Viral! Madam Evi Minta 2 Pejabat Kepulauan Meranti Ditangkap, Kisruh Ganti Rugi Jalan Menuju Kompleks Perkantoran Pemda Memanas Lagi
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Kisruh kepemilikan tanah jalan terpadu menuju Komplek Perkantoran Bupati Kepulauan Meranti kembali memanas. Evi Andriani, istri dari ahli waris yang mengklaim pemilik tanah Eddy Suwanto, membuat heboh dunia maya.
Video Evi viral di media sosial. Ia meminta dua orang pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Meranti untuk ditangkap.
Pernyataan di media sosial itu sebagai ungkapan kekecewaan Evi dan keluarganya. Soalnya, sebagai pihak yang mengklaim memiliki lahan, Pemda Kepulauan Meranti tak kunjung membayarkan ganti rugi.
BERITA TERKAIT: Viral Madam Evi Desak Polisi Tangkap 2 Pejabat Kepulauan Meranti, Kabag Hukum Ultimatum Netizen Tak Ikut Menyebarkan Konten
Sebelumnya, Evi sudah dua kali memblokir akses jalan terpadu menuju kompleks pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti tersebut. Kini, Evi memanfaatkan media sosial Facebook untuk menyuarakan ketidakpuasannya.
Dalam video yang beredar luas, Evi meminta dua pejabat Pemkab Meranti ditangkap. Kedua pejabat tersebut yakni Asisten Bidang Administrasi Umum Setdakab Sudandri dan Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Meranti Rahmawati. Keduanya oleh Evi dianggap bertanggung jawab atas masalah ganti rugi lahan yang belum terselesaikan.
Lewat akunnya yang bernama Madam Evi, video itu diupload tanggal 16 Mei lalu. Kemudian cepat mendapat perhatian dari netizen dan menuai berbagai reaksi. Banyak yang mendukung tindakan Evi, sementara yang lain meminta agar masalah ini diselesaikan secara hukum dan musyawarah.
Untuk menunjukkan rasa terima kasihnya, Evi juga memberikan uang sebesar Rp 3 juta kepada netizen yang telah menanggapi dan membagikan videonya. Langkah ini menarik perhatian lebih banyak orang dan menambah viralitas video tersebut.
Evi Andriani dan keluarganya berharap agar hak mereka segera dipenuhi, dan meminta semua pihak untuk memahami posisi mereka dalam perjuangan memperoleh ganti rugi yang adil. Apresiasi yang diberikan Evi kepada netizen menunjukkan betapa pentingnya dukungan publik dalam memperjuangkan hak-hak mereka.
Keluarga ahli waris lahan menginginkan penyelesaian segera atas ganti rugi lahan yang sudah digunakan untuk pembangunan jalan. Mereka berharap Pemkab Meranti dapat segera menuntaskan masalah ini agar tidak mengganggu aktivitas di komplek perkantoran dan menjaga ketertiban umum.
Isi Video di Facebook
Evi mengharapkan pemerintah daerah dapat segera mengambil langkah untuk menyelesaikan masalah ganti rugi lahan ini secara adil dan transparan. Hal ini penting untuk menjaga hubungan baik antara pemerintah dan masyarakat, serta memastikan bahwa pembangunan infrastruktur tidak merugikan pihak mana pun.
"Minta tolong sama jajaran kepolisian. Tolonglah Pak, tangkap pejabat pemerintah daerah yang mencuri tanah kami ini, Pak," ujarnya dalam video di Facebook tersebut.
"Tanah ahli waris kami ini belum dibayar, padahal sudah ada surat dari Pemkab Bengkalis yang menyatakan ini belum dibayar. Tapi mereka berdua itu serakah, yang satu namanya Sudandri dan yang kedua Rahma. Mereka itulah biang kerok yang tak mau membayar tanah kami," tuturnya.
"Tolonglah, Pak. Ini kami sudah berhabis-habisan macam si bodoh pula kami ini disuruh menggugat, tapi gugatan kami ditolaknya mentah-mentah dan disuruh lagi menunggu, kami sudah tidak ada uang, tolonglah kami, Pak," teriaknya.
"Kami punya bukti-bukti yang kuat tetapi mereka tetap tidak mau membayar. Mereka ini memakai tanah kami bukan sedikit. Tanah ini kalau sejengkal dua jengkal boleh kami ikhlaskan, ini sampai satu hektare lebih," ucapnya keras.
Respon Pemkab Kepulauan Meranti
Setelah viralnya video dari Evi Andriani, Pemkab Kepulauan Meranti bereaksi. Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah, Rahmawati menyebut kalau pihaknya telah menganjurkan Evi Andriani untuk mengajukan gugatan ke pengadilan. Alasannya, sudah beberapa kali negosiasi dan fasilitasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah, namun tidak menghasilkan kesepakatan.
