Hakim Dahlan Marah Besar, Terdakwa Kasus Fikasa Grup di Pekanbaru Keluar Rutan Tanpa Izin
SabangMeraukeNews, Pekanbaru - Ketua majelis hakim kasus investasi bodong Fikasa Grup, Dr Dahlan SH, MH meradang. Baru saja sidang dimulai ia sudah memarahi petugas rumah tahanan (rutan).
Apa sebabnya?
Berita Terkait: Inilah 10 Miliuner Pekanbaru yang Jadi Korban Dugaan Investasi Bodong Fikasa Grup
Kemarahan Dahlan yang juga Ketua Pengadilan Negeri Pekanbaru disebabkan keberadaan seorang terdakwa bernama Agung Salim yang tak berada di rutan Sialang Bungkuk, Pekanbaru.
"Mana petugas rutan? Mana, hadirkan di situ," kata Dahlan dengan nada tinggi yang berbicara lewat sambungan zoom meeting di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin (27/12/2021).
Berita Terkait: Sidang Kasus Investasi Fikasa Grup: Korban Ternyata Sudah Terima Bunga, Baru Macet Sejak Januari 2020!
Agung Salim adalah satu dari 5 terdakwa dalam kasus investasi bodong Fikasa Grup yang didakwa merugikan sebanyak 10 orang korbannya di Pekanbaru total sebesar Rp 84,9 miliar.
Dahlan menyatakan kalau pihaknya menerima surat pemberitahuan dari Rutan Pekanbaru pada 21 Desember lalu. Isinya menyatakan kalau Agung Salim dalam kondisi sakit, sehingga dibawa ke rumah sakit.
Namun, menurut Dahlan surat itu keliru lantaran ditujukan ke Ketua PN Pekanbaru. Menurutnya, surat seharusnya ditujukan ke ketua majelis hakim, bukan ke Ketua PN Pekanbaru.
"Keliru surat ini," kata Dahlan.
Dahlan lantas merasa pihaknya dilecehkan oleh Rutan Pekanbaru yang hanya menyampaikan surat pemberitahuan Agung dibawa ke rumah sakit. Seharusnya, pihak Rutan Pekanbaru menyampaikan terlebih dahulu surat permohonan, bukan pemberitahuan.
"Ini seperti kami bawahan kalian. Hanya memberitahukan dibawa ke rumah sakit. Jadi, status tahanan ini, apa? Tak ada izin pembantaran. Siapa yang tanggung jawab?" sentak hakim Dahlan dengan nada tinggi.
Berita Terkait: Terungkap! Bunga Uang Investasi Diduga Bodong Fikasa Grup di Pekanbaru Dikirim ke Rekening Archenius Napitupulu
Jaksa penuntut, Lastarida Sitanggang menyatakan pihaknya tidak tahu kalau Agung Salim berada di luar rutan. Pihaknya mendapat informasi kalau Agung ada di RSUD Arifin Ahmad karena disebut sedang sakit, gula darahnya naik.
"Tidak ada dasarnya terdakwa (Agung, red) berada di luar rutan. Kita tidak mendapat pemberitahuan sama sekali," kata Lastarida di PN Pekanbaru.
Mangkirnya terdakwa Agung Salim membuat sidang ditunda pekan depan.
Sebelumnya, pekan lalu majelis hakim juga membatalkan persidangan, Senin (20/12/2021) lalu. Penyebabnya, dua dari empat orang terdakwa tiba-tiba dikabarkan sakit, gula darahnya kumat naik hingga lebih 400 mg/dL. Kedua terdakwa yang sakit yakni Agung Salim dan Elly Salim.
Ketua majelis hakim, Dr Dahlan SH, MH lantas mempertanyakan ke tim jaksa soal kebenaran kabar itu. Tim jaksa pun jadi saling pandang seolah kaget mendengar informasi tersebut. Padahal, mereka sudah siap tampil full team, sebab sebelumnya persidangan dengan terdakwa Mariyati (berkas terpisah) baru saja digelar dan akan dilanjutkan dengan sidang terdakwa 4 Bersaudara Salim.
"Gini ajalah, coba kalian cek dulu benar gak sakitnya itu. Benar sakit atau dia malas sidang. Kami tunggu pun sidangnya, kalian tanya ke Lapas, sakit apa rupanya. Nanti kalian kasih tahu lagi kami. Sambil menunggu kabar dari kalian, kami sidang perkara lain. Gitu aja ya," kata hakim Dahlan yang juga merupakan Ketua PN Pekanbaru ini.
Dalam kasus ini, lima orang didudukkan sebagai terdakwa sebagai pengelola perusahaan terafiliasi Fikasa Grup yakni PT Wahana Bersama Nusantara sekaligus juga PT Tiara Global Propertindo.
Empat terdakwa Salim Bersaudara yakni Bhakti Salim alias Bhakti yang merupakan Direktur Utama PT Wahana Bersama Nusantara sekaligus juga Direktur Utama PT Tiara Global Propertindo. Terdakwa Agung Salim alias Agung sebagai Komisaris Utama PT Wahana Bersama Nusantara.
Terdakwa ketiga yakni Elly Salim alias Elly selaku Direktur PT Wahana Bersama Nusantara sekaligus Komisaris PT Tiara Global Propertindo. Seorang terdakwa lain dari keluarga Salim yakni Christian Salim selaku Direktur PT Tiara Global Propertindo. Seorang terdakwa lain bernama Mariyani merupakan manajer marketing.
Jaksa penuntut menjerat keempat terdakwa dengan tiga dakwaan berlapis yakni dakwaan pasal 46 ayat 1 Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas UU nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Adapun ancaman hukumannya yakni sekurang-kurangnya 5 tahun dan paling lama 15 tahun penjara serta denda sekurang-kurangnya Rp 10 miliar dan paling banyak Rp 200 miliar.
Dakwaan kedua yakni pasal 378 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Sementara dakwaan ketiga yakni pasal 372 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana.
Surat dakwaan jaksa penuntut menyebut uang investasi yang dikumpulkan masuk ke dalam sejumlah perusahaan lain yang tergabung dalam Fikasa Grup. Para korban tergiur dengan janji bunga investasi tinggi di atas rata-rata perbankan. (*)