Praktik Jual Beli Buku LKS di Kota Pekanbaru Bikin Resah Orangtua Siswa, Rencanakan Unjuk Rasa ke Pj Wali Kota
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Kalangan orang tua dan wali murid di sekolah Kota Pekanbaru resah dengan praktik jual beli buku Lembar Kerja Siswa (LKS). Yang bikin miris, harga penjualan buku LKS tersebut dinilai sangat mahal dan mencekik ekonomi masyarakat.
Sejumlah orangtua dan wali murid menyampaikan curhatnya kepada SabangMerauke News, Rabu (31/7/2024) ikhwal terus berlanjutnya praktik jual beli buku LKS ini. Dagang buku LKS ini, seolah telah menjadi kelaziman yang terjadi di setiap awal semester dan tahun ajaran baru di sekolah negeri milik pemerintah.
"Setiap semester beli paket LKS. Harganya sampai ratusan ribu. Katanya sekolah gratis itu?" keluh JP, orangtua murid, Rabu (31/7/2024).
JP mempertanyakan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang harusnya bisa dipakai untuk pengadaan LKS.
"Kalau memang buku LKS dianggap penting, kenapa tidak dibeli menggunakan dana BOS?," ujar JP yang meminta namanya dirahasiakan.
JP juga mempertanyakan soal rincian biaya pendidikan yang digratiskan oleh pemerintah.
"Katanya negara sudah hadir menggratiskan pendidikan. Tapi oknum-oknum yang tidak punya malu, ada saja caranya bagaimana kami orang tua siswa mengeluarkan uang," kritik JP.
Berencana Lakukan Unjuk Rasa
JP menegaskan, ia bersama kaum emak-emak orang tua siswa lainnya akan melakukan aksi demonstrasi ke Pj Wali Kota Pekanbaru, jika Dinas Pendidikan tidak peka terhadap keluhan orang tua siswa. Apalagi harga buku LKS yang didagangkan tersebut sangat mahal.
"Kalau Dinas Pendidikan tidak merespon keluhan masyarakat ini, kami akan datang demonstrasi ke Bapak Pj Wali Kota Risnandar Mahiwa. Kami akan sampaikan soal jual beli buku LKS ini. Sepertinya ada udang di balik bakwan. Biar kami tahu juga sikap Pak Pj Wali Kota kita nih. Biar jelas semuanya," pungkas JP.
AN, orangtua siswa lainnya, meminta kepada Dinas Pendidikan betul-betul menjalankan fungsi pengawasan terhadap sekolah yang merupakan tanggung jawab kewenangannya. Ia menilai Disdik hanya sekedar membuat surat edaran larangan jual beli LKS di sekolah, namun seakan tidak melihat bahwa buku LKS dijual di toko depan sekolah dengan kertas list nama yang lengkap.
"Sudahlah, jangan berpura-pura, masyarakat tidak bodoh, LKS itu ada profit untuk oknum sekolah atau bukan? Kok Gacor sekali menjualnya," ujar AN.
AN meminta Dinas Pendidikan dan otoritas terkait lainnya benar-benar serius mengawasi dan memberantas komersialisasi pendidikan saat ini.
"Jangan bebani masyarakat lagi, kondisi ekonomi sangat sulit," tegasnya.
Belum Lagi Beli Seragam Sekolah
Mateg, orangtua siswa lainnya mengaku dirinya harus menyisihkan pendapatan untuk membeli kebutuhan sekolah anaknya. Selain membeli buku, kantongnya juga harus dirogoh dalam-dalam untuk membeli baju seragam sekolah.
Mateg mengeluhkan harga LKS makin naik. Ia membeli buku LKS tahun ajaran baru ini di harga Rp 162 ribu. Paket LKS itu terdiri atas sebanyak 9 buku LKS dan dibeli di toko dekat sekolah anaknya. Itu artinya harga per buku LKS mencapai Rp 18 ribu.
"Ini sangat terasa mahal. Apalagi untuk dua anak saya, maka biayanya dikali dua," bebernya.
Mateg juga ikut mengekritik surat edaran Dinas Pendidikan yang melarang LKS dijual di sekolah. Namun praktiknya, buku LKS dijual di dekat sekolah. Ia mengaku terpaksa membeli buku LKS tersebut karena khawatir anaknya tertinggal pelajaran di sekolah.
"Semoga Dinas Pendidikan bisa mendengar keluhan kami. Kasihan kami harus berpikir keras untuk biaya LKS setiap semesternya. Semoga ada ketegasan soal LKS ini," ujar Mateg. (KB-03/Adri)