Jikalahari Kena Sanksi Adat Suku Sakai, Hukumannya Satu Tepak Sirih dan Kain Putih
SabangMerauke News, Pekanbaru - Datuk dan ninik mamak Sakai Batin Sobanga menjatuhkan sanksi adat kepada LSM Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari). Organisasi pecinta lingkungan itu dikenakan hukuman adat berupa denda satu tepak sirih dan kain putih.
Penjatuhan sanksi hukum adat itu disebabkan karena ketersinggungan masyarakat Sakai Batin Sobanga, Bengkalis dalam acara perayaan hari jadi ke-20 Jikalahari di Pekanbaru pada 26 Maret. Tokoh-tokoh Sakai kecewa karena menilai penyebutan nama tokoh mereka yakni Datuk Batin Sobanga (almarhum Kiai Haji Muhammad Yatim) yang bergelar Batin Sobanga Batin Iyo Bangso oleh Jikalahari, dinilai tidak tepat dan pantas.
Datuk Bathin Sobanga M Nasir Natihin Sobanga kepada media di Pekanbaru menjelaskan ketersinggungan komunitasnya tersebut. Dalam acara yang digelar Jikalahari di Anjungan Idrus Tintin itu, disebut kalau Muhammad Yatim mati meninggalkan hutan. Ungkapan itu mengutip pepatah 'harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading'.
"Ucapan 'Muhammad Yatim mati meninggalkan hutan' itu sebenarnya tak pantas. Karena Muhammad Yatim punya gelar. Jangan disamakan Muhammad Yatim dengan binatang," kata Datuk Nasir, Senin (17/4/2022).
Ia menjelaskan, komunitas Suku Sakai juga tak ingin adanya penggunaan kata 'mati' kepada Muhammad Yatim, seharusnya diganti dengan bahasa yang lebih baik.
"Kalau bisa bahasa 'mati' itu diganti dengan bahasa yang lebih baik. Itu saja sebenarnya yang membuat ninik mamak dan anak kemenakan Suku Sakai banyak marah," kata Datuk Nasir.
Ikhwal adanya hukuman adat kepada Jikalahari diumumkan lewat akun Instagram @pusat.kebudayaan.sakai, Jumat (15/4/2022) lalu. Postingan itu memuat suasana pertemuan berlangsung di Rumah Adat Sakai Batin Sobanga di Desa Kesumbo Ampai, Bengkalis yang kemungkinan adalah rapat adat.
"Penyebutannya membuat tersinggungnya hati anak kemenakan sakai Batin Sobanga. Oleh sebab itu, pantas diberikan hukum sanksi adat Sakai, agar ke depannya semua pihak tidak sembarangan mencuri data, budaya dan penyebutan gelar datuk-datuk, tokoh tokoh kami," demikian keterangan penutup akun tersebut.
Makna Denda Adat Sakai
Atas tindakan Jikalahari yang membuat marah warga komunitas Sakai, organisasi LSM tersebut pun dijatuhi hukuman adat. Bentuknya berupa satu tepak sirih dan selembar kain kafan putih.
Datuk Nasir menjelaskan, selembar kain putih tersebut melambangkan kondisi yang bersih dan tiada noda. Sedangkan tepak sirih nilainya setara satu emas.
"Artinya itu sebagai pengakuan telah berbuat salah. Kemudian makan bersama dan diskusi. Ini sarana bersama mencari jalan keluar yang baik dalam persoalan ini," kata Datuk Nasir.
Pihak Jikalahari hingga saat ini belum bisa dikonfirmasi soal penjatuhan sanksi hukum adat tersebut. Koordinator Jikalahari, Made Ali belum mengangkat panggilan konfirmasi yang dilayangkan SabangMerauke News siang tadi. (cr1)