Sehari Pasca Izin Usaha Dicabut Pemkab Bengkalis, Pabrik Kelapa Sawit PT SIPP Tak Lagi Beraktivitas
SabangMerauke News, Bengkalis - Pabrik kelapa sawit milik PT Sawit Inti Prima Perkasa (SIPP) di Jalan Rangau, Mandau, Bengkalis berhenti operasional pasca pencabutan izin usaha dan izin lingkungan oleh Pemkab Bengkalis. Tidak ada lagi aktivitas perusahaan sejak SK pencabutan izin oleh Dinas PMPTSP Bengkalis diterbitkan, Kamis (13/1/2022) kemarin.
"Pabrik sudah berhenti. Tidak ada lagi aktivitas. Cerobong asap sudah tak lagi keluarkan asap," kata Ani, warga setempat kepada SabangMerauke News, Jumat (14/1/2021).
BERITA TERKAIT: 'Tamat Riwayat' PT SIPP, Pemkab Bengkalis Cabut Izin Usaha dan Lingkungan Perusahaan Terduga Pencemar Lingkungan
Ani menyatakan situasi di PKS milik PT SIPP sudah sepi, beda dari kondisi hari sebelumnya. Tidak ada lagi pasokan tandan buah segar kelapa sawit dan kendaraan truk di depan pabrik.
"Sepertinya sudah stop total operasional. Sudah sepi," jelasnya.
BERITA TERKAIT: Izin PT SIPP Dicabut Pemkab Bengkalis, Aparat Hukum Diminta Bertindak
Pemerintah Kabupaten Bengkalis mencabut izin usaha dan izin lingkungan perusahaan yang bergerak di sektor pengolahan pabrik kelapa sawit (PKS) tersebut. Pencabutan izin berlaku efektif mulai hari ini, Kamis (13/1/2022) melalui Surat Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bengkalis nomor: 060/DPMPTSP-SET/I/2022/01 tanggal 13 Januari 2022.
Pencabutan izin usaha dan lingkungan PT SIPP sebagai buntut panjang dari kejadian pencemaran limbah perusahaan ke lahan warga milik Jonni pada tahun lalu. Limbah perusahaan jebol sehingga menyebabkan tanaman kelapa sawit keluarga Jonni rusak dan tidak berproduksi lagi. Perusahaan tidak memiliki sistem limbah yang memadai dan diduga aktivitas pembuangan limbah diduga secara ilegal terjadi selama ini.
BERITA TERKAIT: #PercumaLaporPolisi, Pendemo Tuding Perusahaan Terduga Pencemar Lingkungan PT SIPP di Bengkalis Kebal Hukum
Dalam keterangannya, Kepala DPMPTSP Kabupaten Bengkalis, Basuki Rahmad menyatakan keputusan pencabutan izin PT SIPP ditetapkan sebagai tindak lanjut atas tidak dilaksanakannya Keputusan Kepala DPMPTSP Kabupaten Bengkalis Nomor 060/DPMPTSP/Lingkungan/Xll/2021/21 tentang Penerapan Sanksi Administratif Pembekuan Perizinan Berusaha oleh PT SIPP.
BERITA TERKAIT: Negara 'Kalah Tak Berdaya' di Kasus Pencemaran Lingkungan Pabrik Sawit PT SIPP di Bengkalis, Korban Bisa Apa?
Selain itu juga berdasarkan hasil telaah Plt. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bengkalis yang merekomendasikan pencabutan Izin Lingkungan serta hasil telaah dari Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Bengkalis yang merekomendasikan Pencabutan Izin Usaha Perkebunan Untuk Pengolahan (IUP-P).
“Pertimbangannya, kami menilai PT SIPP telah mengabaikan dan tidak taat terhadap perintah yang tertuang dalam seluruh sanksi administratif,” kata Basuki Rahmad, Kamis (13/1/2022) dikutip dari situs Pemkab Bengkalis.
Basuki menjelaskan kalau sebelumnya Pemkab Bengkalis telah memberikan teguran tertulis, paksaan pemerintah dan pembekuan perizinan berusaha, namun hal itu tidak juga dilaksanakankan oleh pihak perusahaan.
