4 Aksi Keras M Nasir Anggota DPR Dapil Riau: Sebut Pegawai PHR Tak 'Merah Putih' hingga Ancam Pecat dan Usir Dirut BUMN
SM News, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI daerah pemilihan Provinsi Riau, Nazaruddin kembali menjadi pusat perhatian saat rapat di Senayan. Ia mengancam agar Direktur Utama PT PLN (Persero) Zulkifli Zaini diganti karena menolak membeli batu bara dengan harga mahal mengikuti pasaran internasional, Senin (15/11/2021).
Nasir yang merupakan adik mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat ini memang kerap tampil garang saat rapat dengan mitra kerjanya. Berkali-kali aksinya menjadi trending karena sikap dan cara bicaranya yang lugas, keras dan bernada ancaman.
Berikut sejumlah aksi Nasir yang sudah dua periode menjadi anggota DPR RI dari Provinsi Riau.
1. Ancam Copot Dirut PLN
Direktur Utama PLN, Zulkifli Zaini menolak membeli batu bara dengan harga mahal karena bakal berdampak ke tarif listrik dan keuangan negara. Pemerintah sejak 2018 telah menetapkan patokan harga batu bara untuk kelistrikan maksimal USD 70 per ton. Kebijakan ini diberlakukan untuk menjaga tarif listrik tidak naik ketika harga batu bara dunia melambung di atas USD 70 per ton.
Ancaman Nasir lantaran menilai kalau Dirut PLN tak berani mengambil risiko.
Hari ini batu bara itu primadona, kalau bapak enggak mau bersaing, ya enggak akan dapat. Saya usul pimpinan, nanti sampaikan ke menteri, dirut dan wadirut (PLN) diganti. Cari yang pandai dagang," kata Nasir dalam rapat dengan PLN dan Dirjen Minerba di DPR RI, Senin (15/11/2021).
2. Tuding Pegawai PHR Tak 'Merah Putih'
Dalam rapat kerja dengan Direktur Pertamina, Nicke Widyawati pada akhir September lalu, Nasir juga menuding kalau pegawai PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang merupakan anak perusahaan Pertamina diragukan 'merah putih'. Ia meminta agar seluruh pegawai PHR dievaluasi ulang. PHR adalah anak perusahaan Pertamina yang sejak 9 Agustus lalu menjadi pengelola Blok Rokan usai masa konsesi Chevron habis.
Nasir tak setuju seluruh pegawai eks Chevron direkrut menjadi pegawai PHR. Ia menilai banyak data-data tentang Blok Rokan yang tak diserahkan oleh Chevron. Sikap itu yang menurut Nasir kalau eks pegawai Chevron diragukan 'merah putih'. Istilah 'merah putih' kerap dikaitkan dengan nasionalisme yakni cinta Tanah Air.
Nasir juga meminta agar Dirut Pertamina melaporkan ke aparat hukum dugaan penggelapan aset eks Chevron yang merupakan milik negara. Salah satunya adalah kampus Politeknik Caltex Riau di Rumbai yang kini diserahkan kepada yayasan, tidak lagi menjadi aset negara.
"Laporkan itu ke polisi. Kalau tidak saya yang akan melaporkannya," kata Nasir saat itu.
3. Minta Jatah CSR ke Pertamina
Dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi VII DPR RI dengan PT Pertamina (Persero) pada Rabu (29/1/2020) lalu, Muhammad Nasir secara terang-terangan meminta jatah corporate social responsibility (CSR) ke BUMN perminyakan tersebut.
Kepada Pertamina, Nasir menanyakan kenapa bantuan dari Pertamina untuk daerah pemilihannya di Riau II belum juga datang.
"Ini kita sudah masuk sidang pertama, pulang ke dapil enggak bawa apa-apa. Jadi kita minta, apa kita buat polanya seperti tahun lalu, kira-kira seperti apa Bu Dirut?" kata dia bertanya kepada Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati.
Dia bahkan meminta Sekretaris Perusahaan Pertamina untuk dicopot saja karena dianggap payah kerjanya. Nasir ingin Sekper Pertamina seharusnya mencari para anggota DPR untuk pemberian dana CSR, bukan sebaliknya.
4. Ancam Bos Inalum
Rapat antara Komisi VII DPR RI dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum pada Selasa (30/6/2020) lalu sempat memanas. Penyebabnya, Nasir menggebrak meja dan meminta Direktur Utama Inalum saat itu Orias Petrus Moedak, keluar dari ruangan.
"Bapak bagus keluar, enggak ada gunanya di sini. Anda bukan buat main-main di DPR. Anda bukan buat main-main di sini. Anda itu enggak lengkap bahannya. Enak betul Anda di sini. Siapa yang naruh Anda di sini?" ujar Nasir kepada Orias dengan nada tinggi.
Nasir bahkan mengancam akan mengirim surat ke Menteri BUMN Erick Thohir untuk mencopot Orias.
"Saya minta diganti dirut ini. Saya kirim surat pribadi dari fraksi, nanti kami bicara Fraksi Demokrat. Saya akan kirimkan Pak Erick sebagai menteri BUMN," ujarnya.
Awalnya, Nasir meminta penjelasan pada Orias soal Global Bond yang baru diterbitkan Inalum. Pertama, USD 4 miliar yang diterbitkan tahun lalu untuk pembelian 51 persen saham PT Freeport Indonesia.
Perusahaan kembali menerbitkan global bond senilai USD 2,5 miliar atau setara dengan Rp 35 triliun (kurs dolar Rp 14.000) belum lama ini untuk refinancing dua utang perusahaan yang jatuh tempo pada 2021 senilai USD 1 miliar dan 2023 sebesar USD 500 juta. Nasir yang tidak paham dengan penjelasan Orias tentang utang perusahaan lalu merasa geram. (*)