Gara-gara Limbah B3 Blok Rokan, Dirut PT Pertamina Hulu Rokan Jaffee Suardin Dinilai Lemah Layak Dievaluasi
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Kepemimpinan Direktur Utama PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) Jaffee Arizon Suardin dinilai lemah dan minim pengalaman dalam mengelola Blok Rokan. Salah satu indikatornya yakni tak kunjung dilakukannya pemulihan tanah terkontaminasi minyak B3, sejak alih kelola Blok Rokan dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) pada 9 Agustus 2021 lalu.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman dalam keterangan tertulis yang diterima SabangMerauke News, Rabu (2/11/2022).
Menurut Yusri, PT PHR telah mendapat penugasan dari SKK Migas sejak 26 Juli 2021 lalu untuk memulihkan limbah TTM B3 warisan PT CPI yang hengkang dari Blok Rokan. Menurutnya, tak kunjung dilakukannya pemulihan limbah TTM B3 sampai saat ini, bisa berdampak pada dipermalukannya Presiden Jokowi dalam forum KTT G20 di Bali.
Ia menerangkan, sekitar 10 juta meter kubik limbah TTM B3 tersebar di ratusan lokasi di Blok Rokan Riau semestinya harus segera dipulihkan. Merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, limbah B3 harus dipulihkan tidak boleh lebih dari 30 hari kerja sejak ditemukan. Jika PT PHR tidak mampu menunjuk pihak ketiga untuk memulihkannya, gubernur atau bupati maupun walikota bisa segera menunjuk pihak ketiga atas beban PT CPI dan SKK Migas.
"Kami mensinyalir, lambannya PT PHR melaksanakan penugasan dari SKK Migas disebabkan lemahnya leadership Dirut PT PHR dalam mengendalikan fungsi supply chain. Sebab fungsi operasi sangat tergantung kehandalan fungsi supply chain," terang Yusri.
Ia menilai, Dirut PT PHR Jaffee Suardi juga lemah dalam menghadapi intervensi negatif dari stake holder. Hal tersebut kemungkinan karena Jaffee sebelumnya tidak pernah punya pengalaman dalam memimpin sebuah lapangan produksi seperti Blok Rokan.
Yusri menjelaskan, Head of Agrement ( HoA) telah ditandatangani Kepala SKK Migas Dwi Sucipto dengan President Director PT Chevron Pasifik Indonesia Albert Simanjuntak di kantor SKK Migas pada 28 September 2020 lalu. PT CPI menyetorkan dana sebesar USD 265 juta di escrow account SKK Migas sesuai split bagi hasil untuk pemulihan tersebut. Dengan telah disetornya dana tersebut, kata Yusri, maka telah membebaskan PT CPI dari segala kewajiban atas pemulihan limbah TTM B3 di Blok Rokan.
Penandatanganan HoA antara SKK Migas dengan PT CPI, kata Yusri, disaksikan juga oleh Menko Marinves Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri ESDM Arifin Tasrif serta Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB3) Kementerian LHK Vivien Rosa Ratnawati. Belakangan Vivien Rosa Ratnawati telah ditunjuk menjadi Komisaris Utama PT Pertamina Hulu Rokan.
"Namun dia (Vivien, red) tidak mampu mempercantik lingkungan Blok Rokan. Apakah penunjukkan ini tidak sembrono?" tutur Yusri dalam keterangan tertulisnya.
CERI menilai, jika SKK Migas dan Kementerian LHK tidak mau disebut kompak ingin mempermalukan Presiden Jokowi, maka sebaiknya kedua lembaga tersebut segera membuat surat ke Menteri BUMN dan Dewan Direksi Pertamina untuk mengevaluasi Direksi PT PHR.
Sempat Persoalkan Nilai HoA
Yusri menjelaskan, nilai kewajiban PT CPI sebagaimana tertuang dalam HoA sempat dipersoalkan oleh CERI. Hal ini mengingat perhitungan dari hasil audit lingkungan oleh Menteri LHK Siti Nurbaya, diperoleh volume limbah TTM B3 sekitar lebih dari 6 juta meter kubik. Jumlah limbah tersebut diluar puluhan fasilitas produksi yang harus dipulihkan oleh PT CPI sesuai perintah PTK 040/2018/SO yang merupakan turunan dari Permen ESDM Nomor 15 Tahun 2018 tentang Kegiatan Paska Operasi Pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Ironisnya, kata Yusri, Menteri LHK sejak digugat oleh Lembaga Pencegah Perusak Hutan Indonesia (LPPHI) pada 6 Juli 2021 lalu di PN Pekanbaru, hingga saat ini tampaknya sengaja menyembunyikan hasil audit lingkungan Blok Rokan. Padahal, kata Yusri, sesuai perintah UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pada Pasal 50, Menteri LHK wajib membuka ke publik hasil audit lingkungan yang telah dilakukan.
"Sehingga penyembunyian hasil audit lingkungan menimbulkan tanda tanya besar, ada apa," gugat Yusri.
Ia menjelaskan, berdasarkan Request For Infotmation (RFI) yang diterbitkan oleh PT PHR untuk seleksi rekanan calon pelaksana pemulihan limbah, ada kebutuhan perusahaan dengan keahlian deliniasi.
"Sehingga kami mencurigai volume hasil audit lingkungan yang dijadikan dasar HoA antara SKK Migas dengan PT CPI diduga dilakukan secara tebak-tebakan soal volume limbahnya. Jika hal ini benar, maka ini berbahaya dan berpotensi merugikan negara," pungkas Yusri.
Direktur PT PHR, Jaffee Suardin tidak memberikan respon saat dikonfirmasi ikhwal pernyataan CERI tersebut. Pun demikian Manager Corporate Affair PHR, Sonitha Purnomo juga belum memberikan balasan. Kepala SKK Migas Dwi Soecipto juga tak menjawab pesan konfirmasi yang dilayangkan media ini. (*)