Pakar Hukum Tuding Gubernur Syamsuar Tak Serius Benahi Bank Riau Kepri, Ini Penjelasannya
SM News, Pekanbaru - Gubernur Riau, Syamsuar dinilai tidak memiliki keseriusan dan political will untuk membenahi Bank Riau Kepri (BRK). Di tengah sejumlah kasus yang menerpa BRK, Syamsuar dituding tidak melakukan langkah yang konkret, padahal citra bank daerah tersebut berisiko anjlok dan kehilangan kepercayaan publik.
"Saya menilai Gubernur Riau tidak memiliki keseriusan dalam membenahi Bank Riau Kepri. Saya menilai beliau belum melakukan tindakan yang konkret untuk memajukan BRK. Banyak kasus yang terjadi, namun tidak dijadikan sebagai alat evaluasi," kata pakar hukum pidana, Dr Muhammad Nurul Huda SH, MH, Minggu (12/12/2021).
Menurut Nurul Huda, dua kasus pemberian fee atau komisi diduga secara ilegal kepada pemimpin operasional BRK yakni dari PT Global Risk Management (GRM) dan PT Jamkrida Riau harusnya membuat Gubernur Syamsuar mengambil tindakan evaluasi. Namun, hingga saat ini buktinya para kepala cabang tersebut tidak pernah dikenai sanksi dan justru masih memegang jabatan di BRK.
Ia menyatakan saat ini adalah momentum yang tepat bagi Gubernur Riau untuk mereformasi total dan membersihkan oknum-oknum tidak kredibel dan prudent dari BRK. Namun, ia menilai Gubernur Riau melewatkan momentum tersebut.
"Ini menimbulkan tanya tanya. Padahal ini adalah bank milik pemerintah. Harusnya pertanggungjawaban publik ke masyarakat lebih berat," kata Nurul Huda yang juga Direktur Forum Masyarakat Bersih (Formasi) Riau.
Diwartakan sebelumnya, Gubernur Riau Syamsuar selaku pemegang saham terbesar Bank Riau Kepri (BRK) dan pemegang mutlak PT Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida) Riau masih bungkam, ikhwal adanya dugaan kuat aliran dana komisi kepada kepala cabang BRK. Padahal, ahli pidana perbankan menyebut pemberian komisi dari PT Jamkrida Riau tersebut dinilai sebagai pelanggaran terhadap Undang-undang Perbankan dan aturan terkait lainnya.
Sejak beberapa hari lalu, Gubernur Riau Syamsuar telah dikonfirmasi melalui pesan layanan Whatsapp. Pagi tadi Senin (13/12/2021) konfirmasi kembali dikirimkan. Namun, meski membaca pesan singkat yang dikirimkan, Ketua DPD I Partai Golkar Riau ini tidak memberi balasan.
Berita Terkait: 'Tumbalkan' 3 Kepala Cabang, Bank Riau Kepri Justru Tetapkan Perusahaan Pemberi Fee Ilegal Jadi Pialang Tunggal, Formasi: Ini Sudah Mainan Atas!
Ahli pidana perbankan, Dr Zulfi Diane Zaini SH, MH menyatakan pemberian fee atau komisi dari PT Jamkrida Riau ke kepala cabang Bank Riau Kepri (BRK) tidak diperbolehkan. Hal tersebut bahkan merupakan bentuk pelanggaran dari Undang-undang Perbankan yang dapat dan semestinya diproses hukum.
"Pada pokok dan prinsipnya, penerimaan apapun dari pihak ketiga, tidak bisa masuk ke kantong pribadi dari direksi, pengurus atau pegawai bank. Namun harus menjadi pendapatan atau penerimaan institusi bank tersebut," kata Dr Zulfi Diane Zaini SH, MH dalam perbincangan dengan SM News, Sabtu (11/12/2021) via sambungan telepon.
