Supremasi Hukum
Kepala Kanwil ATR/ BPN Riau Dituding Membangkangi Putusan Pengadilan, Warga Riau Gugat Presiden Jokowi dan Menteri Sofyan Djalil
SABANGMERAUKE, RIAU - Dua warga Riau pencari keadilan yang mengaku sudah frustasi berperkara soal tanah, menggugat Presiden Joko Widodo dan Menteri Agraria Tata Ruang (ATR/ BPN) Sofyan Djalil ke Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Gugatan dilayangkan karena Kanwil Kementerian ATR/ BPN Riau diduga telah melakukan pembangkangan terhadap putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.
Kanwil Kementerian ATR/ BPN Riau dinilai tidak melaksanakan perintah putusan pengadilan yang sudah divonis sampai tingkat peninjauan kembali.
Dua warga Riau tersebut bernama Umar dan Yap Ling yang menggugat tindakan perbuatan melawan hukum (PMH) diduga oleh Presiden dan Menteri ATR/ BPN serta anak buahnya ke PN Pekanbaru. Gugatan telah didaftarkan dan dilakukan penetapan sidang dengan nomor registrasi perkara: 207/Pdt.G/2021/PN PBR tanggal 5 Oktober lalu. Informasi gugatan ini juga sudah dipampang lewat situs SIPP PN Pekanbaru.
Selain menggugat Presiden Jokowi dan Menteri Sofyan Djalil, tiga pihak lain juga ikut menjadi tergugat. Yakni Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/ BPN, Kepala Kanwil ATR/ BPN Riau dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kampar.
Tim kuasa hukum Umar dan Ling dari Kantor Advokat dan Pengacara Adi Karma & Dewi dalam surat gugatannya membeberkan ikhwal penyebab gugatan tersebut. Menurut tim hukum yang terdiri dari Adi Karma SH, Dewi Septriany SH dan Poltak SH, Kepala Kanwil Kementerian ATR/BPN Riau tidak menjalankan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.
"Para tergugat dapat dikualifisir telah melakukan tindakan perbuatan melawan hukum dan melecehkan hukum. Padahal program pemerintahan Jokowi-Ma'ruf yang dikampanyekan dengan slogan Nawacita dalam penegakan hukum. Termasuk kampanye revolusi mental. Namun kenyataannya pada level pejabat di bawah kepresidenan tidak melakukan hal tersebut. Justru sebaliknya terjadi ketidakpastian hukum, meski sudah ada putusan berkekuatan hukum tetap," kata tim hukum Umar dan Ling, Selasa (2/11/2021).
Putusan tersebut yakni perintah pembatalan dua surat sertifikat hak milik (SHM) tanah di wilayah Kabupaten Kampar sebagaimana dalam putusan perkara nomor 111/Pdt.G/2016/PN. Bkn tanggal 16 Agustus 2017 yang diterbitkan Pengadilan Negeri Bangkinang. Yakni SHM nomor 346 dan SHM nomor 347 yang diduga kuat tanpa warkah dan buku tanah.
Umar dan Ling telah menggugat keabsahan kedua SHM tersebut. Pada 16 Agustus 2017 lalu, Pengadilan Negeri Bangkinang dalam amar putusannya telah menyatakan kedua SHM tersebut tidak sah dan tidak berkekuatan hukum tetap. Selain itu, pengadilan juga menyatakan kalau SHM nomor 07030 atas nama Umar dan SHM nomor 07029 atas nama Yap Ling sah dan berkekuatan hukum.
Putusan PN Bangkinang tersebut pun dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Pekanbaru pada tingkatan upaya hukum banding yang diputuskan pada 14 Maret 2018 lalu.
Perkara ini kemudian naik pada tingkatan kasasi ke Mahkamah Agung. Dalam putusannya, majelis hakim agung menyatakan menolak permohonan kasasi yang diajukan pemohon kasasi yakni ahli waris Asrun Harun dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kampar. Putusan kasasi diterbitkan pada 30 November 2018 lalu.
Tak berhenti di situ, pihak Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kampar dan ahli waris Azrul kembali melakukan upaya hukum peninjauan kembali (PK). Namun, putusan PK justru menolak permohonan peninjauan kembali (PK) tersebut pada 13 Juli 2020 lalu.
Dugaan Intervensi Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/ BPN
Tim kuasa hukum Umar dan Ling dalam surat gugatannya ke PN Pekanbaru menyatakan bahwa putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut, telah dieksekusi oleh PN Bangkinang pada 30 Juli 2019 lalu. Namun, meski telah dilakukan eksekusi, pihak Kanwil Kementerian ATR/ BPN Provinsi Riau tidak melakukan pembatalan terhadap kedua SHM nomor 346 dan SHM nomor 347 atas nama Azrul Harun.
Pihak Umar dan Ling bahkan sudah mengajukan permohonan pembatalan kedua SHM tersebut melalui surat tertulis sebanyak dua kali ke Kanwil Kementerian ATR/ BPN Riau. Surat permohonan pembatalan pertama disampaikan pada 27 Oktober 2020 lalu dan kemudian disusul dengan surat permohonan kedua pada 21 Januari 2021.
Pada tanggal 3 Februari 2021 lalu, Kanwil ATR/ BPN Riau telah menindaklanjuti permohonan dengan melakukan gelar perkara. Saat itu direkomendasikan untuk dilakukan pembatalan terhadap SHM nomor 346 dan SHM nomor 347 atas nama Azrul Harun.
Anehnya, tiba-tiba pada 16 Maret 2021, Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/ BPN mengirimkan surat kepada Kanwil Kementerian ATR/ BPN Riau. Surat dengan nomor 66/900/III/2021 tersebut dinilai sebagai bentuk intervensi Inspektorat Jenderal. Isinya meminta agar pembatalan kedua SHM oleh Kanwil ATR/ BPN Riau ditunda. Alasannya, menunggu fatwa dari Mahkamah Agung.
