Massa Geruduk Kantor PT Baker Hughes Kontraktor PHR di Duri, Tuntut Janji Penerimaan Tenaga Kerja Lokal
SABANGMERAUKE NEWS, Duri - Sejumlah massa warga lokal menggeruduk kantor PT Baker Hughes Indonesia di Kilometer 6 Kulim, Duri, Bengkalis. Massa menagih janji manajemen perusahaan kontraktor PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) tersebut untuk mempekerjakan tenaga kerja lokal setempat.
Kedatangan massa dikoordinir oleh organisasi Komite Reformasi Perjuangan Hak Putra Melayu Riau (KRPHPMR). Akibat aksi yang digelar, Rabu (12/10/2022) ini, selama beberapa jam gerbang kantor terpaksa ditutup.
KRPHPMR sejak beberapa waktu lalu aktif menyuarakan keharusan penggunaan tenaga kerja lokal dan pengusaha lokal di Blok Rokan, pasca alih kelola dari tangan PT Chevron Pacific Indonesia ke PT PHR.
Tak saja keterlibatan tenaga kerja dan pengusaha lokal di PHR sebagai pemberi kerja, namun kebijakan yang sama juga harus diberlakukan kepada mitra-mitra kerja (sub kontraktor) PT PHR.
Sekretaris Jenderal KRPHPMR, Patriadi menegaskan, kedatangan mereka sebagai protes karena janji PT Baker Hughes tak kunjung dipenuhi. Ia menjelaskan pada awal Agustus lalu sudah pernah ada kesepakatan antara KRPHPMR dengan perwakilan manajemen Baker Hughes untuk merekrut sebanyak 4 orang tenaga kerja lokal yang memenuhi kualifikasi.
Namun, terang Patriadi, sudah dua bulan lebih kesepakatan tersebut, namun sampai kemarin janji tak kunjung ditepati.
"Janji yang sudah disepakati untuk merekrut 4 tenaga kerja lokal Melayu tak kunjung direalisasikan. Makanya, kita datang untuk mempertanyakan hal tersebut. Jangan mereka cuma bisa berjanji dan kesannya mengulur-ulur waktu tanpa kepastian," tegas Patriadi, Kamis (13/10/2022) siang.
Kedatangan massa ini cukup mengejutkan pihak PT Baker Hughes. Itu sebabnya, dua pintu besi akses masuk ke yard perusahaan langsung ditutup.
Massa KRPHPMR juga tak ingin lagi berbicara dengan perwakilan humas dan sekuriti PT Baker Haghes untuk mempertanyakan janji tersebut.
"Kesannya percuma bicara dengan mereka yang bukan pengambil keputusan perusahaan. Cuma pepesan kosong bicara dengan mereka. Makanya, kita minta dihadirkan pimpinan tertinggi perusahaan, supaya jelas bagaimana realisasi janji mereka itu," tegas Patriadi.
Alhasil, pihak KRPHPMR pun melalui komunikasi lewat telepon berbicara dengan pimpinan Baker Hughes bernama Warsih. Dalam pembicaraan tersebut, KRPHPMR kembali dijanjikan kalau rekrutmen 4 tenaga kerja lokal akan diproses mulai 25 Oktober mendatang.
Meski demikian, KRPHPMR, kata Patradi akan terus mengawal hasil pembicaraan dengan Warsih tersebut. Ia menegaskan agar Baker Bughes konsisten dengan hasil kesepakatan dan tidak bertele-tele.
"Jangan lagi hanya sekadar janji. Kami akan tagih realisasinya. Jangan sampai kita dipermainkan. Tuntutan tenaga kerja lokal ini sesuai dengan Perda Bengkalis dan aturan yang berlaku," tegas Patriadi.
Informasi yang dirangkum, PT Baker Hughes saat ini juga tidak menjadikan mitra perusahaan lokal untuk kegiatan dukungan sekuriti perusahaan, namun justru lebih memilih perusahaan asal Jakarta.
Pihak manajemen PT Baker Hughes Indonesia belum dapat dikonfirmasi ikhwal desakan penggunaan tenaga kerja dan sub kontraktor lokal tersebut.
Vice President Public Affair PT PHR Sukamto Tamrin dan Manager Corporate Communications Sonitha Poernomo tidak membalas konfirmasi yang dikirimkan SabangMerauke News via pesan WhatsApp.
Isu penggunaan tenaga kerja dan pengusaha lokal di wilayah kerja PT PHR mengemuka di tengah mobilisasi sejumlah anak cucu dan cicit Pertamina, pasca masa konsesi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) di Blok Rokan habis sejak 9 Agustus lalu.
Penuhi Hak Istimewa Daerah
Sebelumnya, Komite Reformasi Perjuangan Hak Putra Melayu Riau (KRPHPMR) juga telah mengingatkan manajemen PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) segera memenuhi hak-hak masyarakat lokal di Duri, Bengkalis. Pemenuhan hak tersebut menyangkut kesempatan untuk dapat bekerja dan ikut berusaha dalam dalam lingkup pekerjaan di Blok Rokan.
Ketua Umum KRP-HPMR, Dr Syarif Abdullah MA menegaskan hal tersebut pasca pertemuan kali kedua dengan manajemen PT PHR di Hotel Grand Zuri Duri, Sabtu (17/9/2022) lalu. Sebelumnya, KRP-HPMR sudah pernah melakukan persamuhan dengan PHR di Gedung Serindit Duri Camp pada 8 September 2022 lalu.
Syarif Abdullah menegaskan, ada dua hak masyarakat lokal yang sangat wajar dapat dipenuhi oleh PHR sebagai operator Blok Rokan pasca alihkelola 9 Agustus 2021 lalu.
