Diguyur Fulus Minyak PI Blok Rokan Rp 3,5 Triliun dari Pertamina, Ini Perkiraan Uang yang Diperoleh 6 Pemda di Riau
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Pertamina dikabarkan telah mencairkan dana Participating Interest (PI) 10 persen dari pengelolaan Blok Rokan oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) pada akhir 2023 lalu. Informasi yang beredar, total dana PI tersebut mencapai Rp 3,5 triliun.
Fulus sebanyak Rp 3,5 triliun tersebut, merupakan akumulasi dana PI Blok Rokan dari periode pengelolaan sejak 9 Agustus 2021 hingga 30 Oktober 2023.
Pembayaran dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama pembayaran ditunaikan, Rabu (13/12/2023) silam, yakni untuk pembayaran PI periode 9 Agustus 2021 hingga 31 Desember 2022.
Sementara dikabarkan pembayaran tahap kedua yakni untuk periode 1 Januari 2023 hingga 30 Oktober 2023 dilakukan pada 27 Desember lalu.
Adapun dana tersebut ditransfer ke PT Riau Petroleum Rokan (RPR) yang merupakan anak perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemprov Riau, yakni PT Riau Petroleum. Kepemilikan saham di PT RPR dikuasai oleh Pemprov Riau dan 5 BUMD milik kabupaten di Riau. RPR ditunjuk sebagai BUMD pengelola dana PI 10 persen Blok Rokan oleh Gubernur Riau saat dijabat Syamsuar.
Lantas, berapa kucuran dana PI Blok Rokan yang mengalir ke sejumlah Pemda di Riau yang wilayahnya terdapat daerah operasi produksi minyak tersebut?
Pembagian dana PI Blok Rokan didasarkan pada komposisi kepemilikan saham sebanyak 5 pemda kabupaten plus Pemprov Riau. Kelima daerah yang mendapat cipratan dana PI yakni Bengkalis, Rokan Hilir, Rokan Hulu, Siak, dan Kampar.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, komposisi saham di PT RPR dimiliki mayoritas oleh Pemprov Riau sebesar 50 persen yang diwakili oleh PT Riau Petroleum.
Sementara, Kabupaten Bengkalis kepesertaannya diwakili oleh BUMD PT Bumi Laksmana Jaya (BLJ) yang memiliki saham sebesar Rp 17 persen. Kemudian, PT Sarana Pembangunan Rohil yang merupakan milik Pemkab Rohil memiliki saham sebesar 15 persen.
Pemkab Siak diwakili oleh PT Siak Pertambangan Energi sebesar 12 persen, Pemkab Kampar melalui PT Kampar Aneka Karya sebesar 5 persen. Kemudian Pemkab Rokan Hulu melalui Perumda Rokan Hulu Jaya memiliki saham hanya 1 persen.
Jika menggunakan proporsi kepemilikan saham tersebut, dengan catatan seluruh dana PI Blok Rokan dijadikan dividen setelah dikurangi biaya operasional RPR, maka kemungkinan Pemprov Riau akan menerima separuh (50 persen) dari total Rp 3,5 triliun atau penerimaan kotor sekitar Rp 1,75 triliun.
Sementara Pemkab Bengkalis melalui PT Bumi Laksmana Jaya akan memperoleh sekitar Rp 595 miliar. Kemudian Pemkab Rokan Hilir yang memiliki saham 15 persen diperkirakan mendapat dana PI sebesar Rp 525 miliar.
Selanjutnya, Pemkab Siak yang memiliki saham sebanyak 12 persen diperkirakan mendapat fulus dana PI sebesar Rp 420 miliar. Kemudian Pemkab Kampar yang sahamnya sebanyak 5 persen, kemungkinan mendapatkan dana PI sebesar Rp 175 miliar.
Terakhir, Pemkab Rokan Hulu yang sahamnya hanya sebanyak 1 persen, akan mendapatkan dana PI Blok Rokan sebesar Rp 35 miliar.
Menunggu RUPS
Terpisah, Direktur PT Riau Petroleum, Husnul Kausarian menyatakan, jumlah pasti dana PI 10 persen Blok Rokan masih menunggu pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
"Jumlah fix-nya nanti diumumkan pada saat RUPS tahunan," terang Husnul, Rabu (13/3/2024).
Sementara itu, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset (BPKAD) Provinsi Riau, Indra tidak bersedia menjelaskan soal mekanisme pembagian dana PI Blok Rokan.
"Silakan ditanyakan kepada Asisten II Setdaprov Riau (M Job Kurniawan)," balas Indra via pesan WhatsApp.
Asisten II Setdaprov Riau M Job Kurniawan belum menjawab pesan konfirmasi yang dilayangkan media ini. Job juga menduduki kursi Komisaris Utama PT Riau Petroleum.
