Wow! Janda Baru di Kepulauan Meranti Capai 357 Orang, Gugat Cerai karena Masalah Ekonomi
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Tingkat perceraian di Kabupaten Kepulauan Meranti masih cukup memprihatinkan. Pengadilan Agama (PA) Selatpanjang mengungkap angka kasus perceraian di Kabupaten Kepulauan Meranti pada 2023 masih tinggi.
Dalam kurun waktu pada Januari hingga Desember 2023, tercatat sebanyak 303 perkara, sementara angka perceraian tahun 2022 sebanyak 277 perkara.
Dari total jumlah perceraian itu, diketahui cerai gugat (gugatan cerai dari istri) yang paling mendominasi yakni sebanyak 246 perkara dibandingkan angka cerai talak (Perceraian yang dijatuhkan oleh suami) hanya sebanyak 57 perkara.
Pada kasus perkara gugatan cerai tersebut, sebanyak 15 perkara memilih jalur penyelesaian dengan cara mediasi dan selanjutnya mencabut gugatannya, sehingga perkara yang diputuskan sebanyak 231.
Adapun jumlah perkara mediasi sebanyak 46, sementara yang berhasil dimediasi sebanyak 30 perkara dan 16 yang tidak berhasil dimediasi.
Penyebab perceraian paling dominan disebabkan perselisihan dan pertengkaran terus-menerus dengan jumlah sebanyak 165 diikuti masalah ekonomi sebanyak 77, cacat badan berjumlah 38, ditinggalkan salah satu pihak sebanyak 21, akibat murtad berjumlah 6.
Adapun penyebab lain yang membuat pasangan tidak harmonis, diantaranya akibat judi berjumlah 6 dan akibat dihukum penjara sebanyak 2 kasus.
Sementara itu, kasus perceraian pada tahun 2024 ini juga terbilang tinggi. Di mana pada periode Januari dan Februari yang baru masuk minggu kedua sudah berjumlah 54 perkara.
Di mana cerai gugat kembali mendominasi dengan jumlah 43 perkara dibandingkan angka cerai talak hanya berjumlah 11 perkara.
Dari kasus cerai gugat tersebut, sebanyak 3 perkara mencabut gugatannya sehingga ada 31 perkara yang diputuskan dan masih menyisakan 9 perkara. Sementara dari 11 kasus cerai talak sebanyak 2 perkara dicabut gugatannya, sehingga ada 5 perkara yang sudah diputuskan dan menyisakan 4 perkara.
Adapun penyebab perceraian pada tahun 2024 ini banyak disebabkan perselisihan dan pertengkaran terus-menerus dengan jumlah sebanyak 11 kasus, diikuti masalah ekonomi sebanyak 4 kasus, cacat badan berjumlah 38 dan ditinggalkan salah satu pihak sebanyak 2 kasus.
Panitera PA Selatpanjang Nur Qhomariyah saat dikonfirmasi mengatakan, untuk gugatan sendiri masih sama seperti tahun sebelumnya, yakni dari kaum perempuan.
Disampaikan, pada tahun 2023 lalu sebanyak ratusan perempuan di Kepulauan Meranti menyandang status janda baru.
Begitu juga dengan 2024, di mana kasus perceraian yang menjadi permintaan istri juga masih mendominasi.
Penyebab gugatan yang disampaikan ke pengadilan dari ratusan perkara perceraian yang masuk disebabkan problem ekonomi. Dari masalah tersebut kemudian muncul perselisihan dan pertengkaran diantara pasangan.
"Pihak istri yang banyak mengajukan gugatan perceraian dengan berbagai alasan. Mulai dari alasan ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), hingga perselisihan dan pertengkaran yang korelasinya juga ke masalah ekonomi, namun penyebab lainnya juga ada," kata Nur Qhomariah, Senin (12/2/2024).
Disebutkan, persoalan ini selayaknya mendapat perhatian yang serius dari pihak pemerintah setempat dan juga tokoh agama agar kasus perceraian bisa segera diminimalisir, karena bagaimana pun hal ini sangat berpengaruh pada ketahanan keluarga yang berdampak pada tercetaknya kualitas generasi. Ketahanan keluarga tentu sangat berpengaruh pada masa depan bangsa.
Lebih lanjut, setiap perkara gugatan perceraian yang masuk ke PA Selatpanjang, kata Nur, menjadi suatu kewajiban bagi majelis hakim untuk memediasi kedua belah pihak, penggugat maupun tergugat. Sehingga memberikan ruang dan masukan sebagai pertimbangan sebelum melanjutkan perkara tersebut.
"Tentu harapannya kami tidak berharap kenaikan perkara itu setiap tahun meningkat, namun kenyataannya seperti itu. Yang jelas saat proses persidangan kami selaku pihak yang menyelesaikan perkara tersebut, khususnya majelis hakim berkewajiban menasehati para pihak, karena terkadang ada juga hal sepele jadi penyebab keretakan dalam keluarga dan mengakibatkan adanya gugatan cerai. Kita berharap juga bagaimana untuk meminimalisir angka perceraian,” ujar Nur Qhomariah.
"Meskipun satu pihak tidak hadir, itu wajib kami usahakan untuk dilakukan mediasi agar mereka tidak buru-buru untuk bercerai.
Mediasi bisa dilakukan jika kedua belah pihak itu hadir, namun banyak yang tak hadir sehingga tidak dimungkinkan untuk dilakukan mediasi.
“Bukan kita tak mau mediasi, dan itu wajib, namun kendalanya disitu. Kami juga tidak serta merta memutuskan hal tersebut, tetap ada penilaian dari majelis, apakah sesuai dengan undang-undang atau sesuai faktor persidangan dan saksi saksi pihak yang mengajukan perkara," ujarnya lagi. (R-01)