Vonis Koruptor Proyek Jalan Bengkalis Disunat Jadi 2 Tahun Padahal Negara Rugi Rp 114 Miliar, Netizen: Hakim Baik Hati, Perampok Uang Negara Berpesta!
SabangMerauke News, Jakarta - Putusan banding Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru yang menyunat hukuman terdakwa korupsi proyek jalan di Bengkalis dengan kerugian negara Rp 114 miliar menjadi 2 tahun dikritik keras. Suara netizen begitu marah dan mempertanyakan hati nurani majelis hakim yang menjatuhkan vonis super-ringan tersebut.
"Majelis hakim yang baik hati semoga diberikan panjang umur, agar para perampok uang negara bisa berpesta ria," tulis netizen Had**** pada kolom komentar Facebook, Kamis (23/12/2021).
"Katanya korupsi hukuman mati," komentar netizen Yas***.
BERITA TERKAIT: Waduh! PT Pekanbaru Sunat Vonis Terdakwa Korupsi Proyek Jalan Bengkalis Jadi 2 Tahun, Padahal BPK Hitung Kerugian Negara Rp 114 Miliar
Netizen lain mengaitkan vonis tersebut dengan menilai kondisi hukum saat ini makin parah.
"Sudah terbaca kok, negara ini semakin parah," komentar netizen Jua*****.
BERITA TERKAIT: Putusan 2 Tahun Penjara Kasus Korupsi Rp 114 Miliar di Riau Dinilai Langgar Peraturan Mahkamah Agung
"Luar biasa," tulis Kha**** mengomentari vonis tersebut.
Diwartakan pagi tadi, majelis hakim banding PT Pekanbaru menyunat masa hukuman terdakwa Melia Boentara menjadi 2 tahun penjara dari sebelumnya oleh Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru menjatuhkan hukuman 4 tahun terhadap terdakwa Melia Boentara.
Sementara itu, vonis terhadap Handoko Setiono yang merupakan suami Melia Boentara tetap dipertahankan oleh majelis hakim banding hukuman selama 2 tahun penjara. Sama seperti vonis yang dijatuhkan sebelumnya oleh Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru.
"Menolak permintaan banding dari penuntut umum dan para terdakwa," demikian petikan putusan banding yang terpampang di SIPP Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kamis (23/12/2021).
Vonis banding ini diputuskan oleh trio hakim yang diketuai oleh Dr Panusunan Harahap SH, MH serta dua anggota yakni Khairul Fuad SH, MHum dan Dr Busrizalti, SH, MHum. Panusunan adalah Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru.
Adapun putusan ditetapkan pada Selasa, 21 Desember lalu dengan nomor perkara 35/PID.SUS-TPK/2021/PT.PBR.
BERITA TERKAIT: KY dan MA Didesak Periksa Majelis Hakim Tipikor Pekanbaru yang Vonis 2 Tahun Penjara Korupsi Rp 114 Miliar Perkara KPK
Dalam putusan bandingnya, majelis hakim menyatakan memperbaiki putusan Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru sebelumnya tanggal 19 Oktober 2021, sekedar menyangkut lama hukuman terhadap Melia Boentara (terdakwa I) dari sebelumnya divonis 4 tahun menjadi 2 tahun.
Adapun majelis hakim yang mengadili perkara tingkat pertama di Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru diketuai oleh Lilin Herlina dan dua anggota hakim Dedi Kuswara dan Darlina Darmis.Lilin Herlina bulan lalu mendapat promosi sebagai Ketua PN Jambi. Lilin saat menjatuhkan vonis merupakan Wakil Ketua PN Pekanbaru.
Berdasarkan putusan banding ini, Melia juga tetap dikenakan pidana denda sebesar Rp 100 juta subsidair 3 bulan kurungan penjara. Sama halnya dalam putusan tingkat pertama di Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru, Melia juga dijatuhi hukuman membayar uang pengganti sebesar Rp 10,5 miliar yang wajib dibayarkan paling lambat satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Apabila Melia tidak memiliki harta benda untuk membayar uang pengganti kerugian negara tersebut dipidana selama 1 tahun penjara.
Sementara putusan banding terhadap Handoko tetap selama 2 tahun dan pidana denda sebesar Rp 100 juta subsidair 3 bulan kurungan penjara. Handoko yang merupakan Komisaris PT Arta Niaga Nusantara (ANN) tidak dikenakan hukuman membayar uang pengganti kerugian negara.
