Tanah Urug Proyek Sumur Minyak PT PHR Cemari Jalan Lintas Nasional di Rohil, Praktisi Hukum: Dulu Korbannya Buruh Migas, Sekarang Masyarakat Terancam!
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Kondisi jalan lintas nasional di Rokan Hilir yang berlumpur parah akibat pencemaran tanah urug untuk proyek sumur minyak Blok Rokan yang dikelola PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) masih menjadi sorotan keras. Jalan menjadi licin akibat tanah berserakan dan tersiram air, hingga menimbulkan kecelakaan lalu lintas terhadap kendaraan yang melintas.
Praktisi hukum, Patar Sitanggang SH, MH menilai, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) seolah tutup mata dan ingin lepas tangan atas masalah tersebut. Menurutnya, tanggung jawab akibat dampak pengerukan dan pengangkutan tanah tersebut tidak saja berada pada mitra kerja (kontraktor atau sub kontraktor), namun juga melekat pada manajemen PHR sebagai pemberi kerja.
"PHR harus bertanggung jawab karena mereka adalah pemberi kerja. Tugas melakukan pengawasan terhadap mitra kerja atau kontraktor ada di bawah kendali PHR," tegas Patar, Selasa (12/3/2024).
Patar yang merupakan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Pergerakan Seluruh Advokat Indonesia (PERSADI) ini menegaskan, kondisi jalan lintas nasional berlumpur yang memicu kecelakaan lalu lintas di Rokan Hilir, sebagai cerminan minimnya penerapan keselamatan kerja di lingkungan PHR. Kondisi ini bertolak belakang saat Blok Rokan dulunya dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).
Menurutnya, pengangkutan tanah urug untuk kebutuhan pembangunan sumur minyak atau fasilitas penunjang di Blok Rokan, bukan baru kali ini dilakukan. Namun, biasanya setiap ada aktivitas pengangkutan tanah, selalu dilakukan pembersihan dalam waktu yang singkat pada jalan umum yang dilalui.
Ia mendapat informasi, pencemaran jalan lintas nasional Sumatera di Rokan Hilir Hilir akibat pengangkutan tanah ini sudah berlangsung sejak lama. Ironisnya, kondisi jalan umum yang dilalui terkesan dibiarkan, sehingga memicu terjadinya kecelakaan lalu lintas karena jalan menjadi licin.
"Memang kalau kita melintas di jalan nasional Rokan Hilir, kita selalu melihat jalan itu kotor oleh tumpahan tanah. Kita heran kok keadaan ini dibiarkan, padahal sangat telanjang di depan mata," kata Patar.
Patar menilai, pembiaran kondisi jalan tersebut telah menjadi ancaman nyata bagi keselamatan masyarakat. Ia menyinggung soal tingginya kecelakaan kerja buruh migas di Blok Rokan pasca dikelola PT PHR sejak Agustus 2021 lalu, sebagai bukti unsur safety (keselamatan) masih menjadi hal krusial di Blok Rokan.
"Sebelumnya Blok Rokan dihebohkan oleh kasus kecelakaan kerja yang menyebabkan belasan buruh migas meninggal dunia. Sekarang, keselamatan masyarakat sekitar pun terancam," kata Patar.
Ia mengaku miris ketika tidak ada otoritas (pemerintah dan aparat) yang mampu untuk mengingatkan dan memberi sanksi kepada PHR. Menurutnya pembiaran terhadap cara-cara kerja PHR yang merugikan masyarakat merupakan pertanda kontrol terhadap PHR sangat lemah.
"Publik harus mempertanyakan apakah pemerintah dan otoritas lainnya mandul atau tak berdaya terhadap PHR. Ada apa ini semua, kok semua terkesan membisu dan membiarkan keadaan?" gugat Patar.
Karena tidak adanya fungsi pengawasan pemerintah terhadap dampak aktivitas PHR dan mitra kerjanya, Patar berencana akan melakukan gugatan hukum.
"Kami akan mendalami kajian hukumnya," pungkas Patar.
Sebelumnya, Ketua Umum Masyarakat Pecinta Lingkungan Hidup (Mapalhi) Habib Gultom juga telah meminta perusahaan bertanggung jawa atas kondisi jalan yang tercemar akibat kegiatan pengerukan dan pengangkutan tanah untuk persiapan pengeboran sumur minyak di Blok Rokan yang dikelola PT PHR.
"Kontraktor harus bertanggungjawab akibat dari aktivitas pengangkutan tanah urug untuk kepentingan pengeboran minyak di Blok Rokan tersebut," tegas Habib Gultom, Minggu (11/3/2024).
Ia menjelaskan, akibat dampak tanah berlumpur yang sudah membuat jalan lintas nasional licin, sudah banyak pengendara sepeda motor yang tergelincir dan jatuh.
"Pengusaha harus siap dengan segala risiko yang ditimbulkan apalagi sudah mengakibatkan korban," kata Habib Gultom.
Ia menerangkan, pengguna jalan berhak keberatan dengan adanya aktivitas usaha yang merugikan mereka. Apalagi jalan tersebut merupakan jalan umum milik pemerintah nasional, bukan milik perusahaan.
