Artinya, kata Sudandri, sebelum LHP terbit maka pemeriksaan lanjutan bisa saja dilakukan.
Dia pun tidak menyangkal jika pemeriksaan lanjutan dilaksanakan oleh BPK Kepri menjadi hal yang tidak biasa.
"Tak pernah memang seperti ini. Karena biasanya dilakukan oleh BPK Perwakilan Riau. Mungkin karena kasus itu hingga BPK RI menerjunkan BPK Kepri," ujarnya lagi.
Seperti diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan tiga tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Kepulauan Meranti pada awal April 2023 silam. Dalam OTT tersebut, tim KPK menangkap Bupati Kepulauan Meranti nonaktif Muhammad Adil, eks Kepala BPKAD Fitria Nengsih dan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau, M Fahmi Aressa.
Bupati Adil terjerat dalam 3 kasus korupsi suap sekaligus. Salah satunya yakni dugaan pemberian suap kepada Fahmi Aressa terkait pengkondisian hasil pemeriksaan laporan keuangan Pemkab Meranti tahun 2022.
KPK dalam keterangannya menyebut ada pemberian uang sebesar Rp 1 miliar lebih dari Adil kepada Aressa. Uang berasal dari pengepulan dana kas daerah di OPD dan juga diduga berasal dari fee pemberangkatan umrah dari perusahaan jasa travel yang merupakan program Pemkab Meranti.
KPK Cegah 8 Pegawai BPK Riau
Kasus dugaan suap Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil makin berkembang. KPK mengintensifkan penyidikan pada dugaan suap dari Bupati Adil ke auditor BPK Riau, M Fahmi Aressa dalam pemeriksaan laporan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti tahun 2022.
Yang terbaru, KPK pun telah mengajukan pencegahan terhadap 10 orang bepergian ke luar negeri selama enam bulan. Sebanyak 8 orang di antaranya adalah pegawai BPK Perwakilan Riau.
"KPK mengajukan cegah untuk tetap berada di wilayah Indonesia terhadap 10 orang, 8 orang di antaranya pegawai BPK Perwakilan Riau dan 2 orang swasta," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Senin (15/5/2023) lalu.
Adapun kedelapan pegawai BPK Riau yang dicegah ke luar negeri adalah Ruslan Ependi, Odipong Sep, Dian Anugrah, Naldo Jauhari Pratama, Aidel Bisri, Feri Irfan, Brahmantyo Dwi Wahyuono, dan Salomo Franky Pangondian.
Sementara 2 orang lain yang juga dicegah berasal dari pihak swasta. Keduanya adalah Findi Handoko dan Ayu Diah Ramadani.
Ali Fikri menyebut upaya pencegahan ke luar negeri dilakukan untuk memudahkan proses pemeriksaan dalam tahap penyidikan. KPK berharap 10 orang dimaksud dapat bersikap kooperatif memenuhi panggilan penyidik.
"Cegah dimaksud telah diajukan sejak 10 Mei 2023 pada Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI untuk 6 bulan pertama dan tentu dapat dilanjutkan sesuai dengan kebutuhan proses penyidikan," terang Ali.
Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil ditangkap pada malam Ramadan awal April lalu. Bersamanya turut ditahan dua orang lain yaknk Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti Fitria Nengsih dan Pemeriksa Muda BPK Perwakilan Riau M Fahmi Aressa.
Sebelumnya Cegah 4 Orang
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya juga telah mengajukan pencegahan ke luar negeri sebanyak 4 orang dalam kasus korupsi tersangka Bupati Kepulauan Meranti nonaktif, Muhammad Adil.
Adapun keempat orang tersebut yakni Muhammad Reza Fahlevi, Maria Giptia dan Dent Surya AR. Ketiganya berasal dari pihak swasta. KPK juga mencegah seorang lainnya bernama Heny Fitriani merupakan pegawai negeri sipil (PNS).
“Dari 4 orang tersebut, ada 3 dari swasta dan 1 ASN,” kata Ali dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jumat (28/4/2023).
