Begini Modus Kiai Pemilik Pondok Pesantren di Kepulauan Meranti Diduga 9 Kali Cabuli Santrinya: Transfer Ilmu?
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Kepolisian Resor Kepulauan Meranti menetapkan Kiai MM (50) sebagai tersangka kasus dugaan pencabulan terhadap santriwatinya. MM telah ditahan oleh pihak kepolisian dan kasusnya resmi dirilis, Selasa (21/3/2023) pagi.
MM merupakan pemilik sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Qur’an Desa Mantiasa Kecamatan Tebingtinggi Barat, Kepulauan Meranti.
Bagaimana modus MM dalam menggencarkan aksinya?
Kapolres AKBP Andi Yul Lapawesean Tendri Guling menjelaskan hasil pemeriksaan, Kiai MM mengaku mencabuli santriwatinya bukan karena tidak kuat menahan nafsu birahinya. Melainkan dengan modus ingin menyalurkan ilmu yang bisa menyembuhkan orang sakit kepada santrinya itu.
"Isu ini memang sudah bergulir sekitar satu minggu lalu. Dengan adanya perkembangan situasi Kabupaten Kepulauan yang kondusif ini kita langsung melakukan penyelidikan dan penyidikan setelah kita menerima laporan pada 13 Maret lalu," terang AKBP Andi Yul Lapawesean.
Andi menerangkan, setelah memenuhi alat bukti yang cukup, pihaknya langsung melakukan penetapan tersangka terkait dugaan pencabulan anak di bawah umur.
Ia menjelaskan, dari pengakuan tersangka Kiai MM, dirinya mengaku memanfaatkan jasa santri untuk dijadikan pembantu di rumahnya. Pelaku juga menjanjikan untuk meringankan biaya sekolah setiap bulannya
"Modus pertama menjanjikan keringanan biaya sekolah. Modus kedua yakni menjanjikan ilmu atau kemampuan yang bisa menyembuhkan orang sakit," jelas AKBP Andi.
Disebutkan lagi, pelaku oknum kiai MM
melakukan pencabulan tak hanya sekali. Melainkan telah melakukannya sebanyak 9 kali dalam kurun waktu bulan Maret 2023.
Kepolisian masih sedang melakukan pengembangan kasus ini apakah ada korban lainnya selain korban yang telah melaporkan diri.
Namun berdasarkan hasil pengembangan setelah dilakukan pemeriksaan terhadap para saksi yang ada, korban baru satu orang.
Tersangka MM dijerat Pasal 82 Ayat 1 atau Ayat 4 Undang Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak.
"Pasal yang disangkakan adalah tentang perlindungan anak karena para korban masih berusia di bawah umur semua. Tersangka terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara," ucapnya.
Diwartakan sebelumnya, terbongkarnya kasus dugaan tindak pidana asusila terhadap anak didiknya yang masih dibawah umur ini, setelah korban bercerita tentang peristiwa kelam yang ia alami kepada bibinya yang menjadi salah satu tenaga pengajar di sekolah pesantren tersebut.
Tanpa berpikir panjang, paman korban yang merupakan salah satu ASN di Pemkab Kepulauan Meranti memanggil orang tua korban, hingga akhirnya kejadian tersebut dilaporkan ke pihak kepolisian.
Hal itu terungkap saat Polres Kepulauan Meranti menggelar konferensi pers bersama wartawan di Mapolsek Tebingtinggi, Jalan Pembangunan I Kelurahan Selatpanjang Kota, Selasa (21/3/2023) pagi.
Hadir dalam kegiatan tersebut Kapolres AKBP Andi Yul Lapawesean Tendri Guling SIk MH, Bupati Kepulauan Meranti, H Muhammad Adil, Kepala Satuan Reskrim AKP Arpandy SH MH, sejumlah pejabat instansi vertikal.
Kronologi Kejadian
Dalam penjelasan kepolisian, kejadian berlangsung pada Kamis 9 Maret 2023 lalu. Kala itu orang tua korban yang tinggal di Kecamatan Rangsang Pesisir mendapatkan panggilan telepon dari adik iparnya dan memintanya untuk datang ke Kota Selatpanjang.
Keesokan harinya pada Jumat 10 Maret 2023, orang tua korban langsung menemui iparnya tersebut di rumah yang beralamat di Desa Insit Kecamatan Tebingtinggi Barat. Selanjutnya diceritakan bahwa telah terjadi pelecehan terhadap keponakannya yang dilakukan berkali-kali oleh pengasuh pondok pesantren tempat korban menimba ilmu.
Diceritakan, dugaan pelecehan itu terjadi sebanyak 9 kali. Dimana korban diminta membuka baju dan juga ada dibukakan sendiri bajunya oleh pengasuh Pondok pesantren yakni Kiai MM. Bahkan dalam pelecehan seksual itu, pelaku juga mencium pipi dan mengisap payudara.
Tidak sampai disitu, pelaku juga menindih tubuh korban dan meminta untuk mengonani kelamin pelaku Kiai MM.
Pihak keluarga yang tidak terima atas perlakuan terhadap korban, melaporkan pengasuh pondok pesantren tersebut kepada aparat Polres Kepulauan Meranti agar diproses hukum.
Adapun laporan yang dibuat oleh orang tua korban adalah bagian dari meminta keadilan agar pelaku dihukum maksimal atas perbuatan yang telah dilakukannya. Pelapor juga menginginkan agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari pada keluarganya dan korban berikutnya.
Polisi juga menyita beberapa alat bukti milik korban. Di antaranya sehelai baju kemeja panjang warna dongker, sehelai
baju seragam pramuka warna coklat, sehelai rok panjang pramuka warna coklat.
Selain itu juga disita sehelai rok panjang warna hitam, satu kutang warna abu-abu dan satu celana dalam warna coklat.
Kasus ini sempat viral di media sosial karena beredarnya laporan singkat di kepolisian.
Diketahui, sebelum ditahan, Kiai MM juga sempat mendatangi rumah keluarga korban yang berada di Kecamatan Rangsang Pesisir. Di sana pelaku mengaku perbuatannya dan meminta maaf serta meminta laporannya dicabut. Namun pihak keluarga tidak bergeming dan tetap melanjutkan proses hukum.
Kasus ini prosesnya sedang berjalan dan sudah ditangani oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres. Perihal kondisi psikologis korban yang saat ini masih trauma juga sudah ditangani oleh dinas terkait. (R-01)