Transparansi Dana PI
Pembayaran PI 10 persen dilakukan setelah Kementerian ESDM menerbitkan persetujuan lewat surat bernomor T-817/MG.04/MEM/2023 tanggal 4 Oktober 2023. Surat tersebut perihal Persetujuan Pengalihan Partisipasi Interest 10% di Wilayah Kerja (WK) Rokan. Dengan demikian, susunan pemegang PI di WK Rokan yakni, PT PHR sebanyak 90% dan Provinsi Riau melalui PT Riau Petroleum Rokan (RPR) sebanyak 10 persen.
Lantas, dari mana muncul uang dana PI 10 persen sebesar Rp3,5 triliun tersebut? Apa dasar perhitungannya?
Ikhwal ketentuan tentang PI 10 persen diatur lewat Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 37 Tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest 10 Persen pada Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi.
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM tersebut, Participating Interest 10 persen didefenisikan sebagai besaran maksirnal sepuluh persen participating interest pada kontrak kerja sama yang wajib ditawarkan oleh kontraktor kepada Badan Usaha Milik Daerah atau Badan Usaha Milik Negara.
Pada Pasal 4 Peraturan Menteri ESDM itu disebutkan, dalam penawaran PI 10% kepada BUMD untuk lapangan yang berada di daratan dalam satu provinsi, pembentukan BUMD-nya dikoordinasikan oleh gubernur dengan melibatkan bupati/ walikota yang wilayah
administrasinya terdapat lapangan minyak atau gas yang disetujui rencana pengembangannya.
Sementara, menyangkut pembagian persentase keikutsertaan saham provinsi dan/ atau kabupaten/kota pada BUMD, didasarkan atas pelamparan reservoir cadangan minyak dan gas bumi pada masing-masing wilayah provinsi/ kabupaten/ kota yang akan diproduksikan.
Adapun penentuan pelamparan reservoir cadangan minyak dan gas bumi didasarkan
pada hasil sertifikasi lembaga independen yang ditunjuk oleh para pihak. Beberapa waktu lalu, hasil data pelamparan reservoir telah dituntaskan.
Sementara itu, pada Pasal 12 disebutkan kalau penawaran PI 10% kepada BUMD dilaksanakan melalui skema kerja sama antara BUMD dengan kontraktor, dalam hal ini kontraktornya adalah PT PHR.
Kontraktor akan menalangi pembiayaan terlebih dahulu terhadap besaran kewajiban BUMD. Besaran kewajiban BUMD dihitung secara proporsional dari biaya operasi yang dikeluarkan selama masa eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan rencana kerja dan anggaran.
Atas pembayaran besaran kewajiban tersebut, BUMD berhak mendapatkan pengembalian biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh kontraktor selama masa eksplorasi dan eksploitasi.
Namun, BUMD harus melakukan pengembalian terhadap pembiayaan yang telah didahulukan oleh PHR untuk kebutuhan operasi. Pengembalian pembiayaan itu diambil dari bagian BUMD dari hasil produksi minyak bumi dan/ atau gas bumi sesuai kontrak kerja sama tanpa dikenakan bunga.
Besaran pengembalian pembiayaan setiap tahunnya dilakukan menurut kelaziman bisnis dari besaran kewajiban BUMD dengan tetap menjamin adanya penerimaan bagi hasil produksi minyak dan gas bumi
dalam jumlah tertentu untuk BUMD.
Jangka waktu pengembalian pembiayaan dihitung mulai pada saat produksi sampai dengan terpenuhinya seluruh kewajiban BUMD dalam jangka waktu kontrak kerja sama.
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM tersebut, maka uang minyak PI 10 persen Blok Rokan yang diterima Riau sebesar Rp3,5 triliun itu, merupakan penerimaan bersih setelah dipotong pembiayaan operasional PHR.
Oleh karena itu, Pemprov Riau melalui PT Riau Petroleum Rokan (RPR) haruslah dapat memastikan besaran pembiayaan operasional yang dikeluarkan oleh PHR. Sebab, jika pembiayaan operasional PHR makin besar, maka potongan pembiayaan yang akan ditanggung secara proporsional oleh RPR akan semakin besar pula.
Pada sisi lain, Pemprov Riau dan jajaran pemda yang wilayahnya terdapat areal operasi produksi minyak, juga harus dapat mengakses data produksi minyak yang sesungguhnya. Sebab, semakin besar produksi minyak yang dikeruk, maka akan semakin jumbo pula uang PI 10 persen Blok Rokan yang akan diterima daerah.
Dalam hal ini, seharusnya perwakilan Pemprov Riau ada di dalam manajemen PHR, untuk memastikan objektivitas perhitungan pembiayaan operasional dan juga produksi minyak.
Memang, PT RPR memiliki kesempatan untuk mendapatkan akses data Blok Rokan. Namun, untuk mendapatkan akses data tersebut harus menempuh prosedur yang rumit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (*)