Bawaslu Desak Aturan Penjabat Kepala Daerah Tak Boleh Ikut Pilkada, Ada yang Sudah Bangun Infrastruktur Politik
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mendorong pembuatan aturan Penjabat (Pj) kepala daerah tidak boleh ikut Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Hal tersebut untuk mencegah pemanfaatan jabatan, salah satunya dengan membangun infrastruktur politik saat bertugas sebagai penjabat kepala daerah.
Plt. Kepala Pusat Penelitian Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Bawaslu Rahmat Jaya Parlindungan Siregar menegaskan, pada dasarnya Pj kepala daerah itu bukan pejabat politik, melainkan pejabat administratif yang bertugas melaksanakan pelayanan pemerintahan di daerah.
Ia mengaku mendengar kabar angin atau diskusi soal adanya Pj kepala daerah yang akan maju pada Pilkada 2024. Menurutnya, para Pj ini berpotensi melakukan investasi infrastruktur politik ketika menjabat.
"Apakah itu perlu diperhatikan. Misalnya, kalau itu dibangun sebagai infrastruktur politik untuk ke depan, maka mungkinkah kita harus berpikir bahwa ada aturan yang mempertegas pejabat pemerintah yang posisinya sebagai Pj itu misalnya ditegaskan dalam aturan legal-formalnya tidak boleh maju di dalam Pilkada berikutnya," ujar Rahmat dikutip dari YouTube Bawaslu RI, Jumat (22/9/2023).
Meskipun belum terjadi, kata Rahmat, hal itu menjadi indikasi yang cukup kuat dan perlu menjadi catatan dalam proses dialektika demokrasi ke depan.
"Karena itu berpotensi terhadap isu yang hari ini akan kita launching tentang netralitas ASN," ujarnya.
Respon KPU
Komisioner KPU RI Idham Holik menyatakan, aturan tersebut bukan wacana baru dan telah diundangkan. Hal tersebut bahkan telah tercantum pada Undang-undang (UU) Nomor 10 tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 1 tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UU.
"UU tersebut telah diundangkan sejak 1 Juli 2016. Artinya bukan wacana baru, sudah ada sejak lama dan norma tersebut telah diimplementasikan pada Pilkada Serentak 2017, 2018, dan 2020," ujar Idham, Sabtu (23/9/2023).
Idham menuturkan, Pasal 7 ayat (2) huruf q UU Nomor 10 Tahun 2016 telah mengatur ketentuan di mana seorang bakal calon kepala daerah atau bakal calon wakil kepala daerah tidak berstatus sebagai penjabat (Pj) kepala daerah.
Ia juga mengatakan, penjelasan Pasal 7 ayat (2) huruf q UU Nomor 10 Tahun 2016 berbunyi: Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota mengundurkan diri untuk mencalonkan diri menjadi Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, atau Wakil Walikota.
"Ketentuan tersebut merupakan norma yang memitigasi potensi abuse of power. UU Pilkada ingin menjaga terwujudnya kepemimpinan pemerintah daerah yang berintegritas pada saat dipimpin oleh penjabat kepala daerah," jelas Idham.
Lebih lanjut, Idham mengatakan, KPU akan melakukan sosialisasi ketentuan yang telah diatur tersebut.
Pilkada serentak 2024 bakal digelar pada September tahun depan. Pemerintah dan DPR sepakat menggeser jadwal pilkada dari sebelumnya yakni November 2024. (*)