Beban APBN Jamin Utang Proyek-proyek Infrastruktur Makin Berat, Ini Dampaknya
SABANGMERAUKE NEWS - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bakal banyak mendapat tekanan. Tak hanya dari sisi fundamental ekonomi, tapi juga persoalan utang proyek-proyek infrastruktur. Terbaru, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB).
Diperkirakan total pembengkakan biaya (cost overrun) proyek tersebut mencapai US$ 1,2 miliar. Dengan kepemilikan saham 60%, konsorsium badan usaha milik negara (BUMN) kita, harus menanggung US$ 720 juta, setara 60% cost overrun.
Meski begitu, menurut Analis Senior Indonesia Strategic and Economics Action Institution (ISEAI) Ronny P. Sasmita, pasang badan pemerintah agar PT Kereta Api Indonesia (KAI) mendapat utang dari perbankan China atas cost overrun proyek KCJB menambah beban APBN.
"Tidak saja menanggung beban resmi pemerintah, tapi juga beban hidden dept dari BUMN-BUMN," kata Ronny.
Sebab, APBN harus menanggung beban utang yang tak dipungut oleh negara, melainkan oleh entitas usaha kerjasama BUMN dengan pihak lain.
Direktur Pengelolaan Risiko Keuangan Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemkeu) Heri Setiawan menjelaskan, anggaran penjaminan proyek tidak langsung berasal dari APBN, melainkan dana cadangan pemerintah.
"Dana cadangan pemerintah digunakan untuk mem-back up outstanding penjaminan," ungkap Heri, Jumat (21/9/2023).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan (KemENkeu), realisasi penjaminan proyek infrastruktur sepanjang tahun 2023 baru mencapai Rp 296,6 miliar. Angka ini setara 0,0014% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Jumlah itu juga masih di bawah batas maksimal penjaminan (BMP) 2023- 2026 yang pemerintah tetapkan sebesar 1,5% terhadap PDB. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 381 Tahun 2022, angka tersebut merupakan batas maksimal bagi pemerintah dalam menerbitkan penjaminan baru atas proyek infrastruktur yang diusulkan dapat jaminan.
Adapun outstanding penjaminan proyek infrastruktur secara kumulatif hingga akhir kuartal II-2023 mencapai Rp 346,3 triliun. Angka ini setara 1,63% terhadap PDB. Sementara komitmen penjaminan proyek infrastruktur mencapai Rp 475,8 triliun, setara 2,23% terhadap PDB.
Heri menegaskan, kapasitas PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) masih cukup besar untuk melakukan penjaminan.
"Gearing ratio-nya atau perbandingan eksposur terhadap equity saat ini di kisaran enam kali. Maksimalnya 12 kali," tegas Heri.
Direktur Utama PT PII Wahid Sutomo menyatakan, pihaknya telah memberikan penjaminan kepada 47 proyek dengan total nilai mencapai Rp 474 triliun hingga akhir Agustus 2023.
Dari total proyek tersebut, terdapat 31 proyek dengan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dengan nilai sebesar Rp 268 triliun.
Selain itu, PT PII sendiri mendapatkan mandat untuk memberikan penjaminan bukan hanya proyek infrastruktur dengan skema KPBU. Namun, juga penjaminan lainnya termasuk penjaminan pembiayaan untuk Proyek Strategis Nasional (PSN).
Sementara pelaksanaan serta alokasi penjaminan oleh PT PII untuk proyek KCJB, akan Kemkeu tetapkan dalam keputusan yang terpisah.
"Hal-hal terkait penugasan penjaminan tersebut, kami akan berkoordinasi lebih lanjut dengan Kementerian Keuangan," sebut Wahid. (*)