Sengkarut Operasional Ancam Produksi Minyak Nasional, Menteri ESDM Bahlil Didesak Evaluasi PT Bumi Siak Pusako
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Rentetan masalah operasional yang terus terjadi di PT Bumi Siak Pusako (BSP) telah menjadi ancaman serius terhadap pencapaian target lifting minyak nasional 2024. Kebocoran dan gagal salur minyak dari blok Coastal Plains and Pekanbaru (CPP) akibat masalah sistemik operasional, dipicu terjadinya high pressure pada pipa salur (shipping line) sejak beberapa bulan lalu.
Masalah krusial pada pipa salur dari GS Zamrud ke GS Minas sejak 2 Maret 2024 silam, hingga kini tak kunjung bisa dituntaskan. Ironisnya, saat ini penyaluran minyak melalui pipa menuju GS Minas tak bisa dilakukan. Manajemen PT BSP terpaksa mengantar minyak melalui truk tangki ke GS Minas, mirip seperti pengiriman minyak goreng.
BACA JUGA: Kasus Pencemaran Minyak PT Bumi Siak Pusako, Polda Riau Naikkan ke Penyidikan
Dipastikan PT BSP dan negara akan mengalami penurunan pendapatan sekaligus kerugian secara signifikan akibat keadaan saat ini. Keuangan PT BSP pada tahun 2024, dan bila keadaan tak tertangani dengan baik, masalah finansial akan terus menghantui perusahaan. Klaim laba sebesar lebih dari Rp 400 miliar tahun 2023 lalu, terancam anjlok secara tajam.
Kini, setelah 7 bulan masalah di PT BSP terus bergulir, muncul desakan agar Menteri ESDM Bahlil Lahadalia segera memberikan atensi terhadap tata kelola yang dijalankan manajemen PT BSP. Hal itu sejalan dengan sikap tegas pemerintah terhadap operator migas yang tak menjalankan kegiatan produksi minyak secara efektif.
Sejak 9 Agustus 2022 lalu, PT BSP telah ditetapkan sebagai operator tunggal di wilayah kerja Blok CPP dengan masa konsesi hingga 2042 mendatang. Sebelumnya, Blok CPP dikelola secara bersama oleh PT Pertamina Hulu dengan PT BSP, usai konsesi PT Caltex Pacific Indonesia habis sejak 2021 silam. Keadaan yang terjadi di internal PT BSP saat ini memicu spekulasi soal kesanggupan BUMD yang saham mayoritasnya dipegang oleh Pemkab Siak ini untuk mengelola CPP Blok.
"Menteri ESDM Bahlil Lahadalia harus segera turun mengecek apa yang sesungguhnya terjadi dalam pengelolaan PT BSP. Ini sebagai pembuktian keseriusan pemerintah untuk memastikan capaian realisasi lifting minyak nasional. Karena bagaimana pun, CPP Blok ini masih sangat potensial, namun justru masalah operasional terus terjadi di PT BSP," kata seorang praktisi migas yang tak ingin disebut namanya kepada SabangMerauke News, Minggu (27/10/2024).
Menurutnya, saat ini merupakan momentum yang tepat untuk melakukan audit kinerja dan audit operasional PT BSP. Sebab, pembiaran yang berlarut akan membuat nasib CPP Blok makin buruk.
SKK Migas sendiri dalam suratnya tanggal 8 Maret 2024, telah menyatakan bahwa keadaan yang terjadi di CPP Blok saat ini mempengaruhi pencapaian produksi dan lifting minyak nasional. Namun, sikap SKK Migas dinilai masih terlalu lembek terhadap PT BSP.
"SKK Migas harusnya tidak sebatas mengeluarkan surat teguran. Dalam situasi darurat saat ini, perlu intervensi yang lebih serius dari SKK Migas dan Kementerian ESDM," kata sumber tersebut.
Narasumber praktisi migas tersebut menyatakan, keadaan yang terjadi di PT BSP tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Justru pembiaran berlarut yang dilakukan Kementerian ESDM dan SKK Migas akan memicu tanda tanya publik.
"Karena potensi kerugian yang ditimbulkan bisa mencapai ratusan miliar sejak masalah ini terjadi pada Maret lalu. Kerugian ini pun memiliki potensi mengalami peningkatan. Bayangkan saja, produksi minyak Blok CPP itu berkisar 8 ribu barel per hari. Gagal salur terjadi selama hampir tiga bulan dan dilakukannya shut down sumur minyak. Itu artinya, ada potensi produksi minyak terhenti pada kisaran 800 ribu barel. Ini sangat signifikan terhadap lifting minyak nasional," katanya.
Ia juga heran dengan sikap para pemegang saham PT BSP yang terkesan diam dan cuek terhadap kondisi yang terjadi. Seharusnya, pemegang saham secara khusus Pemkab Siak segera melakukan evaluasi terhadap pimpinan PT BSP dan meminta pertanggungjawaban korporasi.
"Terus terang ini sangat aneh. Kok tidak ada orang-orang di Riau yang mengkritisi kinerja PT BSP. Pemda pemegang saham pun sepertinya tidak mau peduli dan mendiamkan kondisi ini terjadi. Pertanggungjawaban Direktur PT BSP Iskandar dan jajarannya harus segera dimintai," katanya.
PT BSP merupakan BUMD dengan kepemilikan saham dari Pemerintah Provinsi Riau sebesar 18,07%, Pemerintah Kabupaten Siak 72,29%, Pemerintah Kabupaten Kampar 6,02%, Pemerintah Kabupaten Pelalawan 2,41% dan Pemerintah Kota Pekanbaru 1,21%.