Ia bahkan menyebut hal tersebut sebagai hak istimewa dan hak prioritas bagi warga tempatan. Yakni menyangkut diterimanya anak kemenakan yakni masyarakat Melayu lokal bekerja di lingkungan PHR maupun perusahaan mitra kerja (sub kontraktor) anak perusahaan BUMN tersebut.
Menurutnya, saat ini terjadi ketimpangan yang serius terhadap porsi anak kemenakan Melayu yang bekerja di Blok Rokan, bila dibandingkan dengan pekerja lainnya.
Ia menegaskan, tuntutan tersebut tidak bermaksud membangkitkan sentimen lokal kedaerahan. Namun sudah merupakan kewajaran anak-anak Melayu mendapat pekerjaan di tanah airnya sendiri.
"Coba kita lihat saja datanya. Cobalah dibuka. Berapa porsi anak kemenakan Melayu yang bekerja di PHR maupun di perusahaan sub kontraktornya. Sangat timpang sekali. Ini kan gak boleh terus terjadi, dampak sosialnya akan besar. PHR harusnya memahami paradigma tersebut, yakni soal hak istimewa dan prioritas bagi warga tempatan," kata Syarif dalam pembicaraan dengan SabangMerauke News, Minggu (18/9/2022) lalu.
Syarif menegaskan, semua warga Bengkalis dapat bekerja di Blok Rokan. Apalagi sudah ada peraturan daerah Bengkalis yang mengatur porsi tenaga kerja lokal dan tenaga kerja luar daerah. Yakni komposisi 70 persen merupakan tenaga kerja lokal dan 30 persen dapat berasal dari luar daerah. Hal tersebut ditandai dengan kepemilikan identitas kependudukan pekerja.
Hanya saja dalam catatan KRP-HPMR, kata Syarif, porsi tenaga kerja lokal dari unsur anak kemenakan Melayu sangat kecil dan minoritas.
"Anak kemenakan kami saat ini justru banyak menganggur, jadi penonton di daerahnya sendiri. Padahal, mereka memiliki kemampuan untuk bekerja di Blok Rokan. Semula kami berharap Pertamina masuk ke Blok Rokan bisa mengubah pola yang terjadi selama ini," tegas Syarif.
Pihaknya juga mempersoalkan adanya syarat pengalaman kerja dalam rekrutmen tenaga kerja di lingkungan Blok Rokan. Menurutnya, persyaratan tersebut tak adil karena tidak memberikan kesempatan yang sama kepada putra-putri lokal untuk bisa bersaing mendapatkan pekerjaan.
"Jika syarat itu terus dipertahankan, maka akan sangat sulit anak-anak lokal bisa diterima. Kan bisa dilakukan training, sehingga syaratnya tidak kaku dan cenderung tidak fair," tegas Syarif.
Ekspansi Anak Cucu Cicit BUMN
Syarif Abdullah juga meminta agar manajemen PT PHR melibatkan perusahaan-perusahaan lokal terlibat dalam kegiatan di Blok Rokan. Menurutnya, pengusaha-pengusaha lokal mestinya mendapat kesempatan untuk diberi pekerjaan dalam meningkatkan bisnisnya selama ini sehingga bisa naik kelas.
"Jadi, selain hak mendapatkan lapangan pekerjaan, namun hak untuk bekerja (berusaha) juga idealnya harus diberikan kepada pelaku usaha lokal. Jangan sampai pengusaha lokal justru jadi penonton seperti yang tersiar selama ini," katanya.
Syarif juga menyinggung soal aksi ekspansi anak cucu cicit BUMN di Blok Rokan dalam setahun terakhir. Ia menilai, kehadiran perusahaan-perusahaan dari Jakarta tersebut tidak mencerminkan pemberdayaan dan penguatan pelaku usaha lokal.
"Pelaku usaha lokal yang seharusnya naik kelas, justru menjadi kehilangan peran," jelasnya.
Ia mendesak agar dibentuk tim fasilitasi gabungan yang melibatkan unsur PHR, forum perusahaan mitra PHR, pemda dan masyarakat untuk mengurai persoalan yang terjadi di Blok Rokan. Khususnya dalam menyelesaikan persoalan tenaga kerja lokal dan keterlibatan perusahaan lokal di Blok Rokan.
"Kami menunggu niat baik PHR untuk segera merespon harapan dan aspirasi yang berkembang saat ini. Agar ketimpangan yang terjadi segera diatasi," tegas Syarif.
Patuhi Perda Tenaga Kerja
Terpisah, anggota DPRD Bengkalis, Sanusi menegaskan agar semua perusahaan, khususnya PT PHR dan mitra kerjanya mematuhi aturan ketenagakerjaan yang sudah ditetapkan Pemkab Bengkalis. Ia mengutarakan soal Perda Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Pelayanan, Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Lokal di wilayah Kabupaten Bengkalis.
"Sudah jelas dalam perda tersebut soal penggunaan tenaga kerja lokal. Ada aturan yang lengkap untuk melaksanakannya. Kami minta seluruh perusahaan di Bengkalis untuk mematuhinya," tegas Sanusi, Minggu sore.
Politisi PKS ini menegaskan, isu tenaga kerja lokal sangat sensitif. Tidak saja soal dampak dan sisi ekonomi, namun juga menyangkut ekses sosial yakni marwah daerah.
Menurutnya, tenaga kerja lokal merupakan unsur utama daya dukung sosial masyarakat terhadap keberadaan perusahaan, khususnya PHR.
"Ketersediaan dan tanggung jawab perusahaan untuk secara optimal merekrut tenaga kerja lokal merupakan pondasi utama adanya daya dukung sosial masyarakat. Jika tidak diselesaikan, maka muncul ekses sosial yang dampaknya sangat besar," pungkas Sanusi. (*)