Menurut Rahmawati, langkah pengajuan gugatan ke pengadilan adalah solusi yang paling tepat dan final.
"Kami sampaikan secara tegas dan lugas bahwa benar Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti menganjurkan kepada yang bersangkutan atau pihak ahli waris tanah tersebut untuk mengajukan gugatan ke pengadilan. Sebagaimana kita ketahui, putusan yang paling tinggi dan final yang harus diikuti oleh semua pihak adalah putusan pengadilan," jelas Rahmawati.
Rahmawati menyebut, pemerintah telah beberapa kali memfasilitasi dan melakukan negosiasi dengan pihak yang bersangkutan. Namun, perundingan tersebut tidak pernah mencapai kesepakatan.
"Mereka (Evi dan keluarga) tetap tidak mau menerima pernyataan, penjelasan, dan keterangan dari pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti," tambahnya
Rahmawati juga menegaskan Pemkab Kepulauan Meranti tidak pernah memaksa pihak Evi untuk mencabut gugatan yang telah diajukan ke pengadilan.
"Kami tidak pernah memaksa beliau untuk mencabut gugatan yang telah mereka ajukan ke pengadilan. Malah, kami dari Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti merasa heran kenapa gugatan tersebut dicabut oleh kuasa hukum penggugat," ujarnya.
Pemerintah daerah, kata Rahmawati, berharap agar penyelesaian sengketa ini bisa sampai pada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
"Kami berharap penyelesaian itu bisa sampai final dengan terbitnya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," tambah Rahmawati.
Rahmawati juga menjelaskan mengapa pemerintah tidak melakukan upaya damai di pengadilan.
"Karena upaya damai sudah kami lakukan sebagaimana kami sebutkan sebelumnya, sebelum beliau melakukan gugatan ke pengadilan. Namun upaya damai yang beberapa kali dilakukan oleh pemerintah tidak membuahkan hasil," ungkapnya.
"Kami berharap melalui jalur pengadilan dan dengan bukti yang banyak menurut saudara Evi ini, silahkan bawa bukti itu ke pengadilan. Pengadilan lah yang akan memutuskan apakah bukti itu bisa diterima atau tidak," jelas Rahmawati.
Ia menegaskan bahwa pembayaran ganti rugi akan dilakukan sesuai dengan putusan pengadilan.
"Kalau pengadilan memutuskan untuk membayar, maka akan kami bayar," tegas Rahmawati.
Rahmawati menjelaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan dengan sangat hati-hati, sehingga tidak boleh sembarangan melakukan pembayaran jika tidak ada keputusan berkuatan hukum tetap.
"Kalau seandainya kami bayar ternyata informasi di belakang hari menyatakan bahwa tanah tersebut telah diganti rugi pada zaman Bengkalis, tentu saja akan menimbulkan permasalahan hukum," jelasnya.
Rahmawati khawatir atas risiko hukum yang bisa muncul jika pembayaran dilakukan tanpa dasar yang jelas.
"Bukan hanya kami yang bisa terjerat hukum, tapi yang bersangkutan juga bisa terjerat hukum. Jadi, desakan dari pihak mereka ini yang harus kita sikapi dengan hati-hati," tambahnya.
Diberitakan sebelumnya, Jalan Terpadu komplek perkantoran Bupati Kepulauan Meranti yang menjadi akses keluar masuk beberapa kantor OPD kembali diblokir oleh seorang ahli waris yang mengaku memiliki tanah tersebut.
Sebelumnya pemblokiran jalan tersebut dilakukan oleh ahli waris pada akhir tahun 2022 dan pada Juli 2023.
Ahli waris tersebut mengharuskan Pemda melakukan pembayaran ganti ruginya sebesar Rp 1,8 miliar. Pihak ahli waris mengklaim tidak memberatkan Pemda dan bersedia melakukan negosiasi dengan membayar uang muka sebesar Rp 200 juta.
Adapun luasan lahan tersebut mempunyai lebar 20 meter dan panjangnya 220 meter jadi total luasnya yakni 4.200 meter persegi dan per meternya itu dihargai Rp 500 ribu.
Pihak ahli waris menyebut Pemkab Kepulauan Meranti sudah beberapa kali menjanjikan akan membayarnya, namun tak kunjung direalisasikan. Padahal, di luar lahan yang disengketakan ini, pihaknya sudah menghibahkan tanah milik mereka ke pemerintah daerah untuk dijadikan kantor. (R-01)