KPK Belum Terima Salinan Vonis Diskon Hukuman Korupsi Rp 114 Miliar di Riau Cuma Dihukum 2 Tahun, Ada Apa?
SabangMerauke News, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum mengambil langkah upaya hukum kasasi terkait diskon hukuman 2 tahun penjara yang diputuskan majelis hakim banding Pengadilan Tinggi Pekanbaru dalam kasus korupsi Rp 114 miliar proyek jalan Bukit Batu-Siak Kecil di Bengkalis, Riau. Alasannya, KPK belum menerima pemberitahuan resmi dan salinan putusan dari pengadilan.
Padahal, putusan banding sudah ditetapkan oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi Pekanbaru pada Selasa, 21 Desember lalu dengan nomor perkara 35/PID.SUS-TPK/2021/PT.PBR. Putusan itu dipampangkan dalam SIPP Pengadilan Negeri Pekanbaru.
BERITA TERKAIT: Inilah Trio 'Yang Mulia', Majelis Hakim yang Sunat Vonis Terdakwa Korupsi Rugikan Negara Rp 114 Miliar menjadi 2 Tahun Penjara di Riau
"Sejauh ini kami belum menerima pemberitahuan resmi maupun salinan putusannya," kata Juru Bicara KPK, Ali Fikri lewat pesan konfirmasi diterima SabangMerauke News via WhatsApp, Kamis (13/1/2022).
Belum diketahui apa penyebab Pengadilan Tinggi Pekanbaru belum menyampaikan pemberitahuan resmi dan salinan putusan banding ke KPK. Padahal, penetapan putusan sudah berlangsung lebih dari 3 pekan lamanya. Pihak PT Pekanbaru dan PN Pekanbaru belum dapat dikonfirmasi ikhwal ini.
BERITA TERKAIT: Waduh! PT Pekanbaru Sunat Vonis Terdakwa Korupsi Proyek Jalan Bengkalis Jadi 2 Tahun, Padahal BPK Hitung Kerugian Negara Rp 114 Miliar
Majelis hakim banding Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru dalam putusannya menyunat masa hukuman terdakwa Melia Boentara menjadi 2 tahun penjara dari sebelumnya oleh Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru menjatuhkan hukuman 4 tahun terhadap terdakwa Melia Boentara. Melia merupakan terdakwa kasus korupsi proyek jalan Bukit Batu-Siak Kecil di Bengkalis yang menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merugikan negara sebesar Rp 114 miliar.
BERITA TERKAIT: Putusan 2 Tahun Penjara Kasus Korupsi Rp 114 Miliar di Riau Dinilai Langgar Peraturan Mahkamah Agung
Sementara itu, vonis terhadap Handoko Setiono yang merupakan suami Melia Boentara tetap dipertahankan oleh majelis hakim banding hukuman selama 2 tahun penjara. Sama seperti vonis yang dijatuhkan sebelumnya oleh Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru.
"Menolak permintaan banding dari penuntut umum dan para terdakwa," demikian petikan putusan banding yang terpampang di SIPP Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kamis (23/12/2021) lalu.
Sebelumnya, KPK sebelum mengajukan upaya hukum banding akan mencermati putusan banding tersebut setelah menerima pemberitahuan resmi dan salinan putusan.
"KPK tentu menghormati putusan majelis hakim. Info yang kami terima, saat ini tim jaksa belum memperoleh pemberitahuan resmi dari pengadilan," terang Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangan tertulis yang diterima Sabang Merauke News, Jumat (24/12/2021) lalu.
BERITA TERKAIT: KY dan MA Didesak Periksa Majelis Hakim Tipikor Pekanbaru yang Vonis 2 Tahun Penjara Korupsi Rp 114 Miliar Perkara KPK
Ali Fikri menjelaskan, KPK segera akan menentukan sikap terkait putusan tersebut setelah menerima salinan dan mempelajarinya.
"Kami berharap pengadilan tidak terlalu lama mengirimkan salinan putusan lengkap tersebut," jelas Ali Fikri.
Vonis banding ini diputuskan oleh trio hakim yang diketuai oleh Dr Panusunan Harahap SH, MH serta dua anggota yakni Khairul Fuad SH, MHum dan Dr Busrizalti, SH, MHum. Panusunan adalah Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru.
Adapun putusan ditetapkan pada Selasa, 21 Desember lalu dengan nomor perkara 35/PID.SUS-TPK/2021/PT.PBR.
Netizen Sebut Bikin Koruptor Berpesta Pora
Putusan banding Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru yang menyunat hukuman terdakwa korupsi proyek jalan di Bengkalis dengan kerugian negara Rp 114 miliar menjadi 2 tahun dikritik keras. Suara netizen begitu marah dan mempertanyakan hati nurani majelis hakim yang menjatuhkan vonis super-ringan tersebut.
