Pengacara Terdakwa Jalan Lingkar Bengkalis: Klien Kami Korban Penerapan Hukum Tak Adil dan Gegabah, Jasa Konstruksi Jadi Penonton di Negeri Sendiri!
SabangMerauke News, Pekanbaru - Tim kuasa hukum terdakwa korupsi proyek jalan lingkar Pulau Bengkalis, Petrus Edy Susanto menilai penjeratan hukum yang dialami oleh kliennya memiliki sejumlah kecacatan hukum. Petrus disebut dipaksakan harus menjalani proses hukum yang tidak adil akibat penerapan hukum yang tidak tepat dan gegabah.
"Klien kami menjadi korban dari penerapan hukum yang tidak adil. Yakni penerapan hukum yang tidak hati-hati dan gegabah sehingga klien kami serta nasib karyawan perusahaan berjumlah ribuan orang yang telah menyumbang pajak hingga ratusan miliar, harus diperlakukan seperti saat ini," kata Yakubus Welianto SH, MHum, penasihat hukum Petrus Edy Susanto di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Rabu (8/2/2022).
Pagi tadi seyogianya akan digelar sidang lanjutan kasus ini dengan agenda pemeriksaan saksi dari jaksa penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, karena orangtua mertua ketua majelis hakim, Dr Dahlan SH, MH meninggal dunia, sidang hanya dibuka sebentar dan langsung ditutup.
Welianto menilai penetapan status tersangka terhadap Petrus bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 25/PUU-XIV/2016 yang menguji frasa 'dapat' dalam pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tipikor.
Putusan MK tersebut berimplikasi terhadap kerugian negara tidak lagi menjadi delik formil, namun telah bergeser menjadi delik materil. Dengan demikian, kerugian negara tidak lagi berdasarkan potential loss (perkiraan kerugian), melainkan menjadi actual loss (kerugian aktual).
Sementara faktanya kata Welianto, kliennya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 10 Januari 2020. Padahal, hasil audit dari BPK RI baru terbit hampir dua tahun kemudian yakni pada 24 Desember 2021.
"Coba bayangkan, hampir dua tahun setelah klien saya ditetapkan sebagai tersangka, baru muncul kemudian hasil audit kerugian negara dari BPK. Ini sebenarnya sudah melanggar putusan Mahkamah Konstitusi. Kerugian negara itu haruslah actual loss," jelas Welianto dalam legal opininya.
Ia juga mempersoalkan diungkit-ungkitnya kembali hasil pekerjaan proyek jalan lingkar Pulau Bengkalis yang sudah diserah-terimakan pada 28 Desember 2016 lalu. Padahal, saat serah terima dan evaluasi pekerjaan, tidak pernah ada ditemukan kegagalan konstruksi proyek jalan tersebut.
"Tapi, klien kami mampu menuntaskan pekerjaan tersebut sesuai spesifikasi pekerjaan. Bahkan, dari kontrak jalan itu hanya sepanjang 32 kilometer, namun klien kami membangun sepanjang 37 kilometer. Hasilnya sudah dirasakan oleh masyarakat," jelas Welianto.
Menurutnya, semua orang tahu kalau kontur tanah di Pulau Bengkalis itu didominasi oleh gambut yang berpotensi menyebabkan pergerakan kelenturan tanah. Hal tersebut berdasarkan penelitian ilmiah yang dilakukan akademisi Universitas Riau.
"Setelah hampir 6 tahun proyek selesai, maka karena faktor lingkungan yakni kontur tanah gambut di 90 persen daratan Pulau Bengkalis, maka berpengaruh terhadap penurunan kekuatan mutu beton. Ini berdasarkan penelitian dan kajian akademisi Olivia dkk dari Universitas Riau" jelas Welianto.
