Heboh Jalan Akses Kantor Bupati Diblokir Ahli Waris Pemilik Tanah, Pemkab Meranti Langsung Gelar Rapat Terbatas, Ini Hasilnya
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Pemblokiran jalan akses menuju kompleks perkantoran bupati oleh ahli waris pemilik tanah, Minggu (30/7/2023) langsung disikapi Pemkab Kepulauan Meranti. Sejumlah pejabat terkait langsung menggelar rapat terbatas, Senin (31/7/2023) menyikapi aksi sepihak yang dilakukan warga tersebut.
Rapat tersebut dihadiri oleh Asisten I dan Asisten III Setdakab, Kadis PUPR, Kabag Hukum, Kabag Tapem, Kabid Ops Satpol PP, Kabid Aset dan Kabid Pertanahan, Lurah Selatpanjang Timur, Kepala Desa Banglas serta Tim Pengacara Pemda Meranti. Juga turut hadir Kapolsek Tebingtinggi AKP Gunawan.
Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokopim) Setdakab Kepulauan Meranti Afrinal Yusran mengatakan, pemerintah kabupaten telah melakukan rapat untuk menanggapi hal tersebut.
Ia menyebut kalau Pemkab Meranti telah menyurati Pemkab Bengkalis pada 10 Oktober 2022 lalu untuk meminta jawaban apakah tanah itu sudah diganti rugi atau belum.
Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan daerah otonom hasil pemekaran kabupaten induk Bengkalis.
Menurutnya, Pemkab Meranti juga meminta bukti adanya ganti rugi lahan, jika memang tanah tersebut telah dibebaskan di era Kabupaten Bengkalis belasan tahun silam. Bukti-bukti tersebut akan menjadi dasar bagi Pemkab Kepulauan Meranti dalam menyelesaikan masalah klaim tanah yang telah dibangun jalan sejak beberapa tahun lalu.
"Mereka (Pemkab Bengkalis) minta waktu untuk penelusuran dokumen, karena penyerahan aset itu dilakukan 2009 lalu. Terakhir kabar dari mereka, dalam 2 hari ini akan ada jawaban," ujarnya.
Ia berharap, warga yang mengklaim memiliki lahan tersebut bersabar menunggu jawaban dari Pemkab Bengkalis.
"Pada dasarnya Pemkab Kepulauan Meranti tidak ingin menzalimi pihak manapun atau mengulur waktu dalam penyelesaian masalah itu," terang Yusran.
Menurutnya, sebagian besar tanah di Kepulauan Meranti merupakan hibah dari Pemkab Bengkalis sesuai undang-undang pemekaran daerah otonom. Pemkab Meranti harus menunggu bukti dari Pemkab Bengkalis sebagai pelaku sejarah.
"Kalau misalnya sudah diganti rugi, kita tunjukkan buktinya kepada yang bersangkutan. Jika tidak puas silakan gugat ke pengadilan," sebutnya.
Sedangkan, jika belum diganti rugi oleh Pemkab Bengkalis, maka Pemkab Kepulauan Meranti akan mulai membicarakan ganti rugi kepada ahli waris.
"Tentunya kita pastikan dulu siapa yang berhak. Apa alas hak tanahnya dan kita runding berapa harganya. Nanti kita ajukan ke tim anggaran dan dilakukan pengadaan tanah untuk membayar ganti rugi tersebut," kata Yusran lagi.
Sengketa tanah itu sudah berlangsung lama yakni sejak pemerintahan Bupati Irwan Nasir. Terhadap hal itu juga, Pemkab Kepulauan Meranti, kata Yusran, sudah mendudukkan permasalahan itu dengan pihak ahli waris lewat rapat.
"Kita minta mereka bersabar menunggu jawaban dari Bengkalis, jika tidak silakan gugat ke pengadilan biar pengadilan yang memutuskan. Tapi hingga kini belum ada gugatan yang masuk dari pihak ahli waris," terangnya.
Sudah Bosan Janji Pemkab
Sebelumnya, Jalan Terpadu yang menjadi akses menuju kompleks perkantoran Bupati Kepulauan Meranti dan sejumlah kantor dinas kembali diblokir, Minggu (30/7/2023) sore tadi. Pemblokiran dilakukan oleh ahli waris pemilik tanah terkait ganti rugi yang tak kunjung selesai. Sebelumnya pemblokiran jalan tersebut juga pernah dilakukan pada akhir tahun 2022 lalu.
