Mengapa BUMD PT SPR Trada Dapat Jatah Uang Penjualan Kayu Akasia di Lahan LPHD Rantau Kasih yang Dijual ke PT RAPP?

Ilustrasi hamparan hutan kayu eukaliptus. Foto: Istimewa
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Cerita tentang bagi-bagi fee uang hasil penjualan kayu akasia pada lahan hutan yang dikelola Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Rantau Kasih di Kabupaten Kampar masih menyimpan misteri. Terlebih, anak usaha BUMD Pemprov Riau yakni PT Sarana Pembangunan Riau Trada (SPR Trada) ikut kecipratan uang kayu tersebut.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, PT SPR Trada turut menerima uang miliaran rupiah dari hasil penjualan kayu akasia tersebut. Uang bersumber dari penghitungan fee sebesar Rp 120 ribu untuk setiap ton kayu yang dijual melalui perusahaan supplier ke PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Kabarnya, uang tersebut ditransfer dari rekening LPHD Rantau Kasih.
"Uang tersebut masih tersimpan di rekening perusahaan," kata Direktur PT SPR Trada, Bemi Hendrias saat ditemui SabangMerauke News di kantornya pada Rabu (12/3/2025).
Bemi enggan menyebut berapa nominal uang yang diterima PT SPR Trada dari hasil penjualan kayu akasia tersebut. Namun, ia mengklaim telah bertindak prudent dalam menjalankan aktivitas korporasi. Bemi baru memimpin PT SPR Trada sejak Agustus 2024 lalu.
"Sebagai orang yang pernah bekerja di perbankan, setiap langkah dan tindakan perusahaan harus prudent dan penuh kajian matang," kata Bemi.
Lantas, apa dasar PT SPR Trada bisa menerima uang penjualan kayu akasia dari lahan hutan LPHD Rantau Kasih?
Diketahui, LPHD Rantau Kasih merupakan pihak yang mendapat izin perhutanan sosial skema hutan desa dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan era Siti Nurbaya, lewat surat keputusan nomor: SK.9862/MENLHK-PSKL/PSL.O/9/2023 tanggal 14 September 2023. Adapun luas Hutan Desa Rantau Kasih mencapai 1.568 hektare.
LPHD Rantau Kasih ketiban durian runtuh. Soalnya, di atas lahan hutan desa itu telah tumbuh kayu akasia yang siap panen, padahal mereka tidak pernah menanamnya. Ini tentu saja cuan bagi sebanyak 71 pengurus LPHD dan 398 anggotanya.
Berdasarkan informasi dari sumber yang mengetahui masalah ini, kayu akasia itu diduga ditanam dan dirawat oleh PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Bahkan kabarnya, perusahaan sempat melakukan beberapa kali pemanenan, sebelum lahan diserahkan pengelolaannya oleh Menteri Siti Nurbaya ke LPHD Rantau Kasih.
Tidak jelas, apa dasar PT RAPP bisa menanam kayu akasia di lahan tersebut. Namun, bisa dipastikan kalau lahan itu bukan bagian dari areal kerja (konsesi) PT RAPP. Belakangan, LPHD Rantau Kasih melalui mitra suppliernya menjual kayu ke PT RAPP.
Manager Communication PT RAPP Budi Firmansyah menolak menjawab soal adanya aktivitas penanaman dan pemanenan akasia di atas lahan hutan, sebelum diserahkan Menteri LHK kepada LPHD Rantau Kasih.
"Boleh ditanyakan langsung ke LPHD Rantau Kasih. Dalam hal ini RAPP sebagai penerima hasil panen LPHD Rantau Kasih," terang Budi via pesan WhatsApp, Rabu kemarin.
Kembali soal keterlibatan PT SPR Trada sebagai salah satu pihak penerima uang hasil penjualan kayu. Diduga, PT SPR Trada bersama Koperasi Pancuran Gading pernah mengajukan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) pada lahan yang sama, sebelum Menteri LHK menerbitkan izin ke LPHD Rantau Kasih. Namun, PT SPR Trada tidak mendapat izin dari Menteri LHK.
Belakangan, pengurus LPHD Rantau Kasih berniat untuk menjual kayu akasia yang tumbuh pada areal hutan yang dikelolanya. Namun, entah mengapa, muncul perjanjian tiga pihak antara LPHD Rantau Kasih, PT SPR Trada dan Koperasi Pancuran Gading. Salah satu isi perjanjian, yakni memuat fee atau bagi hasil penjualan kayu kepada PT SPR Trada.
Diduga ada intervensi kepada pengurus LPHD Rantau Kasih, sehingga perjanjian itu dibuat. Sejak heboh adanya cuan kayu akasia, gejolak muncul di Desa Rantau Kasih. Para tokoh masyarakat mulai mempersoalkannya. Cuan kayu ini menjadi sasaran banyak pihak.
Perjanjian tiga pihak itu dibuat di depan notaris Ira Asiska dengan nomor 29 tanggal 27 Mei 2004. Kabarnya notaris ini berkedudukan di Kabupaten Siak. Perjanjian ditandatangani oleh Direktur PT SPR Trada saat dijabat oleh Sulfian Daliandi, Ketua Koperasi Pancuran Gading Jonni Fiter Suplus dan pihak LPHD Rantau Kasih.