Keempat orang itu mulai dilarang bepergian ke luar negeri terhitung sejak 27 April 2023 hingga enam bulan kedepan.
“Kami berharap agar pihak dimaksud nantinya kooperatif hadir dalam setiap agenda pemanggilan tim penyidik KPK,” ujar Ali.
Diduga Reza Fahlevi merupakan CEO PT Tanur Muthmainnah Tour, perusahaan penyedia jasa travel umrah yang terlibat dalam perkara suap Muhammad Adil. Adapun PT Tanur Muthmainnah Tour dioperasikan oleh PT Hamsa Mandiri International.
Sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Meranti M Adil pada Kamis (6/4/2023) malam lalu. Adil ditangkap saat berada di rumah dinasnya.
Selain itu KPK juga menangkap Plt Kepala BPKAD Kabupaten Meranti Fitria Nengsih dan auditor BPK Riau Muhammad Fahmi Aressa.
Adil terjerat dalam 3 kasus korupsi suap yakni fee pengadaan jasa umrah, dee proyek dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Meranti dan pemberian suap kepada auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau, Fahmi.
Penyidik KPK telah menemukan bukti bahwa Bupati Kepulauan Meranti atau MA menerima uang sekitar Rp26,1 miliar dari berbagai pihak.
M Adil diduga memerintahkan para kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk memotong anggaran sebesar 5 hingga 10 persen. Pemotongan anggaran itu kemudian disetorkan kepada Fitria Nengsih yang juga merupakan orang kepercayaan Adil.
Selain menjabat sebagai Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih juga diketahui menjabat sebagai Kepala Cabang PT Tanur Muthmainnah (TM). PT TM yang bergerak di bidang jasa travel umroh tersebut terlibat dalam proyek pemberangkatan umroh bagi para takmir masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Perusahaan itu mempunyai program setiap memberangkatkan lima jemaah umroh, maka akan mendapatkan jatah gratis umroh untuk satu orang. Namun, pada kenyataannya tetap ditagihkan enam orang kepada Pemkab Kepulauan Meranti.
Uang hasil korupsi tersebut selain digunakan untuk keperluan operasional MA juga digunakan untuk menyuap MFA demi memberikan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti.
Atas perbuatannya, tersangka MA sebagai penerima suap melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, tersangka FN sebagai pemberi suap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Kemudian, MFA sebagai penerima suap melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Ekspos KPK
KPK dalam eksposnya menyebut kalau Bupati Adil terjerat dalam tiga perkara suap sekaligus. Ia diduga memerintahkan para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk menyetor uang yang sumber anggarannya dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU) masing-masing SKPD yang kemudian dikondisikan seolah-olah adalah utang kepada dirinya.
Besaran pemotongan UP dan GU ditentukan M. Adil dengan kisaran 5-10 persen untuk setiap SKPD. Setoran dalam bentuk tunai dimaksud dikirim kepada Fitria Nengsih yang merupakan orang kepercayaan Adil.
Uang setoran tersebut digunakan untuk kepentingan M. Adil, di antaranya sebagai dana operasional kegiatan safari politik rencana pencalonan dalam Pemilihan Gubernur Riau di tahun 2024.
Pada Desember 2022 lalu, M. Adil juga menerima uang sekitar Rp1,4 miliar dari PT Tanur Muthmainnah melalui Fitria Nengsih. Uang itu dimaksudkan agar PT Tanur Muthmainnah dimenangkan untuk proyek umrah bagi para takmir masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Adil bersama-sama dengan Fitria turut memberikan uang sekitar Rp 1,1 miliar kepada M Fahmi Aressa agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti di tahun 2022 mendapatkan predikat baik sehingga nantinya memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
"Sebagai bukti awal dugaan korupsi yang dilakukan MA (Muhammad Adil) menerima uang sejumlah sekitar Rp26,1 miliar dari berbagai pihak dan tentunya hal ini akan ditindaklanjuti dan didalami lebih detail oleh tim penyidik," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata beberapa waktu lalu. (CR-01)