Subsidi BBM Indonesia Tak Rasional dan Rawan Manipulasi: Pertamina Harus Diaudit Lembaga Independen!
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Pengamat Kebijakan Publik dan Transportasi Bambang Haryo Soekartono menilai subsidi bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia berpotensi dimanipulasi. Ia menilai subsidi BBM di negeri ini juga tidak rasional bila dibandingkan dengan besaran subsidi BBM di Malaysia.
"Saat saya melakukan observasi, terlihat bahwa harga dari bahan bakar tersebut sama persis dengan yang saya lihat bulan lalu di Kuala Lumpur, yaitu sebesar 2,05 Ringgit atau setara dengan Rp6.700, untuk Oktan 95 yang disubsidi di Malaysia. Harga ini jauh lebih murah dari Pertalite oktan 90 yang disubsidi di Indonesia, yang harganya saat ini sebesar Rp10 ribu,” kata Bambang Haryo dalam keterangannya, Kamis (13/10/2022).
Dia juga membandingkan dengan Malaysia yang mudah mendapatkan BBM, termasuk di daerah pedalaman.
"Di dataran tinggi Kinabalu wilayah pedalaman Sabah yang berjarak lebih dari 3.300 kilometer dari Ibu Kota Negara Malaysia berlimpah ketersediaan BBM," tegas Bambang.
Menurutnya, bahan bakar diesel (solar) untuk angkutan logistik di Malaysia juga sangat berkecukupan di wilayah tersebut dan disubsidi. Misalnya, Shell Fuelsave Diesel harganya hanya sebesar 2,15 Ringgit atau setara Rp7.095, dan tersedia di semua pompa bensin yang ada di wilayah tersebut.
"Sedangkan di Indonesia, Shell Fuelsave Diesel dijual dengan harga sangat mahal, yaitu Rp18.140 dan solar bersubsidi campuran minyak sawit 30 persen (kualitas diesel rendah) harganya Rp6.800. Namun, di wilayah pedalaman Kalimantan di Indonesia sering kehabisan. Hal ini diperburuk dengan rakyat yang harus membeli dengan harga sangat mahal, bisa mencapai dua kali lipat dari harga yang sebenarnya,” jelas pria akrab disapa BHS itu.
Padahal, lanjut Bambang Haryo, subsidi BBM yang dikucurkan pemerintah Indonesia lebih besar dibandingkan di Malaysia pada tahun 2022.
Di Malaysia, papar dia, pemerintah setempat mengucurkan subsidi BBM sebesar Rp 30 miliar Ringgit atau setara dengan Rp99 triliun.
“Untuk kebutuhan 15,5 juta mobil dan 17,5 juta motor dengan konsumsi BBM Oktan 95, demikian juga diesel,”ucapnya.
“Sedangkan di Indonesia, pemerintah mensubsidi BBM Pertalite dengan Oktan 90 dan Biodiesel berkualitas rendah untuk angkutan publik dan logistik massal sebesar Rp650 triliun di tahun 2022 yang disediakan untuk kendaraan berjumlah 15,6 juta mobil dan 112 juta motor, dengan aturan batasan kuota,” imbuh Bambang.
Dengan data tersebut, jelas, terlihat perbedaan yang mencolok dari total subsidi padahal jumlah kendaraan mobil di Malaysia dengan Indonesia hampir sama. Tetapi kualitas BBM yang disubsidi di Malaysia jauh lebih baik serta tanpa batasan kuota dan mudah untuk mendapatkan BBM subsidi tersebut.
"Dapat dikatakan, total anggaran nilai subsidi yang ada di Indonesia dengan tingkat pelayanan jauh di bawah Malaysia adalah tidak masuk akal. Sudah sepatutnya Pertamina harus diaudit oleh lembaga independen. Banyak rumor di Indonesia murahnya harga BBM subsidi di Malaysia karena Malaysia dikatakan sebagai negara pengekspor minyak. Memang benar, namun Malaysia hanya pengekspor minyak mentah seperti halnya Indonesia,” kata Bambang Haryo.
Namun, yang perlu dicatat, kata Bambang, Indonesia jauh lebih besar ekspor minyak mentahnya ke luar negeri.
Sedangkan Malaysia sama dengan Indonesia sebagai negara pengimpor minyak konsumsi dari berbagai negara seperti Australia, Brunei, dan Singapora.
"Di mana mayoritas negara negara tersebut merupakan produsen minyak yang sama untuk impor di Indonesia," pungkasnya. (*)