Ia juga mengaku miris ketika kondisi perusahaan sedang tidak baik-baik saja, namun jajaran pengurus PT BSP justru mendapatkan penghasilan yang besar, bersumber dari tantiem yang diperoleh dari laba perusahaan.
"Jangan sampai perusahaan terpuruk, tapi para pengurus PT BSP baik direksi maupun komisaris menikmati penghasilan yang besar. Mereka harusnya dimintai pertanggungjawaban atas kondisi ini," katanya.
Hingga saat ini, PT BSP tidak pernah memberikan penjelasan secara terbuka soal berapa kerugian yang ditimbulkan akibat masalah operasional perusahaan. Termasuk berapa barel minyak yang gagal diproduksi sehingga berdampak pada target lifting minyak nasional.
Direktur PT BSP, Iskandar belum merespon pertanyaan konfirmasi yang dilayangkan media ini. Setali tiga uang, Sekretaris Perusahaan PT BSP, Ardian pun tak memberikan jawaban.
Sikap no respon juga terjadi pada SKK Migas. Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Hudi D. Suryodipuro tidak merespon konfirmasi yang dilayangkan SabangMerauke News, sejak beberapa hari lalu.
Kepala Departemen Formalitas dan Komunikasi SKK Migas Perwakilan Sumbagut Yanin Kholison juga tak memberikan jawaban.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia belum dapat dikonfirmasi soal sengkarut yang tengah melanda PT BSP dan CPP Blok.
Perkara Pencemaran Minyak Naik ke Penyidikan
Sebelumnya diwartakan, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau menaikkan penanganan kasus dugaan pencemaran minyak PT Bumi Siak Pusako (BSP) ke tahap penyidikan. Langkah Polda ini menandai adanya dugaan tindak pidana lingkungan yang terjadi dalam kegiatan operasional di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemkab Siak tersebut.
Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol Anom Karbianto membenarkan penanganan kasus dugaan pencemaran minyak PT BSP telah dinaikkan ke penyidikan.
"Betul, sudah naik sidik (penyidikan)," terang Kombes Anom saat dikonfirmasi, Kamis (17/10/2024).
Meski demikian, Anom belum menjelaskan pengenaan pasal penyidikan terhadap kasus tersebut.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, Polda Riau mengusut kasus bocor atau tumpahnnya minyak milik PT BSP yang terjadi di areal GS Zamrud pada akhir Mei lalu. Diduga, perusahaan tidak melakukan upaya tanggap darurat sesuai ketentuan yang berlaku, sehingga menyebabkan minyak tersebut mencemari lingkungan sekitar dalam waktu yang relatif lama.
Penanganan dan upaya pemulihan dampak tumpahan minyak tersebut diduga dilakukan berlarut-larut, melewati batas waktu yang ditentukan. Keseriusan manajemen PT BSP untuk mengatasi dampak operasionalnya dari minyak yang tumpah itu menjadi sorotan.
Polda Riau dikabarkan telah memeriksa sejumlah saksi dalam perkara tersebut. Jajaran petinggi PT BSP, termasuk direkturnya yakni Iskandar menurut informasi yang diperoleh telah diperiksa oleh penyidik.
Selain itu, sejumlah saksi lain dari internal PT BSP dan ahli lingkungan hidup juga telah dimintai keterangan. Dinaikkannya kasus dugaan pencemaran lingkungan akibat minyak PT BSP ke penyidikan, kabarnya setelah melalui gelar perkara awal pekan kemarin.
Manajemen PT BSP belum memberikan pernyataan soal langkah Polda Riau yang telah menaikkan kasus pencemaran lingkungan ini ke tahap penyidikan. Direktur PT BSP, Iskandar saat dikonfirmasi pagi tadi, hingga berita ini terbit belum merespon.
Sejumlah persoalan operasional melanda PT BSP sejak ditunjuk oleh pemerintah pusat sebagai pengelola tunggal ladang minyak Coastal Plain Pekanbaru (CPP Block) tersebut pada 9 Agustus 2022 lalu. PT BSP mendapat konsesi dengan durasi 20 tahun lamanya hingga 2042 mendatang.
Pada Maret 2024 lalu, PT BSP mengalami gangguan produksi yang serius, akibat bocornya sejumlah pipa minyak. Kebocoran minyak tersebut juga menjadi ancaman serius bagi lingkungan sekitar.
Selain itu, gangguan serius berupa tersumbatnya pipa minyak menyebabkan operasi produksi minyak dihentikan selama beberapa waktu, memicu potensi kerugian negara yang cukup besar hingga ratusan miliar dan ancaman bagi target lifting minyak nasional.
Pada Juni 2024 lalu, PT Bumi Siak Pusako (BSP) pun mendapat surat peringatan kedua dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) terkait belum selesainya penanganan High Pressure pada Pipa Salur (shipping line).
SKK Migas menyoroti kurang responsifnya PT BSP dalam menanggulangi high pressure pada pipa salur (shipping line) GS Zamrud-GS Minas. Hal ini menyebabkan terjadinya kondisi top tank di GS Zamrud, sehingga dilakukan penutupan sumur sejak tanggal 4 Maret 2024.
SKK Migas juga menyoroti masih rendahnya sense of crisis dan sense of urgency PT BSP dalam pengambilan langkah-langkah penanggulangan high pressure pada pipa salur (shipping line).
Keadaan yang terjadi di PT BSP ini memicu spekulasi soal kesanggupan manajemen perusahaan untuk menjadi operator minyak.
Sebelum dikelola secara tunggal oleh PT BSP, CPP Blok digarap secara bersama dengan PT Pertamina lewat Badan Operasi Bersama (BOB) sejak 2002 silam. Produksi minyak CPP Block terus mengalami penurunan secara signifikan, saat ini hanya tersisa sekitar 8 ribu barel per hari. (R-03)