Waduh! Kapolri Didesak Evaluasi Kinerja Kapolda Riau, Ada Kasus Apa?
SabangMerauke News, Pekanbaru - Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman menduga Polda Riau tidak serius menindak praktik tambang ilegal yang merusak lingkungan dan tidak membayar pajak tambang kepada pemerintah daerah.
Hal tersebut menyusul informasi belum diterimanya surat pemberitahuan dimulai penyidikan (SPDP) oleh Kejati Riau dalam kasus dugaan tambang ilegal PT Batatsa Tunas Perkasa dan PT Bahtera Bumi Melayu di Kabupaten Rokan Hilir, Riau.
BERITA TERKAIT: Polda Riau Periksa Dirut PT Rifansi Ricky Sinambela, Diduga Terkait Tanah Urug Ilegal untuk Ladang Minyak Blok Rokan
Menurut Yusri Usman, sudah lebih empat bulan aktivitas pengerukan tanah oleh kedua perusahaan di-stop untuk proses penegakan hukum. Kedua perusahaan diduga kuat belum memiliki IUP Operasi Produksi dan izin lingkungan, tetapi telah menambang tanah urug untuk kebutuhan PT Rifansi Dwi Putra yang dipasok ke PT Pertamina Hulu Rokan.
"Jika informasi itu benar, maka sangat patut disesalkan. Sehingga masyarakat Riau dapat menduga Polda Riau tidak serius menindak praktik tambang ilegal. Maka wajar saja praktik tambang ilegal masih ada di Riau," kata Yusri Usman dalam keterangan tertulis, Minggu (15/5/2022) kemarin.
BERITA TERKAIT: Dirut PT Rifansi Diperiksa Polda Riau Kasus Tanah Galian untuk Blok Rokan, Cuma Ini Respon PT Pertamina Hulu Rokan
Yusri menerangkan, pada 11 Januari 2022 lalu, CERI mendapat langsung surat pernyataan bermeterai kedua perusahaan tersebut dari Inspektur Tambang Provinsi Riau. Dalam surat itu, perusahaan mengakui IUP-nya masih berstatus eksplorasi, tetapi justru telah melakukan kegiatan penambangan dan berjanji menghentikannya.
"Meskipun menurut Inspektur Tambang Riau Diary Sazali Puri Dewa Tari, kedua perusahaan itu melawan dengan membatalkan pernyataan yang sudah dibuatnya itu. Diduga saat itu atas saran backing-nya. Oleh sebab itu, Inspektur Tambang berkordinasi dengan Direskrimsus Polda Riau pada 12 Januari 2022. Tetapi anehnya menimbulkan pertanyaan, aktivitas penyetopan itu tidak dengan memasang police line. Ini sempat kami tanyakan dan Inspektur Tambang Riau tidak menjawab," beber Yusri.
Kapolda Riau kata Yusri, harus menegur jajaran Ditkrimsus Polda Riau atas kelambatan atau diduga kurang serius menuntaskannya. Karena sesuai janji kapolda kepada masyarakat Riau diawal bertugas, bahwa ilegal mining termasuk 12 program prioritas Kapolda Riau.
"Atau jangan-jangan Kapolda sudah tak mampu menyelesaikan kasus-kasus tambang tambang Ilegal di Riau? Maka sudah selayaknya Kapolri perlu mengevaluasinya," tegas Yusri.
Haram Tingkatkan Status IUP Perusahaan
Selain itu, lanjut Yusri, haram hukumnya Ditjen Minerba dan Menteri Investasi/ Kepala BKPM memproses peningkatan status IUP PT Batatsa Tunas Perkasa dan PT Bahtera Bumi Melayu menjadi IUP Operasi Produksi. Hal ini karena kedua perusahaan telah melanggar pasal 160 Undang-undang nomor 3 tahun 2020 tentang Minerba yang ancaman pidananya 5 tahun dengan denda Rp 100 miliar.
"Jika IUP-nya tetap diproses, sama juga Ditjen Minerba dan Menteri Investasi/ Kepala BKPM tidak menghargai UU Minerba. Lagipula mereka tidak konsisten dengan kebijakan mencabut sekitar 2.000 izin tambang, hanya karena tidak mengajukan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB). Apa tidak konyol ini?" pungkas Yusri. (*)