"Alasan menunggu fatwa Mahkamah Agung tidak saja aneh, namun juga lucu dan akal-akalan saja. Fatwa Mahkamah Agung tidak diperlukan karena perkara sudah dinyatakan berkekuatan hukum tetap," tulis tim kuasa hukum Umar dan Ling dalam surat gugatannya.
Tim kuasa hukum Umar dan Ling pun merasa janggal dengan surat Inspektorat Kementerian ATR/BPN tersebut. Soalnya, kewenangan pembatalan SHM berada di kendali Kanwil Kementerian ATR/ BPN Riau. Hal ini sesuai dengan pasal 29 ayat 1 huruf b Peraturan Menteri ATR/ BPN nomor 21 tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan.
"Itu sebabnya surat Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/ BPN tersebut mengada-ada dan mengangkangi serta melecehkan hukum. Yang paling ironis, surat itu telah menciderai kepastian dan keadilan hukum yakni pengabaian atas putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap," jelas tim hukum Umar dan Ling.
Sudah Frustasi Mencari Keadilan
Umar dan Ling sepertinya sudah menempuh segala cara agar putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap itu bisa dilaksanakan oleh Kanwil ATR/ BPN Riau. Selain sudah berkali-kali mengirimkan surat ke Kanwil ATR/ BPN Riau, pihaknya sudah bersurat ke Menteri ATR/ BPN Sofyan Djalil maupun Wakil Menteri ATR/ BPN Surya Tjandra. Namun, aneka pengaduan tersebut tak kunjung mendapat jawaban yang jelas.
Umar dan Ling pun menggugat Menteri ATR/ BPN Sofyan Jalil atas dugaan pembiaran terhadap pelecehan dan pengangkangan putusan hukum tersebut.
"Seolah-olah mereka dengan kekuasaan yang dimiliki hendak menyatakan bahwa merekalah hukum, sementara putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, bukanlah hukum," tulis tim kuasa hukum Umar dan Ling dalam surat gugatannya.
Bentuk kekecewaan dan habisnya kesabaran, Umar dan Ling pun turut menggugat Presiden Joko Widodo ke pusaran hukum ini. Awalnya, Umar dan Ling berharap di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi hukum dapat ditegakkan secara adil dan bermartabat. Namun dengan kasus yang dihadapinya, Umar dan Ling merasa kalau hukum penuh dengan ketidakpastian dan sebaliknya mempertontonkan praktik arogansi kekuasaan.
"Kami terpaksa menarik dan melibatkan Presiden Jokowi dalam gugatan ini, karena kami telah lelah dan terus berperkara, tidak hanya menghabiskan waktu, tenaga dan biaya namun juga telah menyakitkan perasaan dan hati nurani. Kami berharap putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap tidak dilecehkan. Supremasi hukum sesuai dengan janji Nawacita Pak Presiden Jokowi harus benar-benar terwujud, tidak sekadar jargon," kata tim kuasa hukum Umar dan Ling.
Apalagi Ombudsman RI lewat perwakilannya di Provinsi Riau telah menyatakan dalam laporan akhir hasil pemeriksaan bahwa Menteri, Inspektorat Jenderal, Kanwil Riau dan Kepala Kantor Pertanahan Kampar terbukti melakukan maladministrasi. Yakni tindakan penundaan berlarut dalam proses permohonan eksekusi putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut. Ombudsman RI perwakilan Riau telah menerbitkan laporan akhir hasil pemeriksaannya tersebut pada 26 Januari 2021 lalu, namun hal itu pun tidak diindahkan oleh 5 pihak yang digugat dalam perkara ini.
Umar dan Ling dalam surat gugatannya meminta agar majelis hakim PN Pekanbaru menerima gugatan seluruhnya dan menyatakan kalau Presiden Jokowi, Menteri ATR/ BPN dan Inspektur Jenderal Kementerian ATR/ BPN telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH).
Selain itu, Umar dan Ling pun meminta majelis hakim menyatakan tidak sah dan tidak berkekuatan hukum SHM nomor 346 dan SHM nomor 347 atas nama Azrul Harun. Kemudian agar majelis hakim menghukum Presiden Jokowi selaku tergugat I agar memerintahkan Menteri ATR/ BPN (tergugat II), Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/ BPN (tergugat III), Kepala Kanwil ATR/ BPN Riau (tergugat IV) dan Kepala Kantor Pertanahan Kampar (tergugat V) untuk melaksanakan putusan PN Bangkinang nomor 111/Pdt.G/2016/PN. Bkn tanggal 16 Agustus 2017 yang sudah berkekuatan hukum tetap.
"Menghukum Kepala Kanwil ATR/ BPN Riau (tergugat IV) untuk menerbitkan surat keputusan pembatalan SHM nomor 346 dan SHM nomor 347 atas nama Azrul Harun," demikian permohonan gugatan Umar dan Ling tersebut.
Riaubisa.com (Sabang Merauke News Network) belum dapat mengonfirmasi pihak Kanwil ATR/ BPN Riau terkait gugatan tersebut. Namun, pagi tadi seyogianya dilakukan mediasi parapihak. Namun dilaporkan bahwa kuasa mewakili Presiden Joko Widodo tidak hadir, sehingga mediasi ditangguhkan. (*)
BERITA TERKAIT :
Dua Tahun Pemerintahan Jokowi-Amin
Rapor Merah Penegakan Hukum Duet Jokowi-Ma'ruf, Rakyat Paling Tidak Puas