Pemblokiran kali kedua ini dilakukan dengan memalangkan kayu dan ditutup menggunakan seng. Ahli waris itu diketahui bernama Eddy Suwanto mengaku kecewa dan terpaksa melakukan tindakan pemblokiran jalan. Adapun yang melakukan pemblokiran sore kemarin adalah istrinya bernama Evi Andriani.
Saat ditemui di lapangan, Evi mengaku dirinya sudah kehilangan kesabaran karena terus dijanjikan oleh Pemkab Kepulauan Meranti.
"Ini memang hak kami. Kalau seandainya tanah sudah dibayarkan, kami tak akan berbuat seperti ini. Kami juga tahu hukum dan paham aturan. Mengklaim hak orang lain sudah pasti akan ditangkap polisi. Begitu juga dari sisi agama, jika kita mengambil hak orang lain walaupun sejengkal tanah ya pasti berdosa. Namun ini sudah sangat keterlaluan dan sudah 11 tahun mengulur-ulur waktu," ungkap Evi.
Menurutnya, langkah penutupan jalan dilakukan karena Pemkab Meranti tak kunjung merealisasikan ganti rugi. Sudah bertahun-tahun, tapi pemda hanya memberikan janji kosong.
"Hari berganti hari. Tahun berganti tahun. Sejak Bupati Irwan Nasir sampai Muhammad Adil dan sekarang Asmar, hanya janji belaka dan janji kosong saja," ungkapnya lagi.
Dikatakan Evi, tindakan Pemkab Kepulauan Meranti yang akan mengajukan gugatan adalah sesuatu yang tidak masuk akal. Pihaknya memiliki surat lengkap sementara Pemkab tidak memiliki sehelai pun surat terkait keabsahan kepemilikan lahan tersebut.
"Untuk itu kami harus berani karena ini adalah hak milik kami. Kalau Pemda mau menuntut kami, mana surat-surat mereka. Kami tidak mau mendengar lagu Pemda lagi dan itu semuanya lagu lama, kami sudah bosan sekali dan tidak mau dengar lagi apa kata Pemda," ucapnya.
Bersedia Terima Uang Muka
Kata Evi, pihaknya akan membuka pemblokiran jika Pemda membayar ganti rugi terlebih dahulu sebesar Rp 1,8 miliar.
"Kemarin juga sudah diukur. Lebarnya 20 meter dan panjangnya 220 meter jadi total luasnya yakni 4.200 meter persegi dan per meternya itu dihargai Rp 500 ribu sehingga setelah kami kalikan uangnya itu Rp 1,8 miliar," katanya.
Pihak ahli waris mengklaim tidak memberatkan Pemda dan bersedia melakukan negosiasi dengan membayar uang muka sebesar Rp 200 juta.
"Sisanya kapan kita lakukan perjanjian. Dahulu masa pemerintahan Muhammad Adil sudah dijanjikan akan dibayarkan pada APBD perubahan dan harga per meter Rp 500 ribu juga sudah disetujui," tuturnya.
Malas Berurusan dengan Pemda
Evi menegaskan kalau Pemkab Kepulauan Meranti sudah beberapa kali menjanjikan akan membayarnya. Ia menyebut, di luar lahan yang disengketaka pihaknya sudah menghibahkan tanah milik ke pemerintah daerah untuk dijadikan kantor.
"Penyakitnya pemda ini terlalu banyak berjanji, bilang mau dibayarkan namun hingga hari ini tidak juga dibayarkan. Padahal di luar ini sudah banyak juga yang kita hibahkan. Untuk itu kami pastikan lagi, kami minta DP nya saja dulu Rp 200 juta baru kami buka blok ini, kalau tidak kami tidak mau buka, ayo kami tunggu mau sampai dimana," tegasnya.
Ia menyatakan siap menghadapi Pemda jika membuka secara paksa blokir jalan.
"Kami juga bisa memaksa dan kami beton. Kenapa, mau buka paksa memang Pemda ada bukti, zolim ini zolim kalau Pemda tak mau bayar," tukasnya.
Wanita bercadar ini juga mengungkapkan jika suaminya Eddy Suwanto sudah malas berurusan dengan pemda karena takut terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan.
"Suami saya sudah malas berurusan dengan Pemda dan dinas terkait. Jadi kenapa suami saya tidak tampil karena takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Suami saya itu tempramen, jika melihat orang dinas mudah saja dia naik darah," pungkasnya. (R-01)