Waduh! DBH Kelapa Sawit Riau 2024 Anjlok, Ini Rincian yang Diterima Pemprov Riau dan 11 Kabupaten/ Kota
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Penurunan dana bagi hasil (DBH) sumber daya alam yang diperoleh jajaran pemerintah daerah di Provinsi Riau pada tahun 2024 tak hanya terjadi pada sektor minyak bumi dan gas (migas). Hal yang sama juga terjadi pada perolehan DBH kepala sawit.
Jika pada tahun 2023 lalu, total penerimaan DBH kelapa sawit yang diterima Pemprov Riau dan 12 kabupaten/ kota mencapai Rp 391,95 miliar, namun pada tahun 2023 ini, total penerimaan DBH kelapa sawit hanya sebesar Rp 340,76 miliar. Dengan demikian, terjadi penurunan perolehan DBH kelapa sawit mencapai Rp 51 miliar lebih.
Jumlah DBH kelapa sawit yang diterima Pemprov Riau tahun lalu mencapai Rp 83,13 miliar. Namun tahun ini Pemprov Riau hanya akan mendapatkan sebesar Rp 73,43 miliar atau berkurang mencapai Rp 10 miliar.
Berdasarkan data yang diperoleh SabangMerauke News, Rabu (31/1/2024), penurunan DBH kelapa sawit tahun 2024 ini juga terjadi pada 11 kabupaten/ kota di Riau. Misalnya, tahun lalu Kabupaten Bengkalis mendapat sebesar Rp 22,16 miliar, tapi di tahun ini menurun menjadi Rp 19,57 miliar.
Tahun lalu, Kabupaten Indragiri Hilir merupakan daerah yang mendapatkan DBH sawit terbesar di jajaran pemda di Riau yakni sebesar Rp 43,39 miliar. Tapi, pada tahun 2024 ini, kabupaten berjuluk Negeri Seribu Parit ini hanya mendapat Rp 38,33 miliar.
Adapun daerah yang mendapatkan DBH kelapa sawit terkecil tahun ini yakni Kota Pekanbaru sebesar Rp 11,68 miliar. Tahun lalu, Kota Pekanbaru menerima DBH kelapa sawit sebesar Rp 13,22 miliar.
Yang paling apes, selama dua tahun berturut-turut sejak 2023 lalu dan tahun ini, Kabupaten Kepulauan Meranti tidak mendapatkan sama sekali DBH kelapa sawit.
Berikut data penerimaan DBH Kelapa Sawit Provinsi Riau dan 11 kabupaten/ kota di Riau tahun 2024:
1. Provinsi Riau: Rp 73.434.754.000,-
2. Kabupaten Bengkalis: Rp 19.575.199.000,-
3. Kabupaten Indragiri Hilir: Rp 38.334.387.000,-
4. Kabupaten Indragiri Hulu: Rp 24.119.872.000,-
5. Kabupaten Kampar: Rp 32.317.551.000,-
6. Kabupaten Kuantan Singingi: Rp 15.015.686.000,-
7. Kabupaten Pelalawan: Rp 29.921.563.000,-
8. Kabupaten Rokan Hilir: Rp 34.709.777.000,-
9. Kabupaten Rokan Hulu: Rp 31.357.598.000,-
10. Kabupaten Siak: Rp 25.536.831.000,-
11. Kota Dumai: Rp 14.824.806.000,-
12. Kota Pekanbaru: Rp 11.684.385.000,-
13. Kabupaten Kepulauan Meranti: -
Total: Rp 340,76 miliar lebih
Sebagai perbandingan, berikut rincian DBH kepala sawit yang akan diterima Pemprov Riau dan 11 kabupaten/ kota tahun 2023:
1. Provinsi Riau: Rp 83.132.939.000,-
2. Kabupaten Bengkalis: Rp 22.160.404.000,-
3. Kabupaten Indragiri Hilir: Rp 43.397.030.000,-
4. Kabupaten lndragiri Hulu: Rp 27.305.271.000,-
5. Kabupaten Kampar: Rp 34.756.301.000,-
6. Kabupaten Kuantan Singingi: Rp 16.998.738.000,-
7. Kabupaten Pelalawan: Rp 33.873.165.000,-
8. Kabupaten Rokan Hilir: Rp 39.293.736.000,-
9. Kabupaten Rokan Hulu: Rp 33.687.684.000,-
10. Kabupaten Siak: Rp 27.419.188.000,-
11. Kota Dumai: Rp 16.782.649.000,-
12. Kota Pekanbaru: Rp 13.227.487.000,-
13. Kepulauan Meranti: -
Jumlah: Rp 391,95 miliar.
Penggunaan DBH Kelapa Sawit
Penggunaan DBH Kelapa Sawit tak boleh dipakai sembarangan. PMK Nomor 91 Tahun 2023 mengatur secara ketat pemakaian dana tersebut secara rinci.
Berdasarkan Pasal 16 PMK Nomor 91 Tahun 2023 disebutkan, DBH Sawit digunakan untuk membiayai dua kegiatan utama. Yakni pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jalan dan kegiatan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Adapun kegiatan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jalan terdiri atas penanganan jalan, meliputi rekonstruksi/ peningkatan struktur dan pemeliharaan berkala, pemeliharaan rutin. Sementara kegiatan penanganan jembatan meliputi rehabilitasi/ pemeliharaan berkala jembatan, penggantian jembatan, pembangunan jembatan.