"Akhirnya Pemerintah Kabupaten Bengkalis menerapkan peningkatan sanksi menjadi sanksi pencabutan Perizinan Berusaha dalam bentuk pencabutan Izin Usaha Perkebunan Untuk Pengolahan (IUP-P) dan Izin Lingkungan PT. SIPP," jelas Basuki.
Adapun isi Surat Keputusan Kepala DPMPTSP Nomor 060/DPMPTSP/LINGKUNGAN/ I/2022/01 ini mencabut dua izin sekaligus, yaitu Izin Usaha Perkebunan untuk Pengolahan (IUP-P) berdasarkan Keputusan Bupati Bengkalis Nomor 525.2/IUP-P/Disbunhut/01.15/03 tanggal 09 Januari 2015 tentang Izin Usaha Perkebunan Untuk Pengolahan (IUP-P) PT. Sawit Inti Prima Perkasa.
Kemudian mencabut Izin Lingkungan berdasarkan Keputusan Bupati Bengkalis Nomor 344/KPTS/X/2014 tanggal 17 Oktober 2014 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Pembangunan Pabrik Kelapa Sawit Oleh PT. Sawit Inti Prima Perkasa di Kabupaten Bengkalis.
Selain itu dalam keputusan ini juga memuat perintah yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh PT. SIPP sebagai konsekuensi atas ketidaktaatan terhadap ketentuan perundang-undangan di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta perundang-undangan bidang Perkebunan.
Adapun perintah yang termuat dalam keputusan tersebut, yakni menutup dan menghentikan seluruh kegiatan dan operasional perusahaan terhitung sejak tanggal ditetapkannya keputusan ini. Juga menyelesaikan seluruh kewajiban lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Marnalom Hutahaean SH, MH yang merupakan kuasa hukum korban pencemaran limbah PT SIPP menyampaikan apresiasi atas sikap keras dan tegas Pemkab Bengkalis mencabut izin usaha dan lingkungan perusahaan. Meski demikian, proses hukum pidana terhadap korporasi terduga pencemar lingkungan juga harus dilakukan untuk memberi efek jera.
Marnalom juga mengingatkan agar Pemkab Bengkalis mampu mengamankan keputusan pencabutan izin usaha dan lingkungan PT SIPP. Soalnya, dua kali sanksi yang dijatuhkan oleh Pemkab Bengkalis, namun diduga perusahaan tetap membangkang.
"Demi keadilan untuk korban dan kepastian hukum, maka Pemkab Bengkalis harus dapat memastikan sanksi pencabutan izin usaha dan lingkungan dipatuhi oleh perusahaan. Jangan sampai negara kalah tiga kali," kata Marnalom.
Sudah Lapor ke Presiden Jokowi
Kasus dugaan pencemaran lingkungan akibat limbah PT SIPP sudah dilaporkan ke Polda Riau sejak 10 bulan lalu. Korban yang lahannya tercemar, Jonni Siahaan melalui kuasa hukumnya, Marnalom Hutahaean SH, MH telah melayangkan pengaduan tertulis ke Polda Riau pada 23 Februari silam.
"Namun memang hingga kini belum ada kemajuan dari laporan pengaduan yang kami sampaikan itu," kata Marnalom baru-baru ini.
Itu sebabnya pada Agustus lalu, Marnalom juga melayangkan surat pengaduan ke Presiden Joko Widodo, Kapolri dan Menteri LHK, Siti Nurbaya. Namun, hingga jelang tahun baru 2022, juga belum ada respon dari pengaduan tersebut.
Marnalom menyatakan tidak adanya proses hukum terkait pencemaran lingkungan ini seakan menunjukkan kalahnya negara melawan korporasi. Ia khawatir perusahaan akan merasa lebih kuat dari pemerintah karena tidak diberikan sanksi penegakan hukum yang jelas.
"Padahal, fakta adanya pencemaran lingkungan itu jelas sekali bisa dilihat oleh mata kepala. Tidak ada keraguan lagi. Pemkab Bengkalis juga sudah menjatuhkan sanksi dan menyebut terjadi pencemaran lingkungan. Tapi, sepertinya negara masih kalah dan tindakan hukum yang keras terukur tak kunjung dilakukan," kata Marnalom.
