Tok! Yayasan Riau Madani Kembali Menangkan Gugatan Atas Kebun Sawit dalam Kawasan Hutan di Kampar, Ini Isi Putusan dan Pihak yang Digugat
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Yayasan Riau Madani kembali memenangkan gugatan di pengadilan atas keberadaan kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan tanpa izin. Kali ini, kebun sawit seluas 180 hektare yang berada di Desa Bencah Kelubi, Kecamatan Tapung, Kampar, Provinsi Riau menjadi objeknya.
Kemenangan Yayasan Riau Madani ini diperoleh atas dikabulkannya gugatan di Pengadilan Negeri Bangkinang dengan nomor putusan 17/Pdt-G/LH/2023/PN Bangkinang tanggal 20 November 2023. Adapun perkara ini didaftarkan sebelumnya didaftarkan pada 15 Februari 2023 silam.
Yayasan Riau Madani yang konsisten dan aktif melakukan gugatan hukum di bidang lingkungan hidup, secara khusus sektor kehutanan ini, menggugat Edi Basri sebagai tergugat. Sementara PT Arara Abadi diseret sebagai turut tergugat I dan Menteri Lingkungan Hidup (LHK) Republik Indonesia ditarik sebagai turut tergugat II.
Dalam persidangan, Yayasan Riau Madani menunjuk pengacara Dr (Cd) Surya Darma SAg, SH, MH sebagai Ketua Tim Hukum. Sementara Edi Basri memberi kuasa kepada pengacara Deprianda SH, MH. Kuasa hukum PT Arara Abadi dalam perkara ini adalah Sartono SH.
Dalam amar putusannya pada pokok perkara, hakim Andry Simbolon SH, MH mengabulkan gugatan penggugat Yayasan Riau Madani untuk seluruhnya.
"Menyatakan bahwa tergugat konvensi telah melakukan perbuatan melawan hukum," tulis hakim dalam putusannya yang dilihat SabangMerauke News, Jumat (24/11/2023).
Majelis hakim juga menyatakan bahwa status objek sengketa yakni kebun sawit seluas 180 hektare di Desa Bencah Kelubi, Tapung, Kampar Provinsi Riau itu, berdasarkan titik koordinat yang dibuktikan dalam persidangan adalah merupakan kawasan hutan.
Atas dikabulkannya gugatan tersebut, maka tergugat diperintahkan untuk memulihkan objek sengketa yakni kawasan hutan yang telah ditanami kebun sawit.
"Menghukum tergugat konvensi untuk memulihkan objek sengketa seluas ± 180 hektare terletak di Desa Bencah Kelubi Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar Provinsi Riau," demikian putusan hakim.
Selain itu, hakim juga menghukum tergugat konvensi untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp10 juta setiap harinya kepada negara apabila tergugat konvensi lalai melaksanakan isi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
"Menghukum turut tergugat I konvensi dan turut tergugat II konvensi untuk tunduk dan patuh pada putusan ini," tegas majelis hakim.
Belum diketahui apakah Edi Basri, PT Arara Abadi dan Menteri LHK Siti Nurbaya mengajukan banding atas putusan ini.
Ketua Tim Hukum Yayasan Riau Madani, Dr (Cd) Surya Darma SAg, SH, MH mengapresiasi putusan hakim PN Bangkinang yang mengabulkan gugatannya. Ia menilai, substansi dan spirit hakim yang memutus perkara sangat sensitif terhadap penyelamatan hutan dan lingkungan (pro natura).
"Putusan ini menjadi energi positif pada upaya penyelamatan dan mempertahankan kawasan hutan di Riau," kata Surya Darma, Jumat pagi tadi.
UU Cipta Kerja yang Inkonstitusional Dikesampingkan
Selain itu, putusan ini sekaligus menjadi bukti bahwa dalih keterlanjuran dan pengampunan atas keberadaan kebun sawit dalam kawasan hutan tanpa izin yang diatur dalam Undang-undang Cipta Kerja, telah dapat dikesampingkan.
