Klaim PHR Sebut Blok Rokan Setor Rp 2,7 Triliun, Pengamat: Kebenaran Terungkap dari Laporan Keuangan!
SABANGMERAUKE, Jakarta - Direktur Utama PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), Jaffee A. Suardin mengklaim Blok Rokan telah menyetor ke kas negara sebesar Rp 2,7 triliun. Setoran tersebut merupakan hasil minyak yang diproduksi sejak Blok Rokan diambil alih dari tangan Chevron oleh Pertamina per 9 Agustus 2021 lalu.
Bagaimana pengamat menilai klaim PHR tersebut?
Peneliti dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng menyatakan sah-sah saja jika Pertamina mengklaim telah menyetor sebesar Rp 2,7 triliun. Namun, kebenaran klaim tersebut hanya akan bisa dibuktikan dari laporan keuangan PHR sebagai bukti otentik hasil produksi minyak blok Rokan.
"Semua akan bisa dibuktikan kebenarannya nanti dalam laporan keuangan, apakah benar Pertamina cukup uang dalam mengoperasikan Blok Rokan. Ini bisa kita nilai nanti di tahun 2023 untuk laporan keuangan tahun 2022," kata Salamuddin Daeng via pesan WhatsApp kepada RiauBisa.com (Sabang Merauke News Network), Minggu (7/11/2021) malam.
Sebelumnya Direktur Utama PHR, Jaffee A. Suardin lewat keterangan resmi perusahaan, Jumat (5/11/2021) lalu mengklaim PHR menyetor hasil penerimaan dari penjualan minyak mentah sebesar Rp 2,1 triliun dan pembayaran pajak Rp 607,5 miliar. Pembayaran pajak ini sudah termasuk pajak-pajak ke daerah. Kumulasi setoran mencapai Rp 2,7 triliun lebih.
Salamuddin Daeng dalam kalkulasi sederhananya menghitung nilai produksi Blok Rokan jika produksi rata-rata 175 ribu barel per hari. Dengan klaim produksi harian itu, maka kumulasi produksi tahunan bisa mencapai 63 juta barel selama setahun. Jika dikaitkan dengan harga minyak sebesar 70 dolar per barel rata rata dengan tingkat kurs Rp 14.500, maka Blok Rokan bisa mendapatkan pendapatan senilai Rp 63 triliun setahun. Angka itu belum dihitung cost produksi dan biaya lain-lainnya.
"Kalau angka perkiraan harian produksi itu yang dipakai, ya bisa saja segitu besaran setorannya. Hal yang wajar," kata Salamuddin.
Meski demikian, Salamuddin menilai pernyataan direksi PHR kerap berubah-ubah soal angka produksi Blok Rokan. Terkadang produksi disebut 150 ribu barel, kadang 175 ribu barel bahkan terkadang 200 ribu barel per hari.
"Tapi omongan direksi PHR masih berubah-ubah. Media membahas angka yang berbeda beda, jadi belum ada angka yang pasti yang dapat menjadi pegangan. Produksi disebutkan kadang kadang 150 ribu barel, 175 ribu barel, kadang 200 ribu barel. Jadi angka yang pasti tidak ada, semua masih kira-kira," jelas Salamuddin.
Keadaan Simpang Siur
Menurut Salamuddin Daeng, keadaan di Blok Rokan masih simpang siur. Khususnya menyangkut kemampuan keuangan perusahaan untuk pengeboran sumur baru, jumlah sumur yang tak pasti dan belum ada perencanaan yang pasti terkait investasi baru.
"Soal mitra juga belum pasti dan banyak lagi masalah pengalihan aset yang masih berantakan. Seperti masalah limbah minyak eks Chevron, aset Chevron yang belum jelas statusnya dan masalah sub holding yang belum rampung di Pertamina," terang Salamuddin.
Kontraktor Lokal Mati Suri
Sebelumnya diwartakan sejak diambil alihnya Blok Rokan dari Chevron, mobilisasi anak perusahaan Pertamina dan BUMN untuk menggarap proyek di Blok Rokan membuat kalangan kontraktor lokal menjerit. Para kontraktor lokal menilai keadaan makin sulit karena PHR tidak membuka pelelangan secara terbuka dalam pengadaan barang dan jasa di Blok Rokan.
Berlindung di bawah Keputusan Menteri BUMN, bahwa pengadaan barang dan jasa dapat dilakukan lewat penunjukkan langsung. Alhasil, dominasi anak perusahaan Pertamina dan BUMN tak bisa dibendung.
"Tidak ada lagi kompetisi sehat dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan PHR. Didominasi penunjukkan langsung ke anak perusahaan Pertamina dan BUMN. Padahal saat era Chevron, kita bisa ikut tender terbuka," kata seorang pengusaha kontraktor di Pekanbaru yang sering bermain di Blok Rokan.
Lebih anehnya, keberadaan anak perusahaan Pertamina dan BUMN di Blok Rokan telah membuat alur rantai proyek pengadaan barang dan jasa begitu panjang. Anak perusahaan Pertamina dan BUMN diduga 'menjual' proyek ke perusahaan lain dan selanjutnya perusahaan tersebut menggaet mitra kerja pelaksana kegiatan proyek.
Soal itu, sebuah dokumen rencana kerja proyek diperoleh Sabang Merauke News. Dari dokumen tersebut terlihat rantai panjang pengadaan proyek di lingkungan Blok Rokan.
Pihak PHR belum pernah memberikan klarifikasi substantif atas pola kebijakan pengadaan barang dan jasa yang diributkan kontraktor lokal tersebut. PHR hanya menyebut kalau pengadaan barang dan jasa sudah memenuhi ketentuan dan peraturan yang berlaku. (*)