Ini Rincian Pabrik Kelapa Sawit Tak Miliki Kebun di Riau, Paling Banyak di Rokan Hilir
SabangMerauke News, Pekanbaru - Sebanyak 125 unit pabrik kelapa sawit (PKS) di Provinsi Riau diduga kuat tidak memiliki kebun sendiri untuk memasok bahan baku produksi. Keberadaan PKS non kebun tersebut paling banyak tersebar di wilayah Kabupaten Rokan Hilir.
Ironisnya, PKS non kebun di Rohil jumlahnya lebih dua kali lipat dibanding PKS yang memiliki kebun sendiri. Ada sebanyak 23 unit PKS non kebun di Rohil, sementara hanya 9 unit PKS yang memiliki kebun sendiri.
BERITA TERKAIT: 125 Pabrik Kelapa Sawit di Riau Tak Punya Kebun: Langgar Undang-undang Perkebunan, Ancaman 5 Tahun Penjara!
Berdasarkan data tabulasi yang diperoleh SabangMerauke News, sebanyak 23 unit PKS non kebun di Rohil mengelola tandan buah segar (TBS) dengan total kapasitas produksi 815 ton per jam.
SabangMerauke News masih mengonfirmasi ikhwal validasi data tersebut kepada Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Zulfadli. Namun, sejak kemarin Zulfadli tak bisa dikonfirmasi. Pesan yang dikirimkan via WhatsApp tak kunjung dibalas. Demikian pula panggilan seluler tak diangkatnya.
Sementara, di Kabupaten Rokan Hulu dan Siak, terdapat masing-masing sebanyak 20 unit PKS yang tak memiliki kebun sendiri untuk pemasok bahan baku TBS. Di Siak, hanya terdapat 8 PKS yang memiliki kebun sendiri. Adapun total produksi olahan TBS dari sebanyak 20 PKS non kebun di Siak yakni sebesar 640 ton per jam.
Di wilayah Kabupaten Bengkalis, Indragiri Hulu dan Kampar, terdapat masing-masing 12 PKS yang tak memiliki kebun sawit. Sementara di Pelalawan ada sebanyak 10 PKS tanpa kepemilikan kebun sawit.
Di Kabupaten Indragiri Hulu ada sebanyak 6 unit PKS non kebun, sementara di Kabupaten Kuansing ada sebanyak 8 unit PKS tanpa kepemilikan kebun kelapa sawit. Di Dumai, terdapat 2 PKS non kebun sawit dengan total produksi olahan sebesar 150 ton per jam.
Dari keseluruhan sebanyak 125 PKS non kebun sawit di Riau, mengolah produksi sebesar 4.700 ton per jam.
Syarat 20 Persen Kebun Pemasok Bahan Baku
Keberadaan PKS non kebun di Riau tengah menjadi sorotan ikhwal perizinan pendirian PKS yang mensyaratkan kepemilikan kebun seluas 20 persen dari kebutuhan produksi TBS yang diolah. Aktivis hukum, Martin Ade SH menyatakan, berdasarkan Undang-undang nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan, setiap usaha industri pengolahan hasil perkebunan (IUP-P) harus memenuhi sekurang-kurangnya 20 persen dari keseluruhan bahan baku yang dibutuhkan berasal dari kebun yang diusahakan sendiri.
Adapun ancaman hukumannya diatur dalam pasal 105 undang-undang tersebut yakni pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling besar Rp 10 miliar bagi pemilik usaha.
Sementara, dalam pasal 106 disebutkan kalau gubernur, bupati dan walikota yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan syarat dan ketentuan, dipidana paling lama 5 tahun dan denda Rp 5 miliar.
"Jadi, sebenarnya undang-undang sudah mengaturnya secara detil disertai sanksi pidana dan denda. Bahwa setiap pabrik pengolah perkebunan dalam hal ini pabrik kelapa sawit, harus memiliki areal kebun sendiri sekurang-kurangnya 20 persen dari bahan baku," kata Martin, Senin (9/5/2022) lalu.
Martin juga menjelaskan, ketiadaan kebun sawit milik PKS tersebut, diduga membuat pemiliknya menghalalkan segala cara untuk mendapatkan pasokan buah sawit. Sumber yang paling dominan yakni sawit yang ditanam di dalam kawasan hutan milik negara.
Kebun sawit ilegal itu dikelola oleh masyarakat maupun oknum kelompok-kelompok tertentu bertamengkan kelompok tani maupun korporasi.
"Seakan-akan itu murni milik masyarakat. Namun, dalam banyak kasus pengolah kebun sawit ilegal itu terafiliasi dengan pemilik PKS," tegas Martin.
Ia menilai, wajar saja kawasan hutan di Riau habis dirambah untuk kegiatan perkebunan kelapa sawit ilegal. Ia mengaku heran, mengapa pemda di Riau mengobral perizinan pembangunan PKS, tanpa menelisik lebih dulu sumber bahan baku kelapa sawit yang diolah oleh perusahaan.
"Ketimpangan jumlah PKS dengan areal kebun yang dimiliki, menyebabkan sumber pasokan bahan baku TBS dieksploitasi secara besar-besaran dari lahan yang tidak jelas, termasuk dari kawasan hutan," tegas Martin.
Berdasarkan asumsi awal, sebuah PKS dengan kapasitas produksi 30 ton/ jam, sedikitnya membutuhkan areal kebun sawit seluas 6 ribu hektar. Dengan demikian, PKS tersebut wajib memiliki kebun inti seluas 1.200 hektar yakni 20 persen dari luasan lahan total tersebut. (*)