Berita Terkait: PT Jamkrida Riau Diduga Berikan Komisi ke Kepala Cabang Bank Riau Kepri, Apakah Tak Langgar Undang-undang Perbankan?
Dr Zulfi adalah saksi ahli Polda Riau dalam kasus dugaan suap fee ilegal asuransi kredit Bank Riau Kepri (BRK) dari pialang (broker) PT Global Risk Management (GRM) yang menjerat 3 mantan kepala cabang BRK dan telah divonis bersalah dengan hukuman 2,5 tahun penjara pada tingkatan banding. Namun, dalam perkara ini penuntut umum tidak menjerat pemberi dan penerimanya dengan Undang-undang Tipikor, melainkan hanya dengan UU Perbankan, sehingga pemberi fee tidak dapat dijerat.
Kepala Pusat Studi Hukum Perbankan (PSHP) Universitas Bandar Lampung ini menegaskan segala penerimaan dari pihak ketiga harus dicatat dalam laporan laba rugi bank, bukan menjadi pendapatan pribadi dari kepala cabang bank.
"Saya agak heran, mestinya bank itu (Bank Riau Kepri, red) mengedepankan prinsip utama perbankan yakni prinsip kehati-hatian. Kan sudah jelas ada peraturan hukum soal itu yang harus disesuaikan dengan kebijakan bank. Apalagi BRK itu kan bank plat merah yang semua sahamnya milik pemerintah daerah. Ini tak boleh terjadi," kata Dr Zulfi.
Berita Terkait: Mahasiswa Desak Kapolri Instruksikan Kapolda Riau Usut Tuntas Kasus Fee Ilegal Asuransi Kredit Bank Riau Kepri
Ia menegaskan kasus pemberian komisi dari PT Jamkrida kepada kepala cabang BRK sama substansinya dengan kasus fee ilegal dari PT GRM ke kepala cabang BRK yang sudah diproses hukum.
"Itu sama substansi case-nya, yakni penerimaan secara tidak sah oleh pegawai bank. Tidak boleh pengurus atau pegawai bank mendapat komisi atau fee dari pihak ketiga. Itu semestinya menjadi pendapatan bank. Aparat hukum dapat mengambil tindakan hukum dari kasus tersebut, jika benar terjadi dan disertai fakta-fakta hukum," tegas Dr Zulfi.
Diwartakan sebelumnya oleh media ini, diduga PT Jamkrida yang juga merupakan BUMD milik Pemprov Riau telah memberikan komisi kepada para kepala cabang BRK. Pemberian uang disebut sebagai biaya akuisisi atau komisi atas apresiasi karena kepala cabang BRK telah melakukan penjaminan kredit produktif yang diproses tidak melalui broker alias head to head kepada PT Jamkrida Riau.
Informasi awal pemberian komisi tersebut diperoleh berdasarkan surat keputusan Direktur Utama PT Jamkrida Riau tentang Biaya Akuisisi Cabang-cabang BRK. Surat tertanggal 1 Agustus 2019 lalu itu ditandatangani oleh Dirut PT Jamkrida, Afrizal Berry.
Disebutkan dalam surat itu kalau biaya akuisisi diberikan khusus untuk produk penjaminan kredit produktif yang diproses tidak melalui broker alias head to head. PT Jamkrida mencuplik Peraturan OJK nomor: 2/POJK.5/2017 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Penjaminan sebagai rujukan pemberian komisi biaya akuisisi tersebut.
Dalam salinan kopian surat itu disebutkan kalau pembayaran akuisisi dilakukan secara transfer ke rekening sesuai konfirmasi bayar dari pimpinan cabang BRK.
SM News juga mendapatkan salinan kopian diduga bukti transfer biaya akuisisi kepada sejumlah pemimpin cabang BRK yang diduga diberikan PT Jamkrida Riau pada periode 2020 lalu. Jumlah komisi biaya akuisisi tersebut bervariatif diberikan kepada tiap pemimpin cabang BRK.
