Kasus Dugaan Suap Eks Mantan Kakanwil BPN Riau Syahrir, KPK Minta Masyarakat Beri Informasi Soal Pelayanan HGU
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Komisi Pemberantasan Korupsi meminta bantuan masyarakat untuk membongkar kasus dugaan suap dalam pengurusan hak guna usaha (HGU) di Kanwil BPN Riau.
"Untuk perkara ini, KPK mengharapkan peran serta masyarakat untuk dapat menyampaikan berbagai informasi," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Minggu, (27/11/2022)
Ali mengatakan masyarakat bisa memberikan banyak informasi yang dibutuhkan penyidik. Salah satunya testimoni pelayanan pengurusan HGU di Kanwil BPN Riau.
"Yang tentunya memiliki keterkaitan dengan perkara, khususnya dalam pelayanan dan pengurusan di Kanwil BPN Riau saat tersangka MS (Kepala Kanwil BPN Riau M Syahrir) masih aktif menjabat," ucap Ali.
Kasus ini bermula ketika pemegang saham PT Adimulia Agrolestari Frank Wijaya meminta General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso untuk mengurus perpanjangan HGU perusahaannya yang akan berakhir pada 2024.
Sudarso langsung menghubungi Kepala Kanwil BPN Riau M Syahrir untuk mempercepat proses pengurusan.
Syahrir meminta Rp3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura untuk mempercepat pengurusan HGU. Permintaan itu berlangsung di rumah dinas Syahrir.
Sudarso langsung melaporkan permintaan itu kepada Frank dan langsung disetujui. Frank langsung menyiapkan SGD120 ribu untuk menyanggupi mahar yang diminta Syahrir.
Penyerahan uang terjadi di rumah dinas Syahrir sekitar September 2021. Syahrir melarang Sudarso membawa alat komunikasi saat penyerahan duit suap berlangsung.
Setelah perpanjangan didapat, Frank meminta Sudarso mengajukan surat permohonan kemitraan di Kampar kepada Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) saat itu, Andi Putra. Perusahaan Frank langsung diminta menyiapkan Rp2 miliar untuk pengajuan tersebut.
KPK menduga ada kesepakatan antara Sudarso dan Andi dalam pengajuan kemitraan itu. Buktinya, Andi diberikan Rp500 juta oleh Sudarso pada September 2021.
Frank bersama Sudarso diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, M. Syahrir selaku penerima diduga melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*)