Walhi Riau Tagih Janji Gubernur Syamsuar Cabut IUP Pasir Laut PT Logomas Utama di Perairan Rupat, Ini Dasar Hukumnya
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau mendesak kembali janji Gubernur Riau Syamsuar untuk mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) pasir laut PT Logomas Utama (LMU) di Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis. Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara memberikan kewenangan kepada Gubernur untuk mencabut IUP PT Logo Mas Utama.
Ketua Dewan Daerah Walhi Riau, Jasmi menerangkan, pada Januari 2022, Gubernur Riau pernah mengirim surat dan merekomendasikan kepada Menteri ESDM untuk mencabut IUP PT LMU. Saat itu, kewenangan pencabutan izin berada di tangan Kementerian ESDM.
"Maka dengan terbitnya Perpres 55 Tahun 2022 merupakan peluang bagi Gubernur untuk menunaikan sendiri niatnya melindungi nelayan tradisional dan wilayah tangkapnya di laut bagian utara Pulau Rupat. Yakni dengan cara mencabut IPU PT LMU," kata Jasmi dalam keterangan tertulis diterima SabangMerauke News, Senin (10/4/2023).
Walhi Riau memandang pencabutan IUP PT LMU harus digesa oleh Gubernur Riau. Kebijakan ini akan memberi perlindungan maksimal bagi nelayan tradisional Pulau Rupat yang secara konsisten menjaga laut dengan tetap menggunakan alat tangkap ramah lingkungan.
"Kebijakan pencabutan IUP PT LMU juga turut memastikan kelestarian dan keanekaragaman hayati laut, keindahan destinasi wisata, hingga memastikan keamanan Rupat sebagai pulau terluar," tegas Jasmi.
Direktur Eksekutif Walhi Riau, Even Sembiring mengingatkan persoalan yang dihadapi oleh para nelayan tradisional di Desa Suka Damai dan Desa Titi Akar, Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis akibat keberasaan PT LMU sejak 1999 lalu.
Pasca perubahan rezim peraturan perundangan terkait tambang, kuasa pertambangan PT LMU dilakukan penyesuaian menjadi IUP melalui Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Riau Nomor: 503/DPMPTSP/IZIN-ESDM/66 pada 29 Maret 2017.
Ia menjelaskan, konflik terkait keberadaan PT LMU dimulai sejak September 2021 ketika perusahaan itu tiba-tiba menyedot pasir laut di sekitar Pulau Babi dan Beting Aceh. Para nelayan di Desa Suka Damai dan Desa Titi Akar menolak keberadaan aktivitas tambang di laut yang merupakan wilayah tangkap mereka.
Berdasarkan catatan Walhi Riau, Gubernur Riau pada 12 Januari 2022 telah mengirim surat kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Surat berisi permohonan pencabutan IUP PT LMU. Gubernur Riau mendasarkan permohonan tersebut pada tiga alasan penting, yakni keberadaan lokasi IUP berada di wilayah tangkap nelayan tradisional, merusak ekosistem laut, dan mendorong laju abrasi Pulau Rupat.
Selain itu, lokasi IUP PT LMU berada di wilayah Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) dan Kawasan Strategis Kawasan Pariwisata Kabupaten. Pencabutan IUP juga terkait penerbitan IUP dilakukan atas dokumen AMDAL dan Izin Lingkungan perusahaan yang sudah kedaluwarsa.
Menurut Even, dalam surat tersebut Gubernur Riau menyatakan bahwa ketika IUP diterbitkan, kewenangan perizinan masih di tangan Gubernur (Pemerintah Provinsi). Namun ketika konflik terjadi, Pemerintah Provinsi Riau tidak lagi mempunyai kewenangan di bidang perizinan mineral dan batu bara, karena sudah dicabut oleh Pasal 169C huruf g Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pasca Gubernur Riau mengirim surat kepada Menteri ESDM, kata Even, terdapat beberapa perkembangan positif atas desakan pencabutan IUP PT LMU. Soalnya, pada 14 Februari 2022 lalu Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Dirjen PSDKP) dan Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Dirjen PRL) melakukan penghentian aktivitas tambang pasir PT LMU.
Penghentian aktivitas tambang PT LMU dilakukan karena tidak dilengkapi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dan diduga menimbulkan abrasi yang mengakibatkan kerusakan terumbu karang dan juga kerusakan padang lamun.
Penghentian aktivitas ini diikuti Surat Menteri Kelautan dan Perikanan pada 4 April 2022 kepada Menteri ESDM yang berisi permintaan evaluasi IUP PT LMU dengan alasan Pulau Rupat masuk dalam Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) dan berada dalam wilayah Kawasan Strategis Nasional Tertentu.
Even menerangkan, pada 23 Maret 2022, nelayan tradisional di Desa Suka Damai dan Desa Titi Akar telah mengirim surat kepada Presiden dan Menteri ESDM untuk mencabut IUP tersebut. Bahkan pada pertengahan September 2022, masyarakat telah melaporkan keberadaan IUP PT LMU yang belum dicabut kepada Kementerian Kelautan Perikanan (KKP), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Kantor Staf Presiden dan Kementerian Koordinator Politik Hukum dan HAM (Kemenkopolhukam).
"Selain itu, kami bersama perwakilan nelayan Rupat juga melakukan demonstrasi di Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba),” jelas Even Sembiring.
Selama proses pertemuan dengan Kemenkopolhukam, Tim Walhi Riau dan masyarakat mengetahui bahwa telah terbit Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Menurut Even, pihak Kementerian dalam penjelasannya mengatakan bahwa Perpres tersebut seharusnya memungkinkan Pemerintah Provinsi Riau melakukan evaluasi bahkan pencabutan terhadap perizinan tambang yang cacat hukum dan ditolak masyarakat.
Perpres 55/2022 merupakan turunan Pasal 35 ayat (4) UU Nomor 3 Tahun 2020 dan Pasal 6 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1), (3), (5), (9) Perpres 55 Tahun 2022 disebutkan, Pemerintah Provinsi mempunyai sejumlah kewenangan. Antara lain pemberian izin komoditi mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu, dan batuan dalam rangka penanaman modal dalam negeri yang berada dalam satu daerah provinsi atau wilayah laut sampai dengan 12 mil laut.
Kemudian kewenangan pengawasan dan pembinaan atau pemberian sanksi administratif.
"Ketentuan di atas memperlihatkan Gubernur atau Pemerintah Provinsi Riau telah mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan, evaluasi hingga penjatuhan sanksi administratif terhadap keberadaan IUP PT LMU di laut bagian utara Pulau Rupat," pungkas Even. (*)