Hakim Cecar Dokter RSUD Arifin Ahmad Soal Sakitnya Terdakwa Penipuan Rp 84 Miliar Investasi Fikasa Grup: Jangan Ada Kongkalikong!
SabangMerauke News, Pekanbaru - Majelis hakim kasus penipuan investasi Fikasa Grup memeriksa Anwar Bet, dokter yang bertugas di RSUD Arifin Ahmad, Pekanbaru, Rabu (5//1/2022). Pemeriksaan dokter Anwar terkait kondisi kesehatan salah seorang terdakwa Agung Salim yang sudah dua pekan mangkir bersidang karena alasan sakit.
Ketua majelis hakim, Dr Dahlan SH, MH menelisik benar tidaknya Agung Salim sakit. Soalnya, tanpa izin dari hakim, pihak Rutan Pekanbaru membawa Agung ke RSUD Arifin Ahmad pada 24 Desember lalu.
"Jangan ada kongkalikong dalam kasus ini. Ada pasal pidananya," kata Dahlan dalam persidangan kemarin.
BERITA TERKAIT: Drama Sakitnya Terdakwa Penipuan Investasi Rp 84 Miliar Fikasa Grup di Pekanbaru, Siapa yang Bermain?
Dalam persidangan, hakim Dahlan juga mempertanyakan ke dokter RSUD Arifin Ahmad alasan tidak menyerahkan rekam medis Agung Salim ke pihak kejaksaan. Hakim marah dengan jawaban dokter yang menyebut kalau rekam medis adalah rahasia negara. Ia menyatakan tidak ada rahasia negara dalam persidangan. Apalagi, permintaan rekam medis oleh jaksa adalah atas perintah majelis hakim.
"Dalam persidangan tidak ada rahasia," kata hakim Dahlan lagi.
BERITA TERKAIT: Hakim Dahlan Marah Besar, Terdakwa Kasus Fikasa Grup di Pekanbaru Keluar Rutan Tanpa Izin
Jaksa penuntut pada Kejari Pekanbaru pun terkesan kecolongan. Namun, sejauh ini belum ada langkah konkret Kejari Pekanbaru membawa kisruh ini ke ranah pidana.
Kasus dugaan penipuan investasi bodong Fikasa Grup menyuguhkan tontotan menarik. Tidak saja soal jumlah uang yang dihimpun dari para korban mencapai Rp 84 miliar, namun juga teka-teki soal 'sakitnya' salah seorang terdakwa yakni Agung Salim. Sudah dua pekan sidang ditunda gara-gara gula darah Agung disebut mendadak naik.
BERITA TERKAIT: Inilah 10 Miliuner Pekanbaru yang Jadi Korban Dugaan Investasi Bodong Fikasa Grup
Majelis hakim menaruh curiga atas mangkirnya Agung dalam persidangan. Apalagi, Agung dipindahkan secara sepihak oleh Rutan Pekanbaru ke RSUD Arifin Ahmad tanpa izin dari majelis hakim.
Yang bikin gaduh, Kejaksaan Negeri Pekanbaru terkesan kecolongan karena tahanan yang mestinya di bawah pengawasan mereka bisa begitu saja dibawa pihak Rutan Pekanbaru ke rumah sakit. Semestinya, jaksa penuntut mengetahui keberadaan tahanan, bukan sebaliknya kaget ketika di persidangan dua pekan lalu tak tahu kalau Agung berada di rumah sakit.
BERITA TERKAIT: Sidang Kasus Investasi Fikasa Grup: Korban Ternyata Sudah Terima Bunga, Baru Macet Sejak Januari 2020!
Seharusnya, apapun kondisinya jaksa mesti mengetahui keberadaan dan kondisi terdakwa. Pihak Rutan Pekanbaru atas dasar apapun mesti taat pada hukum acara dan tak boleh sesuka hati membawa tahanan ke rumah sakit.
"Kalau nanti ada apa-apa, siapa yang bertanggung jawab. Ini kacau sudah. Tahanan dibawa ke rumah sakit tanpa izin," kata ketua majelis hakim kasus Fikasa Grup, Dr Dahlan SH, MH yang juga Ketua Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Hakim Dahlan berang. Ia memerintahkan agar jaksa mencari dokter pengganti untuk mengecek kondisi kesehatan Agung yang sebenarnya. Ia juga meminta agar jaksa memproses hukum jika ada keterlibatan oknum dokter RSUD Pekanbaru yang ikut bermain dengan membuat keterangan diduga palsu soal kondisi kesehatan Agung.
Mengagetkan hasilnya. Pemeriksaan dengan dokter rujukan kejaksaan menemukan kondisi Agung ternyata tak setragis yang disebut pihak Rutan Pekanbaru. Sabang Merauke News menerima informasi kalau Agung sudah dijemput jaksa didampingi kepolisian dari RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru. Dia kembali dimasukkan ke dalam sel tahanan.
Kasus ini bukan perkara sepele. Dugaan drama sakitnya Agung yang melibatkan sejumlah pihak harus diusut tuntas. Tidak boleh terjadi kongkalingkong dan siapapun yang terlibat harus diproses hukum. Apalagi, Yang Mulia Dahlan sudah mengultimatum jaksa untuk memproses hukum secara pidana pihak yang terlibat.
