Utang Indonesia Rp 7 Ribu Triliun Kata Luhut Terkecil di Dunia, Ekonom Langsung Membantah
SABANGMERAUKE NEWS - Sejumlah ekonom membantah klaim Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang mengatakan utang pemerintah Indonesia saat ini adalah terkecil di dunia. Menurut Luhut, rasio utang pemerintah--yang kini nilainya lebih dari Rp 7.000 triliun-- dari produk domestik bruto atau PDB hanya 40 persen.
Direktur Eksekutif Institute for Develompent of Economics and Finance, Tauhid Ahmad, adalah salah satu ekonom yang membantah klaim tersebut. Ia membeberkan data perbandingan tingkat utang pemerintah Indonesia dengan negara lain.
Ia memanfaatkan data Trading Economics dalam membandingkan rasio utang pemerintah terhadap PDB Indonesia dengan sejumlah negara lain. Data itu menunjukkan rasio utang pemerintah Indonesia terhadap PDB masih di level 38,5 persen. Namun dibandingkan negara lain, khususnya di Asia, masih ada beberapa negara yang rasionya di bawah Indonesia seperti Bangladesh 31,7 persen, Brunei Darussalam 2,3 persen, dan Afghanistan 7,8 persen.
"Banyak yang di bawah kita," kata Tauhid saat dihubungi, Senin malam, 8 Agustus 2022.
Data APBN KITA edisi Juli 2022 yang dipublikasikan Kementerian Keuangan menunjukkan utang pemerintah per 30 Juni sebesar Rp 7.123,62 triliun. Posisi itu membuat rasio utang terhadap PDB menjadi pada sebesar 39,56 persen hingga pertengahan tahun 2022.
Hal senada disampaikan oleh Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira. Ia menyitir data International Debt Statistics Bank Dunia 2022 yang menggambarkan posisi utang luar negeri Indonesia terakhir mencapai US$ 417,5 miliar.
Secara nominal utang luar negeri Indonesia itu memang lebih tinggi dibanding negara berkembang lain, seperti Vietnam US$ 125 miliar, Thailand US$ 204 miliar, Filipina US$ 94 miliar, dan Mesir US$ 131 miliar. Secara pertumbuhan angka utang Indonesia juga meningkat 30,9 persen sejak 2016.
"Bisa dikatakan Indonesia salah satu negara lower-middle income country yang jumlahnya utangnya besar," kata Bhima.
Meskipun nilai utang yang dicatat Bank Dunia tersebut tidak bisa langsung dikategorikan sebagai utang pemerintah, karena ada yang dalam bentuk penugasan pembangunan infrastruktur oleh BUMN, menurut Bhima, hal tersebut tetap rentan menimbulkan risiko ke APBN.
Komponen utang tersebut, kata Bhima, termasuk hidden debt yang cukup berbahaya bagi perekonomian. Ia lalu mencontohkan proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung yang mengalami pembengkakan biaya. Awalnya proyek itu menggunakan skema business to business atau B2B, tapi belakangan sebagian ditanggung oleh APBN melalui penyertaan modal ke BUMN.
Sementara itu, rasio cadangan devisa terhadap total utang sebetulnya juga semakin melemah. Pada 2020, reserves to external debt stocks berada pada level 31 persen. Angka itu turun bila dibandingkan pada tahun 2010 yang ada di level 47 persen. Artinya, antara laju utang dengan kemampuan menghasilkan devisa semakin tidak berbanding lurus.
"Akibatnya tekanan selisih kurs akan membuat beban utang meningkat signifikan. Apalagi ada risiko kenaikan tingkat suku bunga, ini akan membuat Indonesia harus membayar bunga utang baru ke depannya," kata Bhima.
Ia juga meragukan efektivitas penggunaan utang untuk membiayai infrastruktur. Sebab porsi belanja pemerintah yang paling gemuk saat ini masih berada di belanja pegawai, belanja barang, dan belanja pembayaran bunga utang. Sementara belanja modal masih tertinggal di urutan belakang.
"Lagipula kalau sekedar membanggakan utang untuk oli pembangunan, ya namanya kurang kreatif itu. Hati-hati berakhir seperti Sri Lanka kalau utang terlalu agresif, sementara pembangunan infrastruktur nya bermasalah," ucap Bhima. "Ini akan membuat Indonesia harus membayar lebih mahal bunga utang baru ke depannya."
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya mengklaim bahwa utang pemerintah Indonesia saat ini adalah yang terkecil ketimbang negara-negara lainnya. Proporsi utang pemerintah Indonesia yang hanya 40 persen dari produk domestik bruto (PDB) terbilang jauh lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara maju yang proporsi utangnya bisa mencapai 100 persen.
"Kami minta bapak-bapak dan teman di daerah jangan dengar bicara aneh-aneh dan tidak jelas, karena pemerintah tahu benar yang dilakukan," ujar Luhut, Senin, 8 Agustus 2022.
Selain itu, kata Luhut, utang pemerintah yang nilainya lebih dari Rp 7.000 triliun merupakan utang produktif. Sebab, utang tersebut di antaranya digunakan untuk membiayai pembangunan jalan tol. Ia pun berpesan kepada masyarakat agar tak mudah ditipu oleh banyaknya informasi yang salah.
Pemerintah dalam berutang, menurut Luhut, sebelumnya telah berhitung dengan seksama, termasuk di dalamnya bagaimana menghitung return on investment-nya. (*)