Riau Kecipratan Rp 392 Miliar DBH Sawit: Jangan Dipakai Kegiatan Seremonial Tebar Pesona, Menkeu Sri Mulyani Tegaskan Wajib Digunakan Untuk Hal Ini
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Jajaran pemerintah daerah di Provinsi Riau, termasuk 12 kabupaten/ kota akan mendapat guyuran dana bagi hasil (DBH) Kelapa Sawit total mencapai Rp 392 miliar tahun ini. Pemerintah Provinsi Riau sendiri menerima sebesar Rp 83 miliar, tertinggi dibanding 351 jajaran pemda di seluruh wilayah Indonesia.
Pendistribusian DBH Kelapa Sawit dicairkan setelah ditandatanganinya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 91 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil (DBH) Perkebunan Kelapa Sawit oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 8 September lalu.
Tapi, penggunaan DBH Kelapa Sawit tak boleh dipakai sembarangan. PMK Nomor 91 Tahun 2023 mengatur secara ketat pemakaian dana tersebut secara rinci.
BERITA TERKAIT: Daftar Lengkap Perbandingan Uang DBH Kelapa Sawit yang Diterima Tiap Daerah di Pulau Sumatera, Provinsi Riau Paling Besar
Berdasarkan Pasal 16 PMK Nomor 91 Tahun 2023 disebutkan, DBH Sawit digunakan untuk membiayai dua kegiatan utama. Yakni pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jalan dan kegiatan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Adapun kegiatan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jalan terdiri atas penanganan jalan, meliputi rekonstruksi/ peningkatan struktur dan pemeliharaan berkala, pemeliharaan rutin. Sementara kegiatan penanganan jembatan meliputi rehabilitasi/ pemeliharaan berkala jembatan, penggantian jembatan, pembangunan jembatan.
BERITA TERKAIT: Daftar Lengkap Cipratan Uang DBH Kelapa Sawit Diterima 30 Provinsi di Indonesia, Maluku Utara Paling Kecil
Penanganan jalan yang didanai menggunakan DBH Sawit dilaksanakan dengan ketentuan yakni merupakan jalan kewenangan pemerintah daerah yang tercantum dalam surat keputusan kepala daerah.
Kegiatan diprioritaskan untuk jalan yang menjadi jalur logistik pengangkutan sawit dan jalan yang telah dilakukan survei kondisi jalan minimal 1 tahun sebelum pengusulan.
Berdasarkan Pasal 17 PMK Nomor 91 Tahun 2023 ditegaskan, penggunaan DBH Sawit untuk kegiatan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jumlahnya minimal 80 persen dari alokasi DBH Sawit per daerah provinsi dan
kabupaten/ kota.
Dengan demikian, dari sekitar Rp 392 miliar total DBH Sawit yang diperoleh jajaran pemda di Riau, maka minimal sebesar Rp 313,6 miliar harus dipakai untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur.
Sementara, sisanya 20 persen lagi DBH Sawit dapat dipergunakan untuk pendataan perkebunan sawit rakyat, penyusunan rencana aksi daerah kelapa sawit berkelanjutan, pembinaan dan pendampingan untuk sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
"Rehabilitasi hutan dan lahan dan perlindungan sosial bagi pekerja perkebunan sawit yang belum terdaftar sebagai peserta program jaminan sosial," demikian dikutip dari PMK Nomor 91 Tahun 2023.
Adapun kegiatan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jalan dari DBH Sawit harus dengan memenuhi ketentuan penanganan jalan berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dengan memperhatikan capaian keluaran, kebutuhan, dan ketersediaan anggaran di daerah. .
Jika terjadi kelebihan DBH Sawit, maka pemerintah daerah dapat mengalihkan kelebihan anggaran tersebut untuk kegiatan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jalan dan kegiatan lain sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah.
"Dalam pelaksanaan kegiatan DBH Sawit, kepala daerah membentuk sekretariat atau menunjuk koordinator pengelola kegiatan DBH Sawit dalam rangka koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kegiatan DBH Sawit di wilayahnya," demikian bunyi pasal 18 PMK Nomor 91 Tahun 2023 tersebut.
DBH Tak Setimpal Dampak Negatif Sawit
Berdasarkan lampiran PMK Nomor 91 Tahun 2023 tersebut, sebanyak 13 pemerintah daerah di Riau (kabupaten/ kota) termasuk Pemprov Riau akan menerima guyuran DBH Sawit total Rp 392 miliar. Provinsi Riau menjadi penerima DBH sawit terbesar di Indonesia mencapai Rp 83 miliar.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 14,99 juta hektare pada 2022.
Berdasarkan wilayahnya, Riau menjadi provinsi yang memiliki perkebunan kelapa sawit terluas mencapai 2,86 juta hektare.
Itu artinya, dengan total penerimaan DBH sawit sebesar Rp 392 miliar, maka rata-rata tiap kebun sawit di Riau dihargai besaran DBH sawit sekitar Rp 137 ribu per hektare.
Adapun DBH kelapa sawit bersumber dari bea keluar dan pungutan ekspor yang dikenakan atas kelapa sawit, minyak kelapa sawit mentah, dan/ atau produk turunannya.
