Pertama Kali, Robot Akan Jadi Pengacara di Sidang Tilang
SABANGMERAUKE NEWS - Robot berteknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) tampaknya akan terus mendisrupsi pekerjaan manusia.
Terbaru, giliran profesi pengacara yang akan diambil alih oleh robot buatan perusahaan teknologi bernama DoNotPay.
Cerita bermula ketika CEO DoNotPay, Joshua Browder, mengumumkan sayembara di akun Twitter resminya. Ia menawarkan 1 juta dolar AS atau sekitar Rp 15,4 miliar (kurs Rp 15.400) kepada pengacara yang mau membiarkan robot AI mereka berbicara di pengadilan tingkat Mahkamah Agung (Supreme Court).
Pengacara manusia yang 'diwakilkan' robot kecerdasan buatan DoNotPay tidak akan hilang sepenuhnya. Ia bakal tetap hadir di sidang kasus hukum.
Pengacara terdakwa akan membawa AirPods ke pengadilan. Nah, robot ini bakal membacakan argumen yang kemudian diulangi secara persis oleh pengacara di ruang sidang.
Gizmodo melaporkan DoNotPay sudah menemukan persidangan yang mereka cari untuk menghadirkan robot pengacaranya, meski belum di tingkat MA.
Pertarungan legal pertama akan berlangsung di sidang tilang pelanggaran batas kecepatan berkendara di suatu pengadilan AS pada Februari 2023 nanti.
Namun tidak ada detail lanjutan untuk perlindungan privasi terdakwa, sekaligus karena pertimbangan tindakan mereka belum sepenuhnya legal. Di AS dan kebanyakan negara, barang elektronik tidak boleh dibawa ke ruang pengadilan.
Browder menjelaskan perusahaan mengandalkan standar alat bantu pendengaran di pengadilan khusus ini, yang menawarkan celah yang memungkinkan penggunaan AirPods. Ketika ditanya apakah pengadilan akan mengetahui bantuan AI selama persidangan, Browder menjawab, "Tentu saja tidak."
Kasus kedua pengacara AI DoNotPay akan kembali menangani sebuah kasus tilang serupa yang dilaksanakan secara daring melalui Zoom. Kali ini, mereka akan menggunakan teleprompter vs. suara sintetis, strategi terakhir yang digambarkan Browder sebagai "sangat ilegal".
Namun dia tidak terlalu khawatir tentang konsekuensi hukum karena "itu adalah (hanya sidang) tilang lalu lintas." Browder tidak berharap pengadilan akan bertindak keras untuk terdakwa atas asistensi AI, dan undang-undang tidak memiliki ketentuan eksplisit di dalamnya yang melarang bantuan hukum AI.
"Ini adalah eksperimen dan kami suka mengambil risiko," tambahnya.
Bowder menjelaskan siap menerima konsekuensi dan menanggung denda jika kepergok, dan memberi kompensasi kepada terdakwa telah bersedia bergabung ke eksperimen mereka.
Robot AI DoNotPay
DoNotPay menggunakan GPT-3 API dari OpenAI untuk mengembangkan robot pengacaranya. Teknologi tersebut juga menjadi pondasi yang sama dari ChatGPT yang viral.
DoNotPay sendiri dirikan pada 2015 sebagai chatbot yang membantu pengguna menyelesaikan kasus legal, seperti tilang. Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan telah menggunakan AI skala besar untuk penggunaan yang lebih ekstensif.
Mulai dari pertarungan chat dengan support produk yang sedang pengguna komplain, bantuan skrip komunikasi tertulis untuk berargumen penurunan denda, biaya perawatan kesehatan, langganan, atau hambatan birokrasi umum lainnya dalam kehidupan modern.
“Kami membantu konsumen melawan perusahaan dan mengalahkan birokrasi, mengeluarkan mereka dari tilang parkir dan pengembalian uang dari perusahaan besar seperti maskapai penerbangan... visi kami di DoNotPay adalah membuat (bantuan) hukum gratis,” kata Browder.
Kita harus menunggu hingga akhir Februari 2023 untuk mengetahui apakah visi luhur itu berhasil diterjemahkan ke ruang sidang atau tidak. (RE-01)