"Majelis hakim yang baik hati semoga diberikan panjang umur, agar para perampok uang negara bisa berpesta ria," tulis netizen Had**** pada kolom komentar Facebook, Kamis (23/12/2021).
"Katanya korupsi hukuman mati," komentar netizen Yas***.
Netizen lain mengaitkan vonis tersebut dengan menilai kondisi hukum saat ini makin parah.
"Sudah terbaca kok, negara ini semakin parah," komentar netizen Jua*****.
"Luar biasa," tulis Kha**** mengomentari vonis tersebut.
Dalam putusan banding tersebut, majelis hakim menyatakan memperbaiki putusan Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru sebelumnya tanggal 19 Oktober 2021, sekedar menyangkut lama hukuman terhadap Melia Boentara (terdakwa I) dari sebelumnya divonis 4 tahun menjadi 2 tahun.
Adapun majelis hakim yang mengadili perkara tingkat pertama di Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru diketuai oleh Lilin Herlina dan dua anggota hakim Dedi Kuswara dan Darlina Darmis.Lilin Herlina bulan lalu mendapat promosi sebagai Ketua PN Jambi. Lilin saat menjatuhkan vonis merupakan Wakil Ketua PN Pekanbaru.
Berdasarkan putusan banding ini, Melia juga tetap dikenakan pidana denda sebesar Rp 100 juta subsidair 3 bulan kurungan penjara. Sama halnya dalam putusan tingkat pertama di Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru, Melia juga dijatuhi hukuman membayar uang pengganti sebesar Rp 10,5 miliar yang wajib dibayarkan paling lambat satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Apabila Melia tidak memiliki harta benda untuk membayar uang pengganti kerugian negara tersebut dipidana selama 1 tahun penjara.
Sementara putusan banding terhadap Handoko tetap selama 2 tahun dan pidana denda sebesar Rp 100 juta subsidair 3 bulan kurungan penjara. Handoko yang merupakan Komisaris PT Arta Niaga Nusantara (ANN) tidak dikenakan hukuman membayar uang pengganti kerugian negara.
Melia adalah istri Handoko yang menjabat sebagai Direktur PT ANN, kontraktor pelaksana proyek jalan multiyears Siak Kecil-Bukti Batu dibiayai APBD Bengkalis 2013-2015 lalu.
Vonis majelis hakim PT Pekanbaru ini jauh sekali dari tuntutan jaksa KPK yang sebelumnya melakukan upaya banding atas putusan Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru. Jaksa dalam permohonan bandingnya menyebut putusan itu tidak memberikan rasa keadilan masyarakat dan efek jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi.
Sebelumnya, jaksa KPK menuntut kedua terdakwa hukuman masing-masing 8 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan penjara. Kedua terdakwa juga dituntut jaksa KPK membayar uang pengganti kerugian negara secara tanggung renteng sebesar Rp 110,5 miliar.
Adapun perhitungan kerugian negara berdasarkan audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam kasus ini yakni sebesar Rp 114 miliar lebih. Sebanyak 4 miliar di antaranya mengalir ke sejumlah pejabat Dinas Pekerjaan Umum Bengkalis dan orang dekat mantan Bupati Bengkalis Herliyan Saleh.
Sebelumnya, Direktur LBH Visi Keadilan Nusantara, Pagar Sianturi SH meminta agar majelis hakim banding memutus perkara ini dengan menjadikan rasa keadilan masyarakat sebagai alat ukur utamanya. Menurutnya kasus ini tergolong korupsi jumbo yang semestinya memberikan efek jerah dan pemulihan kerugian negara yang optimal.
"Vonis ringan majelis hakim PN Pekanbaru jangan diamini oleh Pengadilan Tinggi Pekanbaru. Jika itu kembali terjadi, maka akan berisiko memperburuk citra pengadilan. Ini adalah kasus yang menjadi atensi publik. Karena kerugian negaranya yang amat besar tidak setimpal dengan hukuman yang dijatuhkan," kata Pagar, Selasa lalu.
Pagar menyatakan korupsi adalah kejahatan luar biasa. Oleh karena itu hukuman yang dijatuhkan haruslah setimpal sehingga publik masih dapat mempercayai institusi pengadilan sebagai lembaga kredibel dan bermarwah.
"Kami akan mengawal kasus hingga hingga tuntas. Dan kami meminta KPK juga semakin mengintensifkan pengawasan dalam kasus ini. Bagi kami, ini juga adalah evaluasi bagi KPK karena kasus yang ditanganinya ternyata divonis ringan dan kerugian negara hasil audit BPK RI tidak dipakai oleh hakim PN Pekanbaru sebagai angka kerugian yang pasti," tegas Pagar. (*)