Melia adalah istri Handoko yang menjabat sebagai Direktur PT ANN, kontraktor pelaksana proyek jalan multiyears Siak Kecil-Bukti Batu dibiayai APBD Bengkalis 2013-2015 lalu.
Vonis majelis hakim PT Pekanbaru ini jauh sekali dari tuntutan jaksa KPK yang sebelumnya melakukan upaya banding atas putusan Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru. Jaksa dalam permohonan bandingnya menyebut putusan itu tidak memberikan rasa keadilan masyarakat dan efek jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi.
Sebelumnya, jaksa KPK menuntut kedua terdakwa hukuman masing-masing 8 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan penjara. Kedua terdakwa juga dituntut jaksa KPK membayar uang pengganti kerugian negara secara tanggung renteng sebesar Rp 110,5 miliar.
Adapun perhitungan kerugian negara berdasarkan audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam kasus ini yakni sebesar Rp 114 miliar lebih. Sebanyak 4 miliar di antaranya mengalir ke sejumlah pejabat Dinas Pekerjaan Umum Bengkalis dan orang dekat mantan Bupati Bengkalis Herliyan Saleh.
KPK belum dapat dikonfirmasi terkait putusan PT Pekanbaru yang menolak permohonan bandingnya.
Pada pekan lalu, Selasa (14/12/2021), juru bicara KPK, Ali Fikri sempat dikonfirmasi SabangMerauke News ikhwal harapan KPK dalam putusan banding kasus ini. Ia menyatakan KPK tidak bisa mengintervensi putusan pengadilan. Siapa pun pihaknya tidak dibenarkan mempengaruhi ataupun mengintervensi majelis dalam memutus perkara.
Meski demikian menurut Ali Fikri, prinsip independensi hakim sangat penting, namun juga berarti ketika memutus sebuah perkara mesti benar-benar mempertimbangkan banyak aspek keadilan masyarakat.
"Namun, pemahaman bahwa korupsi merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dampaknya begitu dahsyat merusak seluruh sendi kehidupan menjadi hal penting sebagai background utama ketika hakim membangun keyakinannya sebelum memutus perkara," jelas Ali Fikri dalam keterangan tertulis yang dikirim kepada SabangMerauke News, Selasa (14/12/2021) lalu.
KPK kata Ali Fikri menilai pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan suatu siklus yang saling bertaut dan terintegrasi. Paradigma penanganan korupsi sebagai kejahatan extra ordinary tidak hanya soal penegakan hukum demi rasa keadilan.
"Namun bagaimana penegakkan hukum itu juga mampu memberi efek jera untuk mencegah perbuatan serupa kembali terulang," tegasnya.
Sebelumnya, Direktur LBH Visi Keadilan Nusantara, Pagar Sianturi SH meminta agar majelis hakim banding memutus perkara ini dengan menjadikan rasa keadilan masyarakat sebagai alat ukur utamanya. Menurutnya kasus ini tergolong korupsi jumbo yang semestinya memberikan efek jerah dan pemulihan kerugian negara yang optimal.
"Vonis ringan majelis hakim PN Pekanbaru jangan diamini oleh Pengadilan Tinggi Pekanbaru. Jika itu kembali terjadi, maka akan berisiko memperburuk citra pengadilan. Ini adalah kasus yang menjadi atensi publik. Karena kerugian negaranya yang amat besar tidak setimpal dengan hukuman yang dijatuhkan," kata Pagar, Selasa kemarin.
Pagar menyatakan korupsi adalah kejahatan luar biasa. Oleh karena itu hukuman yang dijatuhkan haruslah setimpal sehingga publik masih dapat mempercayai institusi pengadilan sebagai lembaga kredibel dan bermarwah.
"Kami akan mengawal kasus hingga hingga tuntas. Dan kami meminta KPK juga semakin mengintensifkan pengawasan dalam kasus ini. Bagi kami, ini juga adalah evaluasi bagi KPK karena kasus yang ditanganinya ternyata divonis ringan dan kerugian negara hasil audit BPK RI tidak dipakai oleh hakim PN Pekanbaru sebagai angka kerugian yang pasti," tegas Pagar. (*)