SM News masih mengklarifikasi kebenaran surat yang diteken oleh Afrizal Berry tersebut. Namun, ponsel Afrizal tidak dapat dihubungi, sementara pesan singkat Whatsapp yang dikirimkan SM News tidak bisa sampai ke ponselnya.
Pejabat Humas Bank Riau Kepri, Dwi belum memberikan klarifikasi atas dugaan kasus baru pemberian komisi kepada kepala cabang BRK ini. Ia tidak menjawab pesan konfirmasi yang telah dilayangkan sejak beberapa hari lalu.
Sebelumnya, Kepala Perwakilan OJK Riau, Lutfi telah memberikan pernyataan tentang kasus ini. Meski hanya memberikan komentar irit dan singkat lewat pesan Whatsapp, OJK Riau menyebut pemberian komisi tidak diperkenankan untuk pribadi.
"Secara normatif tidak diperkenankan penerimaan pribadi," terang Kepala OJK Perwakilan Provinsi Riau, Lutfi pada Jumat (10/12/2021) kemarin.
Lutfi mengaku sedang memiliki agenda di luar kantor. Ia juga menyatakan belum mengecek Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang dijadikan rujukan Direktur Utama PT Jamkrida Riau memberikan komisi biaya akusisi kepada para kepala cabang BRK.
"Maaf saya lagi ada giat di luar. Saya belum cek POJK-nya," terang Lutfi mengawali pesan yang dikirimnya kepada SM News, kemarin.
Hingga hari ini, Sabtu (11/12/2021), Lutfi belum memberikan keterangan tambahan yang komprehensif ikhwal tindakan PT Jamkrida Riau yang diduga melanggar Undang-undang Perbankan tersebut.
OJK memiliki otoritas sesuai kewenangan yang diberikan undang-undang untuk menetapkan tindakan atau kebijakan perbankan dan lembaga keuangan lainnya dapat dibenarkan atau melanggar ketentuan perbankan. Sehingga, secara substantif dan lengkap, keterangan OJK diharapkan bisa mengurai dan mencerahkan publik soal regulasi yang dibuatnya sendiri.
Berbarengan dengan Kasus Dugaan Suap Fee Asuransi Kredit
Dugaan pemberian komisi dari PT Jamkrida ke kepala cabang BRK ini mengingatkan kasus sebelumnya yang menghebohkan jagat perbankan tentang dugaan suap fee ilegal asuransi kredit secara berjamaah yang diterima para pemimpin operasional Bank Riau Kepri (BRK) dari pialang PT Global Risk Management (GRM). Tiga orang mantan kepala cabang BRK telah dinyatakan bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru dalam perkara tersebut.
Belum lagi kasus fee asuransi itu diusut tuntas semua pihak yang menerimanya, dugaan kuat kasus terbaru pemberian komisi muncul kembali. Kali ini, komisi diduga diberikan oleh PT Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida) Riau.
BRK memang sepanjang periode sebelum 1 Oktober 2021 menggunakan sebanyak 4 perusahaan broker sebagai mitra. Keempat broker tersebut yakni PT Global Risk Management (GRM), PT. Adonai Pialang Asuransi, PT. Brocade Insurance Broker dan PT Proteksi Jaya Mandiri.
Perusahaan pialang PT Global Risk Management (GRM) terlibat dalam kasus pemberian fee ilegal asuransi kredit kepada 3 mantan pimpinan BRK yang sudah dijatuhi vonis 2,5 tahun penjara pada awal Oktober lalu. Meski terbukti memberikan fee secara ilegal, justru per tanggal 1 Oktober lalu, BRK menunjuk PT GRM sebagai pialang tunggal di BRK, menyingkirkan 3 perusahaan pialang (broker) lainnya.
Fakta persidangan menyebut kalau pemberian fee ilegal tidak saja diberikan kepada 3 terdakwa, melainkan 40-an pimpinan operasional BRK lainnya. Namun proses hukum pengembangan kasus ini belum berjalan. (*)