Gawat! Kejagung Terbitkan Sprindik Baru Kasus Korupsi PT Duta Palma Grup di Inhu, 7 Saksi Sudah Diperiksa
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Kejaksaan Agung telah menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) baru terkait kasus dugaan korupsi PT Duta Palma Grup di Indragiri Hulu (Inhu), Riau. Perkara terkait korupsi alih fungsi hutan secara ilegal untuk perkebunan kelapa sawit ini merupakan hasil pengembangan, setelah sebelumnya bos Duta Palma Grup, Surya Darmadi divonis bersalah oleh Mahkamah Agung (MA).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Dr Ketut Sumedana menyatakan, penyidikan perkara baru ini dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada JAMPidsus Nomor: PRIN-61/F.2/Fd.2/11/2023 tanggal 3 November 2023 lalu.
"Hingga saat ini tim penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 7 orang saksi," kata Ketut dalam keterangan tertulis dikutip SabangMerauke News, Rabu (22/11/2023).
Adapun ketujuh saksi yang telah dimintai keterangan dalam perkara ini yakni inisial RA, HS, BP, HH, FI, H, dan PM.
Perkara ini awalnya diselidiki oleh tim penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAMPidsus). Penyidik yang mencermati fakta-fakta persidangan terpidana Surya Darmadi, kemudian melakukan pengembangan.
"Penyidikan terhadap perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh PT Duta Palma Group ini merupakan pengembangan dari fakta-fakta persidangan dalam perkara atas nama terpidana Surya Darmadi," jelas Ketut.
Ketut menerangkan, tim penyidik akan melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi lain guna menemukan minimal dua alat bukti yang cukup.
"Perkara ini diduga telah mengakibatkan tidak hanya kerugian perekonomian negara dan keuangan negara. Tetapi juga perbuatan tindak pidana yang berdampak pada kerusakan lingkungan dan hutan dengan nilai kerugian yang tidak terhingga," jelas Ketut.
Libatkan Mantan Bupati Inhu
Bos PT Duta Palma Group Surya Darmadi telah selesai disidangkan perkaranya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.
Dalam putusan kasasi di Mahkamah Agung, Surya Darmadi telah dijatuhi pidana penjara 16 tahun dan pidana uang pengganti senilai Rp2,2 triliun. Perkara Surya Darmadi telah dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Dalam perkara yang sama, selain Surya Darmadi, mantan Bupati Indragiri Hulu, Raja Thamsir Rachman juga telah dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta pada Kamis (31/8/2023) lalu. PT Jakarta dalam putusan bandingnya memperberat hukuman untuk Raja Thamsir Rachman menjadi 9 tahun penjara.
PT Jakarta mengubah hukuman yang sebelumnya ditimpakan Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat kepada eks politisi Partai Demokrat tersebut yakni vonis 7 tahun penjara.
Tak hanya hukuman pidana badan yang diperberat PT Jakarta. Besaran pidana denda juga bertambah dari sebelumnya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat denda Rp 200 juta, dinaikkan menjadi Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Vonis banding terhadap Raja Thamsir diketok ketua majelis hakim Berlin Damanik dan dua hakim anggota yakni Sugeng Hiyanto dan Margareta Yulie Setyaningsih.
Raja Thamsir terbukti bersalah dan melakukan tindakan korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor RI 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dalam Dakwaan Kesatu Primair.
Sementara, Surya Darmadi terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan primer pertama Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP serta dakwaan primer ketiga Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Mega Korupsi Kehutanan dan Sawit
Kasus korupsi yang menjerat Surya Darmadi dan Raja Thamsir Rachman populer dengan megakorupsi terbesar sepanjang Republik Indonesia merdeka. Pada awalnya, Kejagung sempat menyebut angka kerugian keuangan negara dan perekonomian negara dalam perkara ini mencapai Rp 103 triliun.
Belakangan, dalam tuntutannya, jaksa penuntut pada Jampidsus Kejagung menyebut kerugian negara sebesar Rp 84 triliun.
Perkara ini berkaitan dengan pengelolaan kebun sawit perusahaan Duta Palma Grup di Kabupaten Indragiri Hulu seluas 37 ribu hektare. Pembangunan kebun sawit itu diduga kuat berada dalam kawasan hutan tanpa izin alih fungsi.
Kejagung telah menyita sejumlah aset Duta Palma Grup dan anak perusahaannya. Termasuk objek kebun di Indragiri Hulu. Namun, hingga saat ini tidak diketahui apakah kebun kelapa sawit tersebut masih terus dipanen dan siapa yang menikmatinya. Kejagung pernah menitipkan pengawasan kebun Duta Palma Grup di Inhu ke PTP Nusantara V.
Namun sejauh ini tidak diketahui dengan pasti bagaimana nasib aset-aset yang sudah disita oleh Kejagung tersebut. Termasuk hasil dari pengelolaan kebun sawit dan pabrik pengelolaan kelapa sawit milik Surya Dumai Grup, sejak perkara ini bergulir tahun lalu. (*)