"Perusahaan harus ramah lingkungan, bukan malah kehadiran perusahaan meresahkan masyarakat," katanya.
Ia juga mendesak agar izin pertambangan dan penggalian tanah untuk proyek sumur minyak PT PHR tersebut diselidiki. Termasuk Amdal dan Amdal lalu lintas, terlebih kendaraan yang mengangkut tanah itu melewati jalan nasional.
"Izin pertambangan tanah milik perusahaan tersebut juga harus dipertanyakan, apakah punya izin atau tidak," ujarnya.
Ia juga mendesak Dinas Lingkungan Hidup Rokan Hilir, DLHK Provinsi Riau dan Kementerian LHK untuk melakukan verifikasi atau penyelidikan terhadap perusahaan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan. Termasuk Dinas ESDM dan Kementerian ESDM harus segera turun ke lapangan.
Perlu diketahui, izin pertambangan tanah atau galian C diterbitkan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas ESDM.
Habib meminta diterapkannya prosedur kerja yang memenuhi ketentuan lingkungan hidup dan penggunaan jalan raya umum.
"Ini jalan lintas nasional, tidak layak dipenuhi tanah. Seharusnya kendaraan yang keluar masuk dari lokasi driling ataupun galian, dibersihkan terlebih dahulu agar tanah yang terbawa roda kendaraan tidak tumpah dan mencemari jalan hingga berlumpur dan licin," pungkas Habib.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada penjelasan dari perusahaan pengerukan dan pengangkutan tanah urug yang telah mencemari badan jalan tersebut. Corporate Secretary PT PHR, Rudi Ariffianto juga belum merespon.
Pengendara Jalan Tergelincir
Diwartakan sebelumnya, tumpahan tanah urug untuk proyek sumur minyak Blok Rokan yang dikelola PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) berserakan di badan jalin lintas nasional Sumatera di Bangko Bakti, Rokan Hilir, Riau. Seolah dibiarkan begitu saja, jalan menjadi berlumpur dan licin yang memicu kecelakaan lalu lintas.
Akibat Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) yang berlumpur licin itu, banyak pengendara sepeda motor yang terjatuh pada Jumat (8/3/2024) petang kemarin.
"Ya di depan mata saya sendiri banyak kendaraan sepeda motor yang terjatuh. Kalau tidak salah ada 8 kendaraan yang tergelincir di jalan. Ini karena tanah yang terbawa kendaraan keluar masuk dari lokasi pengeboran minyak maupun penggalian tanah urug," kata Syafirzal warga setempat, Sabtu (9/3/2024).
Jalan yang kotor dipenuhi tanah, diperparah lagi karena dilakukan penyiraman oleh pihak perusahaan kontraktor.
"Ini sudah lama terjadi, biasanya kalau hujan saja jalan menjadi licin. Kali ini tidak hujan, jalan disiram. Akibatnya jalan aspal menjadi licin dan banyak korban berjatuhan mengalami luka-luka," ungkap Syafirzal.
Masyarakat setempat pun langsung menggelar aksi protes sejak kemarin dan dilanjutkan pada Sabtu (9/3/2024) sembari menunggu perwakilan dari PT PHR dari wilayah Duri, Kabupaten Bengkalis.
Pantauan di lokasi, terlihat beberapa titik kumpul warga yang melakukan protes agar kendaraan truk tidak keluar masuk jalan aspal untuk sementara waktu. Warga berkumpul di simpang jalan menuju lokasi pengeboran minyak dan galian tanah urug.
Puluhan warga juga tampak sedang menunggu perwakilan dari Duri di salah satu tempat pengeboran minyak dan gas atau driling yang dikerjakan subkontraktor PT Asrindo Citrasni Satria, di Gang Janda, Dusun Balam Barat, Kepenghuluan Bangko Bakti, Kecamatan Bangko Pusako. Terlihat di lokasi beberapa anggota Polsek Bangko Pusako dan Koramil 05/Rimba Melintang untuk berjaga-jaga.
Seperti diketahui, perusahaan kontraktor atau mitra PHR di wilayah tersebut adalah PT Hutama Karya Infrastruktur, yang bergerak dalam penggalian tanah urug dan pengangkutan tanah urug untuk kepentingan tapak sumur minyak dan driling.
Sedangkan subkontraktor di bidang driling dikerjakan beberapa perusahaan di antaranya PT Erlangga, PT Pertamina Driling Service Indonesia dan PT Asrindo Citrasni Satria.
Kondisi jalan lintas Sumatera yang berlumpur karena aktivitas di blok minyak Rokan yang dikelola PT PHR ini sudah lama dikeluhkan oleh masyarakat. Ironisnya, tidak ada penegakan hukum yang dilakukan oleh otoritas terkait, baik kepolisian maupun Dinas Lingkungan Hidup.
Di sisi lain, pengawasan manajemen PHR terhadap mitra kerjanya dinilai tak berjalan. Hal ini bertolak belakang ketika dulunya Blok Rokan dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia (CPI). PT PHR mendapat konsesi migas Blok Rokan dari pemerintah sejak 9 Agustus 2021 silam. (R-02/R-03)