Menurutnya, kliennya telah melakukan penawaran terbaik dan terendah dalam proyek multiyears APBD Bengkalis tersebut. Dari tiga perusahaan peserta tender, PT Wika-Sumindo joint operation, melakukan penawaran Rp 395,4 miliar dari pagu anggaran Rp 429,9 miliar. Sementara dua perusahaan lain yakni PT Modern Widya dan PT Pembangunan Perumahan menawar masing-masing Rp 401,5 miliar dan Rp 402 miliar.
"Kalau ada dugaan suap, maka tak mungkin klien kami menawar paling rendah. Justru, kami telah melakukan efisiensi keuangan daerah dan negara lewat penawaran terendah dari dua perusahaan lainnya" jelas Welianto.
Soal adanya temuan audit tertentu oleh BPKP Perwakilan Riau terkait kelebihan bayar, kliennya tunduk dan memenuhi pengembalian uang kelebihan bayar tersebut.
"Klien kami tunduk pada temuan audit tersebut dan telah mengembalikan kelebihan bayar," tegas Welianto.
Ia juga mempertanyakan soal mindset penyidik kasus ini dalam menerapkan pasal Tindak Pidana Korupsi terhadap pekerjaan konstruksi. Padahal, dalam urusan konstruksi sudah diatur dalam Undang-undang nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi. Menurutnya, dalam kasus ini, penyidik seharusnya tidak hanya bersandar pada UU Tipikor, namun pada ketentuan yang lebih khusus serta juga undang-undang terbaru. Dalam hal ini, Welianto menyitir asas hukum Lex posterior derogat legi priori. Ditambah dengan dengan lahirnya Undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah nuansa dan sistematika dalam bisnis jasa konstruksi.
"Jasa konstruksi sudah masuk dalam ranah investasi, tidak lagi semata jasa konstruksi. Oleh karenanya, jasa konstruksi jangan dihancurkan dengan alibi penegakan hukum yang tidak lurus dengan iklim investasi. Seharusnya, jasa konstruksi dilindungi dan diperkuat agar dapat bersaing dengan kompetitor global dan luar negeri. Agar kontraktor dalam negeri tidak menjadi kuli di negeri sendiri," kata Welianto.
Welianto berharap agar kasus yang menerpa kliennya ini mendapat perhatian khusus dari pemerintahan di bawah komando Presiden Joko Widodo yang saat ini menggalakkan program strategis nasional (PSN). Menurutnya, perlakuan hukum terhadap pelaku usaha jasa konstruksi yang dialami kliennya, telah menyebabkan gangguan serius pada perusahaan dan membuat nasib ribuan tenaga kerja terlantar.
"Kami ingin mengetuk pintu hati Pak Presiden Jokowi. Kalau hal-hal begini terus terjadi, maka usaha jasa konstruksi dalam negeri akan rusak. Padahal semangat positif Presiden Jokowi menumbuhkan daya saing usaha dalam negeri sangat baik. Tapi, kenyataannya hal seperti yang dialami klien kami terjadi," tegas Welianto.
Petrus Edy Susanto menjadi pesakitan hukum bersama bos BUMN PT Wijaya Karya (Wika), I Ketut Suarbawa. Tiga orang lainnya dari unsur Pemkab Bengkalis dan pelaksana teknis proyek juga sudah berstatus terdakwa. Kelimanya didakwa oleh jaksa KPK merugikan negara sebesar Rp 59,6 miliar.
Jaksa KPK mendakwa dengan dengan pasal 2 ayat 1 jucnto pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Petrus Edy Susanto adalah pemilik PT Cemerlang Samudera Kotrindo. Ia berminat menggarap proyek jalan lingkar Pulau Bengkalis tahun 2013-2015. Ia kemudian mengontak koleganya PT Sumatera Indah Indonesia (Sumindo), tapi ternyata kemampuan dasar (KD) dari PT Sumindo untuk mengerjakan proyek multiyears masih kurang. Belakangan PT Sumindo pun menjalin kerjasama dengan PT Wika untuk mengerjakan proyek jalan tersebut dengan pola joint operation. (*)