Sementara itu, dasar pengalokasian besaran DBH kelapa sawit yang ditentukan yakni sebesar 50 persen dari pagu DBH Sawit berdasarkan luas lahan perkebunan sawit. Sementara 50 persen lainnya dialokasikan berdasarkan produktivitas lahan sawit.
Nah, apakah nilai DBH sawit yang diterima Riau sudah adil dan setimpal dengan efek sosial dan lingkungan yang terjadi dampak dari perkebunan kelapa sawit yang membuka lahan-lahan baru termasuk kawasan hutan?
Kerusakan Ekologi, Infrastruktur dan Buruh Murah
Keberadaan kebun kelapa sawit tentu saja memiliki dampak positif dari segi ekonomi, di antaranya menyerap tenaga kerja. Namun, soal ini masih bisa diperdebatkan. Faktanya, kehidupan pekerja sawit, khususnya buruh sawit masih jauh dari kata sejahtera. Kebijakan upah murah masih terus berlanjut di sektor kelapa sawit, termasuk minimnya perlindungan sosial yang diberikan.
Sementara, dampak negatif dari keberadaan perkebunan sawit secara signifikan memengaruhi penurunan kualitas ekologi, termasuk pemanasan global dan pencemaran lingkungan dari limbah-limbah yang dihasilkan industri kelapa sawit di Riau.
Pembukaan kawasan hutan secara ilegal untuk kebun kelapa sawit oleh individu masyarakat maupun kelompok tani dan koperasi yang kerap berkolaborasi (tameng) dengan korporasi sawit, telah menurunkan daya dukung lingkungan.
Selain itu, perkebunan kelapa sawit telah menjadi salah satu pemicu konflik agraria berkepanjangan dan tergerusnya ruang hidup komunitas adat terpencil (KAT) di Riau, sekaligus hilangnya tradisi budaya setempat.
Dampak lain yang sangat terasa saat ini yakni makin massifnya terjadi konflik antara satwa liar dilindungi dengan manusia, menyebabkan terancamnya populasi flora dan fauna yang kian menurun.
Pada sisi lain, keberadaan industri kelapa sawit dari hulu hingga hilir telah menyebabkan kerusakan infrastruktur yang massif oleh lalu lintas kendaraan pengangkut tandan buah segara (TBS), cangkang, maupun minyak sawit (CPO/ PKO) serta produk turunan lainnya.
Banyak jalan-jalan di provinsi Riau, baik jenis jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten/kota hingga jalan lingkungan di pelosok desa di Riau yang hancur.
Nah, dengan total DBH sawit sebesar Rp 392 miliar tersebut, sejumlah kalangan menilai angka itu tidak sebanding dengan dampak yang dihasilkan oleh industri perkebunan kelapa sawit di Riau.
Berikut rincian DBH Sawit yang akan diterima Pemprov Riau dan 12 kabupaten/ kota di Riau:
1. Provinsi Riau: Rp 83.132.939.000
2. Kabupaten Bengkalis: Rp 22.160.404.000
3. Kabupaten Indragiri Hilir: Rp 43.397.030.000
4. Kabupaten lndragiri Hulu: Rp 27.305.271.000
5. Kabupaten Kampar: Rp 34.756.301.000
6. Kabupaten Kuantan Singingi: Rp 16.998.738.000
7. Kabupaten Pelalawan: Rp 33.873.165.000
8. Kabupaten Rokan Hilir: Rp 39.293.736.000
9. Kabupaten Rokan Hulu: Rp 33.687.684.000
10. Kabupaten Siak: Rp 27.419.188.000
11. Kota Dumai: Rp 16.782.649.000
12. Kota Pekanbaru: Rp 13.227.487.000.
Tahun Ini Segera Didistribusikan
Pendistribusian DBH Kelapa Sawit akan dimulai pada September hingga paling lambat 27 Desember 2023 mendatang.
Syarat pencairan dapat dilakukan jika kepala daerah provinsi dan kabupaten/ kota menyusun Rencana Kerja Penggunaan (RKP) DBH Sawit tahun anggaran 2023 sebagai dasar penggunaan dan penyaluran DBH Sawit yang diserahkan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. Adapun penyampaian RKP DBH Sawit dilakukan paling lambat 30 November 2023.
Bagi daerah provinsi dan kabupaten/ kota tidak menyampaikan RKP DBH Sawit sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan, maka penyaluran DBH Sawit dilakukan secara sekaligus paling lambat 27 Desember 2023.
"Seluruh DBH Sawit yang disalurkan, dianggarkan dalam APBD tahun anggaran 2024 dan RKP DBH Sawit tahun anggaran 2024,” demikian bunyi PMK tentang DBH Sawit tersebut.
Pada 2023, pemerintah pusat melalui Menteri Keuangan akan memberikan DBH sawit kepada 351 daerah dengan total anggaran sebesar Rp 3,4 triliun.
Untuk tahun-tahun selanjutnya, penyaluran akan terbagi menjadi dua tahap. Pada tahap I, penyaluran DBH sawit sebesar 50 persen dari alokasi, paling lambat Mei tahun anggaran berjalan.
Sementara tahap II sebesar 50 persen dari alokasi paling lambat bulan Oktober tahun anggaran berjalan. (KB-06/Malik)