Penanganan jalan yang didanai menggunakan DBH Sawit dilaksanakan dengan ketentuan yakni merupakan jalan kewenangan pemerintah daerah yang tercantum dalam surat keputusan kepala daerah.
Kegiatan diprioritaskan untuk jalan yang menjadi jalur logistik pengangkutan sawit dan jalan yang telah dilakukan survei kondisi jalan minimal 1 tahun sebelum pengusulan.
Berdasarkan Pasal 17 PMK Nomor 91 Tahun 2023 ditegaskan, penggunaan DBH Sawit untuk kegiatan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jumlahnya minimal 80 persen dari alokasi DBH Sawit per daerah provinsi dan
kabupaten/ kota.
Dengan demikian, dari sekitar Rp 340,76 miliar total DBH Sawit yang diperoleh jajaran pemda di Riau, maka minimal sebesar Rp 272,6 miliar harus dipakai untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur.
Sementara, sisanya 20 persen lagi DBH Sawit dapat dipergunakan untuk pendataan perkebunan sawit rakyat, penyusunan rencana aksi daerah kelapa sawit berkelanjutan, pembinaan dan pendampingan untuk sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
"Rehabilitasi hutan dan lahan dan perlindungan sosial bagi pekerja perkebunan sawit yang belum terdaftar sebagai peserta program jaminan sosial," demikian dikutip dari PMK Nomor 91 Tahun 2023.
Adapun kegiatan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jalan dari DBH Sawit harus dengan memenuhi ketentuan penanganan jalan berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dengan memperhatikan capaian keluaran, kebutuhan, dan ketersediaan anggaran di daerah. .
Jika terjadi kelebihan DBH Sawit, maka pemerintah daerah dapat mengalihkan kelebihan anggaran tersebut untuk kegiatan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jalan dan kegiatan lain sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah.
"Dalam pelaksanaan kegiatan DBH Sawit, kepala daerah membentuk sekretariat atau menunjuk koordinator pengelola kegiatan DBH Sawit dalam rangka koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kegiatan DBH Sawit di wilayahnya," demikian bunyi pasal 18 PMK Nomor 91 Tahun 2023 tersebut.
DBH Tak Setimpal Dampak Negatif Sawit
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 14,99 juta hektare pada 2022.
Berdasarkan wilayahnya, Riau menjadi provinsi yang memiliki perkebunan kelapa sawit terluas mencapai 2,86 juta hektare.
Itu artinya, dengan total penerimaan DBH sawit yang hanya sebesar Rp 340,76 miliar, maka rata-rata tiap kebun sawit di Riau dihargai besaran DBH sawit sekitar Rp 119 ribu per hektare.
Sementara, data lain menyebut luas kebun kelapa sawit di Riau saat ini sedikitnya telah mencapai 3,4 juta hektare. Jika menggunakan data luasan kebun sawit ini, maka tiap hektarenya hanya memberi kontribusi untuk DBH sawit cuma sekitar Rp 100 ribu.
Kerusakan Ekologi, Infrastruktur dan Buruh Murah
Keberadaan kebun kelapa sawit tentu saja memiliki dampak positif dari segi ekonomi, di antaranya menyerap tenaga kerja. Namun, soal ini masih bisa diperdebatkan. Faktanya, kehidupan pekerja sawit, khususnya buruh sawit masih jauh dari kata sejahtera. Kebijakan upah murah masih terus berlanjut di sektor kelapa sawit, termasuk minimnya perlindungan sosial yang diberikan.
Sementara, dampak negatif dari keberadaan perkebunan sawit secara signifikan memengaruhi penurunan kualitas ekologi, termasuk pemanasan global dan pencemaran lingkungan dari limbah-limbah yang dihasilkan industri kelapa sawit di Riau.
Pembukaan kawasan hutan secara ilegal untuk kebun kelapa sawit oleh individu masyarakat maupun kelompok tani dan koperasi yang kerap berkolaborasi (tameng) dengan korporasi sawit, telah menurunkan daya dukung lingkungan.
Selain itu, perkebunan kelapa sawit telah menjadi salah satu pemicu konflik agraria berkepanjangan dan tergerusnya ruang hidup komunitas adat terpencil (KAT) di Riau, sekaligus hilangnya tradisi budaya setempat.
Dampak lain yang sangat terasa saat ini yakni makin massifnya terjadi konflik antara satwa liar dilindungi dengan manusia, menyebabkan terancamnya populasi flora dan fauna yang kian menurun.
Pada sisi lain, keberadaan industri kelapa sawit dari hulu hingga hilir telah menyebabkan kerusakan infrastruktur yang massif oleh lalu lintas kendaraan pengangkut tandan buah segara (TBS), cangkang, maupun minyak sawit (CPO/ PKO) serta produk turunan lainnya.
Banyak jalan-jalan di provinsi Riau, baik jenis jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten/kota hingga jalan lingkungan di pelosok desa di Riau yang hancur.
Nah, dengan total DBH sawit sebesar Rp 392 miliar tersebut, sejumlah kalangan menilai angka itu tidak sebanding dengan dampak yang dihasilkan oleh industri perkebunan kelapa sawit di Riau. (R-03)