Kepala Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Riau, Pujo Harinto berdalih kalau dibawanya Agung Salim ke RSUD Arifin Ahmad karena unsur kemanusiaan.
"Bagi kami, nyawa lebih penting untuk diselamatkan. Jangan sampai perkaranya putus di tengah jalan karena tahanannya meninggal dunia," terang Pujo kepada Sabang Merauke News.
Pujo mengklaim dilarikannya Agung Salim ke rumah sakit sudah sesuai standar operasional prosedur (SOP).
"Sudah atas rekomendasi dokter sesuai SOP. Tidak ada kepentingan apapun dari pihak kami untuk menghalangi pemeriksaan di pengadilan. Kami upayakan tahanan yang sakit harus diselamatkan," kata Pujo.
Plt Direktur RSUD Arifin Ahmad, Wan Fajriatul membantah pihaknya disebut ikut bersekongkol untuk membuat rekomendasi kondisi kesehatan Agung Salim. Ia menyatakan kalau RSUD tidak pernah mengeluarkan surat keterangan kesehatan yang membuat Agung Salim mangkir dalam persidangan.
Pihak kejaksaan belum memberikan penjelasan komprehensif ikhwal lolosnya tahanan Agung Salim ke rumah sakit tanpa sepengetahuan jaksa. Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Riau, Marvelous meminta agar ditanyakan langsung ke Kejari Pekanbaru. Hanya saja, pihak Kajari Pekanbaru yang berkali-kali dihubungi via layanan WhatsApp tak menggubris.
Diwartakan sebelumnya, Ketua majelis hakim kasus investasi bodong Fikasa Grup, Dr Dahlan SH, MH memerintahkan jaksa penuntut untuk memeriksa surat keterangan sakit yang diterbitkan dokter terhadap terdakwa Agung Salim. Hakim meminta agar jaksa mencari dokter lain untuk mendapat second opinion terhadap kondisi kesehatan Agung.
"Selesaikan dokternya. Periksa apakah benar itu suratnya. Cek ke dokter lain. Kalau ketemu pemalsuan, pidanakan. Ini perintah majelis hakim," kata hakim Dahlan kepada tim jaksa penuntut saat memimpin sidang, Senin (27/12/2021) lalu.
Hakim Dahlan marah besar karena Agung Salim keluar dari Rutan Sialang Bungkuk, Pekanbaru tanpa izin majelis hakim. Meski pihak Rutan mengirimkan surat pemberitahuan kalau Agung sakit, namun tindakan pihak rutan dinilai salah kaprah.
"Apa kewenangan kalian mengeluarkan tahanan itu? Mana izin pembantarannya? Kalian seperti mengobok-obok kewenangan kami. Ini pelanggaran prosedur beracara. Jaksa, segera periksa itu," kata Dahlan.
Dahlan meminta tim jaksa untuk menelisik surat keterangan sakit dari dokter yang menyebut Agung Sakit.
"Cari dokter pembanding. Jika ada kebohongan, silakan diproses pidana yang memberikan berikan keterangan bohong," kata Dahlan lagi.
Jaksa yang hadir di persidangan pun merespon perintah hakim.
"Baik, Yang Mulia. Akan kami tindak lanjuti, Yang Mulia," kata jaksa dalam forum sidang.
Menurut jaksa, Agung Salim saat ini berada di RSUD Arifin Ahmad. Agung dilaporkan drop karena gula darahnya naik sejak 20 Desember lalu.
"Tidak ada kewenangan Rutan mengeluarkan terdakwa Agung Salim. Kami juga tidak diberitahu," kata jaksa Lastarida br Sitanggang kepada Sabang Merauke News.
Dalam kasus ini, lima orang didudukkan sebagai terdakwa sebagai pengelola perusahaan investasi dkduga bodong terafiliasi Fikasa Grup yakni PT Wahana Bersama Nusantara sekaligus juga PT Tiara Global Propertindo.
Empat terdakwa Salim Bersaudara yakni Bhakti Salim alias Bhakti yang merupakan Direktur Utama PT Wahana Bersama Nusantara sekaligus juga Direktur Utama PT Tiara Global Propertindo. Terdakwa Agung Salim alias Agung sebagai Komisaris Utama PT Wahana Bersama Nusantara.
Terdakwa ketiga yakni Elly Salim alias Elly selaku Direktur PT Wahana Bersama Nusantara sekaligus Komisaris PT Tiara Global Propertindo. Seorang terdakwa lain dari keluarga Salim yakni Christian Salim selaku Direktur PT Tiara Global Propertindo. Seorang terdakwa lain bernama Mariyani merupakan manajer marketing.
Jaksa penuntut menjerat keempat terdakwa dengan tiga dakwaan berlapis yakni dakwaan pasal 46 ayat 1 Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas UU nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Adapun ancaman hukumannya yakni sekurang-kurangnya 5 tahun dan paling lama 15 tahun penjara serta denda sekurang-kurangnya Rp 10 miliar dan paling banyak Rp 200 miliar.
Dakwaan kedua yakni pasal 378 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Sementara dakwaan ketiga yakni pasal 372 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana.
Surat dakwaan jaksa penuntut menyebut uang investasi yang dikumpulkan masuk ke dalam sejumlah perusahaan lain yang tergabung dalam Fikasa Grup. Para korban tergiur dengan janji bunga investasi tinggi di atas rata-rata perbankan. (*)