Perjanjian itu terkuak dari gugatan Ketua Koperasi Pancuran Gading, Jonni Fiter Suplus terhadap PT SPR Trada di Pengadilan Negeri Pekanbaru. Dalam surat gugatannya, Jonni menuding PT SPR Trada melakukan wanprestasi (ingkar janji) karena tidak membayar fee sebesar Rp 5,9 miliar kepada dirinya, dari hasil penjualan kayu akasia ke PT RAPP.
Gugatan Jonni yang kini duduk sebagai anggota DPRD Kampar, didaftarkan pada Jumat, 13 Desember 2024 lalu dengan nomor perkara:395/Pdt.G/2024/PN Pbr.
Namun, belakangan Jonni mencabut gugatannya tersebut pada pada Kamis, 20 Februari 2025 lalu. Tidak diketahui apa alasan Jonni mencabut gugatannya. Jonni belum merespon konfirmasi SabangMerauke News sejak beberapa hari lalu.
Direktur PT SPR Trada, Bemi Hendrias tidak mengungkap secara jelas apa alasan mengapa perusahaan yang ia pimpin bisa mendapat bagian dari penjualan kayu akasia dari LPHD Rantau Kasih. Ia hanya menunjukkan dokumen perjanjian tiga pihak yang dibuat bersama Koperasi Pancuran Gading dan LPHD Rantau Kasih.
"Mungkin ini bisa disebut sebagai dukungan hibah terhadap keberadaan perusahaan daerah (BUMD)," kata Bemi.
Bemi menolak jika PT SPR Trada disebut berperan sebagai makelar dalam penjualan kayu akasia di areal LPHD Rantau Kasih.
Sumber SabangMerauke News yang memahami seluk beluk perhutanan sosial menyebut, LPHD Rantau Kasih sebenarnya bertransaksi langsung dalam penjualan kayu akasia di areal hutan yang dikelolanya. Itu sebabnya, kemunculan PT SPR Trada menjadi tanda tanya. LPHD Rantau Kasih ada pemegang tunggal izin hutan desa tersebut.
"Pemegang izin hanyalah LPHD Rantau Kasih. Jadi, seharusnya tak perlu ada pihak lain yang ikut-cawe-cawe. Aneh kalau anak perusahaan BUMD dapat bagian dari penjualan kayu, karena sama sekali tidak ada ikatan apapun dengan areal perhutanan sosial yang dikelola LPHD Rantau Kasih," kata sumber tersebut.
Ia menyebut, penerimaan uang hasil penjualan kayu akasia oleh PT SPR Trada yang tidak jelas dasarnya, bisa memunculkan masalah hukum.
"Itu namanya uang panas. Karena diperoleh tanpa memiliki dasar yang jelas, meski ada perjanjian. Harus dikaji legalitas hukum dan sah tidaknya perjanjian itu," kata sumber tersebut.
Lagi pula, kebijakan perhutanan sosial ditempuh oleh Kementerian LHK adalah untuk membantu warga sekitar hutan dari sisi kemandirian ekonomi masyarakat dalam akses terhadap pengelolaan hutan. Menurutnya, pihak yang menikmati hasil perhutanan sosial adalah masyarakat yang tergabung sebagai penerima manfaat LPHD Rantau Kasih.
"Tidak boleh pihak luar mendapat hasil dari pengelolaan hutan sosial. Yang mendapatkan hasilnya harus penerima manfaat yakni masyarakat setempat yang tercantum sebagai anggota LPHD," kata sumber tersebut.
Soal jumlah uang hasil penjualan kayu akasia dari lahan LPHD Rantau Kasih, saat ini angkanya masih sumir. Ada pihak yang menyebut cuan kayu bisa mencapai Rp 40 miliar.
Plt Kepala Dinas LHK Provinsi Riau, Alwamen belum menjawab pertanyaan konfirmasi soal volume kayu akasia yang ditebang dan dijual oleh LPHD Rantau Kasih ke PT RAPP. Sebelumnya, Alwamen meminta SabangMerauke News untuk mengajukan konfirmasi melalui surat tertulis.
"Sudah saya teruskan ke bidang yang menangani. Nanti kalau sudah selesai dikabari," terang Alwamen, Kamis (13/3/2025).
Alwamen merupakan Plt Kadis LHK Riau yang melanjutkan kepemimpinan M Job Kurniawan. M Job sempat duduk sebagai Plt Kadis LHK Riau, setelah Mamun Murod dimutasi menjadi Kepala BKD Riau. M Job meminta agar masalah soal kayu akasia di areal LPHD Rantau Kasih ditanyakan kepada pejabat di DLHK Riau saat ini bernama Nuril. Namun Nuril meminta agar pertanyaan diajukan kepada Alwamen.
DLHK Riau melalui Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dikabarkan telah mengesahkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) LPHD Rantau Kasih. RKT tersebut merupakan dasar penjualan kayu sekaligus penghitungan volume kayu yang ditebang dan dijual oleh LPHD Rantau Kasih.
Ketua LPHD Rantau Kasih, Adi Syaputra belum merespon pesan konfirmasi dan panggilan seluler yang dilayangkan media ini sejak kemarin. (R-03)