Kejati Riau Garap Dugaan Korupsi Proyek PLN Ratusan Miliar di Riau, Ini Kasusnya
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau tengah mengusut dugaan korupsi proyek pembangunan Saluran Kabel Tekanan Tinggi (SKTT) 15 kV Gas Insulated Substation (GIS) di Kota Pekanbaru, Gardu Induk Garuda Sakti Tahun Anggran (TA) 2019.
Kepala Seksi Penyidikan Bidang Pidana Kusus Kejati Riau, Rizky Rahmatullah menjelaskan, saat ini status perkara telah ditingkatkan ke tahap penyidikan. Peningkatan status tersebut berdasarkan gelar perkara yang dilakukan oleh tim Jaksa pada Selasa (10/1/2023) kemarin.
"Tim dalam hal ini sudah menemukan indikasi atau dugaan adanya perbuatan melawan hukum yang berpotensi atau diduga dapat menimbulkan kerugian keuangan negara," ujar Rizky didampingi Kasi Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau, Bambang Heripurwanto.
Rizky memamparkan, pada tahun anggaran 2019, Unit Induk Pembangunan (UIP) PLN Sumatera Bagian Tengah, Unit Pelaksana Proyek Jaringan (UPTJ) Riau - Kepri, melaksanakan pembangunan SKTT bawah tanah.
Nilai pagu pekerjaan pembangunan proyek ini, sebesar Rp320 miliar lebih. Dana ini bersumber dari anggaran PLN. Dari nilai pagu itu, disepakati berdasarkan hasil proses pelelangan terbatas, proyek dimenangkan oleh perusahaan dengan inisial PT T.
"Kemudian dilaksanakan kontrak dengan nilai Rp276 miliar lebih. Lalu dilakukan adendum pertama terkait perubahan nilai kontrak sebesar Rp306 miliar lebih. Dan dilakukan pula adendum kedua terkait perubahan nilai kontrak menjadi Rp309 miliar lebih," beber dia.
Rizky menyampaikan, terdapat beberapa dugaan perbuatan melawan hukum yang terindikasi menimbulkan kerugian keuangan negara. Karena sampai saat ini, pekerjaan tersebut belum selesai dan belum fungsional.
"Artinya dalam proses penyidikan ini kita masih mengumpulkan alat bukti. Sehingga nanti kita bisa menemukan siapa tersangkanya," kata mantan Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjungpinang, Kepulauan Riau (Kepri) itu.
Ia memaparkan, proyek ini bukan multiyears. Harusnya, proyek selesai pada Januari tahun 2021.
"Tapi kita temukan sampai dengan berakhirnya waktu kontrak, itu pekerjaan tidak dilakukan pemutusan, tidak ada amandemen terhadap waktu juga," terang Rizky.
"Setelah dilakukan pemanggilan oleh tim Jaksa, kita duga ada pembuatan dokumen tanggal mundur. Dokumen khusus untuk perpanjangan waktu. Amandemen ketiga sampai kelima. Kalau pertama dan kedua terkait perubahan nilai kontrak, tiga empat dan lima itu terkait perpanjangan waktu," tuturnya.
Rizky menyebutkan, berdasarkan informasi yang pihaknya terima, pekerjaan proyek ini sudah mencapai 96 persen.
"Tapi berdasarkan hasil BAP yang mereka sampaikan, itu jaringan pernah berfungsi. Ada dua line, dua jalur. Line satu dan dua. Keduanya sampai saat ini itu belum difungsikan," terang Rizky.
Pengusutan perkara dimulai sejak Oktober 2022 kemarin. Dimana saat itu, Korps Adhyaksa tersebut melakukan penyelidikan.
Dalam tahap itu, pihaknya sudah memeriksa belasan orang saksi. Khususnya dari pihak PLN. Pemeriksaan sudah menyasar para pejabat UIP PLN, pelaksana. Termasuk dari produsen material juga dimintai keterangan.
"Pencairannya belum 100 persen. Karena ada pekerjaan untuk termin ketiga, itu belum dibayarkan pihak PT PLN. Dari 96 persen pekerjaan itu, yang baru dibayarkan sekitar 86 persen. Termasuk ada juga retensi yang untuk pemeliharaan yang juga belum diproses," urainya.
Ia menambahkan, kerugian keuangan negara berdasarkan hitungan penyidik saat ini berkisar belasan miliar. Untuk lebih validnya, nanti jaksa akan melibatkan ahli dalam perhitungannya.
"Untuk persisnya kita nanti akan lihat, apakah tidak fungsionalnya jaringan itu karena tidak sesuai spek. Kalau ada fakta yang demikian tentu akan menimbulkan nilai kerugian negara yang lebih besar lagi," pungkas Rizky Rahmatullah. (RE-01)