PT SIPP bahkan telah menggugat SK Bupati Bengkalis tersebut ke PTUN Pekanbaru dan sudah memasuki agenda sidang ke delapan yakni pemeriksaan setempat (sidang lapangan) dua pekan lalu.
Gugatan tersebut sebenarnya memicu tanda tanya. Soalnya pada 4 Oktober lalu, mediasi antara PT Sawit Inti Prima Perkasa (SIPP) dengan Pemkab Bengkalis yang difasilitasi Kejari Bengkalis sudah dilaksanakan. Hasilnya, perusahaan bersedia membayarkan denda sebesar Rp 101 juta yang dititip di Kejari Bengkalis.
Nyatanya, pelaksanaan mediasi oleh jaksa pengacara negara (JPN) Kejari Bengkalis dilakukan setelah PT SIPP menggugat Bupati Bengkalis ke PTUN. Diketahui, PT SIPP mendaftarkan gugatan pada 1 Oktober lalu dengan nomor registrasi: 50/G/2021/ PTUN.PBR.
SabangMerauke News belum dapat mengonfirmasi apa penyebab PT SIPP menggugat SK Bupati Bengkalis tentang penghentian operasional perusahaan, meski sudah bersedia membayar denda.
Roslin, istri Jonni yang lahannya tercemar oleh limbah PT SIPP menyatakan sejak insiden pencemaran itu tanaman kelapa sawitnya mengalami kerusakan serius. Hasil panen anjlok karena lahannya rusak akibat limbah perusahaan yang sudah menempel lama.
"Saya menuntut keadilan dari negara atas kerugian ini. Kami berharap masih ada keadilan," kata Roslin, pekan lalu.
Demo #PercumaLaporPolisi
Sebelumnya akhir tahun lalu, puluhan massa yang menamakan dirinya Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Peduli Riau (AMMPR) melakukan aksi demontrasi mendesak penuntasan kasus dugaan pencemaran lingkungan oleh PT Sawit Inti Prima Perkasa (SIPP) di Rangau, Bengkalis. Massa menilai perusahaan pabrik kelapa sawit tersebut kebal hukum karena hingga saat ini penindakan tak kunjung dilakukan.
Aksi damai ini digelar di depan kantor Gubernur Riau dan Mapolda Riau, Kamis (23/12/2021) siang. Dalam aksinya, pendemo membentangkan plakat dan spanduk berisi kritik atas lambannya penanganan kasus tersebut. Massa juga menuding ada indikasi pembekingan perusahaan dengan sejumlah motif.
"Percuma Lapor Polisi. Apa harus viral dulu baru diproses," demikian isi spanduk kecil yang dipampang pengunjuk rasa.
Koordinator Lapangan aksi tersebut, Eko menyatakan Gubernur Riau harus mengambil tindakan dalam kasus dugaan pencemaran limbah PKS perusahaan. Selain itu, Polda Riau juga diminta melakukan kewenangannya untuk menyelidiki kasus tersebut hingga tuntas.
Dalam pernyatan sikapnya, AMMPR mendesak agar aparat hukum yakni KPK, Polri dan Kejaksaan menelisik dugaan adanya dana ke oknum pejabat yang terkait persoalan tersebut. Massa bahkan menuding kalau Kadis Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Riau, Mamun Murod diduga menerima dana mencapai miliran rupiah. Namun, Mamun Murod telah membantah tudingan adanya pemberian uang tersebut kepada dirinya.
Pendemo juga mendesak agar Polda Riau menindaklanjuti laporan pengaduan yang sudah disampaikan beberapa bulan lalu.
Pemkab Bengkalis Laporkan ke KLHK
Upaya hukum pun sudah dilakukan oleh Pemkab Kuansing pasca-terbitnya SK Bupati Bengkalis nomor: 442/KPTS/VI/2021 tanggal 29 Juni 2021. Kuasa hukum Pemkab Bengkalis, Wan Subantriarti SH, MH menyatakan kalau kliennya telah melaporkan dugaan pidana lingkungan kasus pencemaran tersebut ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI.
"Kami masih menunggu tindak lanjut laporan tersebut dari Kementerian LHK," kata Wan, Rabu (8/12/2021) lalu. (*)