Soalnya, UU Cipta Kerja telah dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai UU yang inkonstitusional bersyarat. Ironisnya, meski UU Cipta Kerja telah dinyatakan MK inkonstitusional, namun pemerintah justru tetap nekat menerbitkan turunan peraturan yang mengatur tentang penyelesaian penguasaan kawasan hutan tanpa izin lewat jalur pengenaan sanksi denda administrasi.
Adapun turunan UU Cipta Kerja tersebut yakni Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan.
Lewat beleid itulah, pemerintah saat ini ingin melakukan pemutihan dan pengampunan atas penguasaan hutan tanpa izin, secara khusus bagi kelompok dan korporasi kebun kelapa sawit.
Bahkan, atas dasar PP Nomor 24 Tahun 2021 itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya telah melakukan pendataan dan inventarisasi kebun sawit dalam kawasan hutan untuk dimasukkan ke dalam kebijakan pengampunan atau pemutihan.
"Bagaimana mungkin undang-undang yang telah dinyatakan inkonstitusional dijadikan rujukan dalam menerbitkan peraturan pemerintah sebagai aturan teknis pelaksanaan UU tersebut. Ini sangat tidak logis dan tidak memiliki kepastian hukum," pungkas Surya Darma.
Kalahkan Menteri LHK di TNTN
Sebelumnya, Yayasan Riau Madani juga telah mengalahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya dan perangkat-perangkatnya dana gugatan terhadap 1.200 hektare kebun sawit di hutan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Pelalawan, Riau.
Dalam perkara ini, kasasi yang diajukan Siti Nurbaya dkk telah ditolak Mahkamah Agung (MA).
Kemenangan telak Yayasan Riau Madani menghadapi Kementerian LHK ini diketahui dari pengumuman putusan kasasi lewat website MA. Hasilnya, majelis hakim agung menolak kasasi yang diajukan Menteri LHK dkk.
"Tolak perbaikan amar," demikian bunyi singkat amar putusan MA.
Diketahui, putusan kasasi tersebut bernomor 359 K/TUN/TF/2023 tanggal 3 Oktober 2023 lalu. Trio majelis hakim agung yang memutuskan perkara kasasi yakni Dr Yulius SH, MH sebagai ketua majelis dan Lulik Tri Cahyaningrum SH, MH serta Dr Yodi Martono Wahyunadi SH, MH masing-masing sebagai anggota majelis hakim.
Ketua Tim Hukum Yayasan Riau Madani, Dr (Cd) Surya Darma SAg, SH, MH mengapresiasi putusan kasasi MA tersebut. Ia menilai, putusan kasasi ini merupakan terobosan hukum para hakim agung dalam upaya mempertahankan kelestarian ekologi hutan yang tersisa.
Surya menegaskan, dengan akan diterimanya salinan putusan kasasi dari MA ini, maka pihaknya segera mengajukan eksekusi terhadap putusan. Di mana keberadaan kebun sawit seluas 1.200 hektare di kawasan hutan konservasi 'terlarang' TNTN itu, harus dilakukan penebangan sebagai upaya pemulihan kembali fungsi kawasan hutan.
"Segera akan kami ajukan eksekusi. Ini demi kepastian hukum pada putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap," tegas Surya Darma yang dikenal aktif dalam melakukan langkah hukum terhadap pengrusakan hutan.
Menurut Surya, semestinya Menteri LHK Siti Nurbaya dan anak buahnya sejak awal legowo dengan putusan PTUN Pekanbaru dan PT TUN Medan yang sudah mengabulkan secara telak gugatannya. Upaya kasasi yang dilakukan Menteri LHK dkk terkesan hanya mengulur-ulur waktu, karena faktanya MA saat ini juga telah menolak kasasi Menteri LHK.
Pihak Kementerian LHK telah dikonfirmasi ikhwal putusan kasasi MA tersebut. Namun, hingga berita ini diterbitkan, belum ada penjelasan dari KLHK. (*)