Kasus Pelecehan Santri Perempuan, Kiai Pemilik Pondok Pesantren di Kepulauan Meranti Ditangkap Polisi
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Pemilik sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Qur’an Desa Mantiasa Kecamatan Tebingtinggi Barat, Kepulauan Meranti Kiai MM, ditangkap polisi setelah diduga melakukan pelecehan seksual terhadap salah satu santri perempuan yang terjadi di tempat pendidikan agama tersebut.
Penahanan terhadap pelaku dilakukan pada Senin (20/3/2023) malam kemarin setelah penyidik Reserse Kriminal Polres Kepulauan Meranti melakukan pemeriksaan dan menetapkan Kiai MM sebagai tersangka.
Sebelumnya polisi telah menerima laporan dari orangtua korban pada 13 Maret 2023 lalu dan terhadap pelapor juga telah diminta keterangannya.
Terbongkarnya kasus dugaan tindak pidana asusila terhadap anak didiknya yang masih dibawah umur itu setelah korban bercerita tentang peristiwa kelam yang ia alami kepada bibinya yang menjadi salah satu tenaga pengajar di sekolah pesantren tersebut.
Tanpa berpikir panjang, paman korban yang merupakan salah satu ASN di Pemkab Kepulauan Meranti memanggil orang tua korban, hingga akhirnya kejadian tersebut dilaporkan ke pihak kepolisian.
Hal itu terungkap saat Polres Kepulauan Meranti menggelar konferensi pers bersama wartawan di Mapolsek Tebingtinggi, Jalan Pembangunan I Kelurahan Selatpanjang Kota, Selasa (21/3/2023) pagi.
Hadir dalam kegiatan tersebut Kapolres AKBP Andi Yul Lapawesean Tendri Guling SIk MH, Bupati Kepulauan Meranti, H Muhammad Adil, Kepala Satuan Reskrim AKP Arpandy SH MH, sejumlah pejabat instansi vertikal.
Kronologi Kejadian
Dalam penjelasan kepolisian, kejadian berlangsung pada Kamis 9 Maret 2023 lalu. Kala itu orang tua korban yang tinggal di Kecamatan Rangsang Pesisir mendapatkan panggilan telepon dari adik iparnya dan memintanya untuk datang ke Kota Selatpanjang.
Keesokan harinya pada Jumat 10 Maret 2023, orang tua korban langsung menemui iparnya tersebut di rumah yang beralamat di Desa Insit Kecamatan Tebingtinggi Barat. Selanjutnya diceritakan bahwa telah terjadi pelecehan terhadap keponakannya yang dilakukan berkali-kali oleh pengasuh pondok pesantren tempat korban menimba ilmu.
Diceritakan, dugaan pelecehan itu terjadi sebanyak 9 kali. Dimana korban diminta membuka baju dan juga ada dibukakan sendiri bajunya oleh pengasuh Pondok pesantren yakni Kiai MM. Bahkan dalam pelecehan seksual itu, pelaku juga mencium pipi dan mengisap payudara.
Tidak sampai disitu, pelaku juga menindih tubuh korban dan meminta untuk mengonani kelamin pelaku Kiai MM.
Pihak keluarga yang tidak terima atas perlakuan terhadap korban, melaporkan pengasuh pondok pesantren tersebut kepada aparat Polres Kepulauan Meranti agar diproses hukum.
Adapun laporan yang dibuat oleh orang tua korban adalah bagian dari meminta keadilan agar pelaku dihukum maksimal atas perbuatan yang telah dilakukannya. Pelapor juga menginginkan agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari pada keluarganya dan korban berikutnya.
Polisi juga menyita beberapa alat bukti milik korban. Di antaranya sehelai baju kemeja panjang warna dongker, sehelai
baju seragam pramuka warna coklat, sehelai rok panjang pramuka warna coklat.
Selain itu juga disita sehelai rok panjang warna hitam, satu kutang warna abu-abu dan satu celana dalam warna coklat.
Sempat Viral di Medsos
Kasus ini sempat viral di media sosial karena beredarnya laporan singkat di kepolisian.
Diketahui, sebelum ditahan, Kiai MM juga sempat mendatangi rumah keluarga korban yang berada di Kecamatan Rangsang Pesisir. Di sana pelaku mengaku perbuatannya dan meminta maaf serta meminta laporannya dicabut. Namun pihak keluarga tidak bergeming dan tetap melanjutkan proses hukum.
Kasus ini prosesnya sedang berjalan dan sudah ditangani oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres. Perihal kondisi psikologis korban yang saat ini masih trauma juga sudah ditangani oleh dinas terkait.
Tersangka Kiai MM dijerat Pasal 82 Ayat 1 atau Ayat 4 Undang Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak.
"Pasal yang disangkakan adalah tentang perlindungan anak karena para korban masih berusia di bawah umur semua. Tersangka terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara," ucapnya. (*)