Inilah 6 Hal Wajib yang Harus Diperhatikan Agar Sholat Menjadi Sah
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Ketahui enam hal yang wajib diperhatikan agar sholat menjadi sah. Diketahui bahwa sholat lima waktu wajib hukumnya dikerjakan oleh setiap Muslim.
Ketika hendak sholat, ada beberapa hal yang wajib diperhatikan. Berikut ini penjelasan lengkap Syekh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi, sebagaimana dilansir Almanhaj.or.id:
1. Mengetahui masuknya waktu sholat
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا
"… Sesungguhnya sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." (QS An-Nissa': 103)
2. Suci dari hadats besar dan kecil
Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah …" (QS Al Maaidah: 6)
Lalu juga hadits Ibnu 'Umar, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Allah tidak menerima sholat (yang dikerjakan) tanpa bersuci."
3. Suci badan, pakaian, dan tempat
Sucinya baju, badan, dan tempat yang digunakan untuk sholat disyaratkannya berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
"Dan pakaianmu bersihkanlah." (QS Al Muddatstsir: 4)
Kemudian sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, "Jika salah seorang di antara kalian mendatangi masjid, maka hendaklah ia membalik sandal dan melihatnya. Jika ia melihat najis, maka hendaklah ia menggosokkannya dengan tanah. Kemudian hendaklah ia sholat dengannya."
Adapun dalil bagi disyaratkannya kesucian badan adalah sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada 'Ali. Dia menanyai beliau tentang madzi dan berkata:
تَوَضَّأْ وَاغْسِلْ ذَكَرَكَ.
"Wudhu' dan basuhlah kemaluanmu."
Beliau berkata kepada wanita yang istihadhah:
اِغْسِلِيْ عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّيْ.
"Basuhlah darah itu darimu dan sholatlah."
Adapun dalil bagi sucinya tempat adalah sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada para sahabatnya di saat seorang badui kencing di dalam masjid:
أَرِيْقُوْا عَلى بَوْلِهِ سَجْلاً مِنْ مَاءٍ.
"Siramlah air kencingnya dengan air satu ember."
Perlu diperhatikan juga bahwa barang siapa telah sholat dan dia tidak tahu kalau dia terkena najis, maka sholatnya sah dan tidak wajib mengulang.
Jika dia mengetahuinya ketika sholat, maka jika memungkinkan untuk menghilangkannya –seperti di sandal, atau pakaian yang lebih dari untuk menutup aurat– maka dia harus melepaskannya dan menyempurnakan sholatnya.
Apabila tidak memungkinkan untuk itu, maka dia tetap melanjutkan sholatnya dan tidak wajib mengulang. Berdasarkan hadits Abu Sa'id:
"Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat lalu melepaskan kedua sandalnya. Maka orang-orang pun turut melepas sandal-sandal mereka. Ketika selesai, beliau membalikkan badan dan berkata: 'Kenapa kalian melepas sandal kalian?' Mereka menjawab: 'Kami melihat Anda melepasnya, maka kami pun melepasnya.' Beliau berkata: 'Sesungguhnya Jibril datang kepadaku dan mengatakan bahwa pada kedua sandalku terdapat najis. Jika salah seorang di antara kalian mendatangi masjid, maka hendaklah membalik sandalnya dan melihatnya. Jika dia melihat najis, hendaklah ia gosokkan ke tanah. Kemudian hendaklah ia sholat dengannya'."
4. Menutup aurat
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ
"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid …" (QS Al A'raaf: 31)
Tutupilah aurat kalian, karena mereka dulu thawaf di Baitullah dengan telanjang.
Juga sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, "Allah tidak menerima sholat wanita yang sudah haidh (baligh) kecuali dengan mengenakan penutup kepala (jilbab)."
Aurat laki-laki antara pusar dan lutut. Sebagaimana dalam hadits 'Amr bin Syu'aib Radhiyallahu anhum, dari ayahnya, dari kakeknya, secara marfu':
مَا بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ عَوْرَةٌ.
"Antara pusar dan lutut adalah aurat."
Dari Jarhad al-Aslami, ia berkata, "Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lewat ketika aku mengenakan kain yang tersingkap hingga pahaku terlihat. Beliau bersabda: Tutuplah pahamu. Karena sesungguhnya paha adalah aurat."
Sedangkan bagi wanita, maka seluruh tubuhnya adalah aurat, kecuali wajah dan kedua telapak tangannya dalam sholat. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ.
"Wanita adalah aurat."
Juga sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam, "Allah tidak menerima sholat wanita yang sudah pernah haidh (baligh) kecuali dengan mengenakan kain penutup."
5. Menghadap kiblat
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
"… maka palingkanlah wajahmu ke Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya …" (QS Al Baqarah: 150)
Juga sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap orang yang buruk dalam sholatnya, "Jika engkau hendak sholat, maka berwudhulah dengan sempurna. Kemudian menghadaplah ke kiblat …"
Boleh (sholat) dengan tidak menghadap kiblat ketika dalam keadaan takut yang sangat dan ketika sholat sunnah di atas kendaraan sewaktu dalam perjalanan.
Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا
"Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka sholatlah sambil berjalan atau berkendaraan …" (QS Al Baqarah: 239)
Ibnu 'Umar Radhiyallahu anhuma berkata, "Menghadap ke kiblat atau tidak menghadap ke sana."
Nafi' berkata, "Menurutku, tidaklah Ibnu 'Umar Radhiyallahu anhuma menyebutkan hal itu melainkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Dulu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sholat di atas kendaraannya menghadap ke arah mana saja dan sholat witir di atasnya. Namun, beliau tidak sholat wajib di atasnya."
Penting diketahui bahwa barang siapa berusaha mencari arah kiblat lalu ia sholat menghadap ke arah yang disangka olehnya sebagai arah kiblat, namun ternyata salah, maka dia tidak wajib mengulang.
Dari 'Amir bin Rabi'ah Radhiyallahu anhu, ia berkata, "Kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan di suatu malam yang gelap dan kami tidak mengetahui arah kiblat.
Lalu tiap-tiap orang dari kami sholat menurut arahnya masing-masing. Ketika tiba waktu pagi, kami ceritakan hal itu pada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Lalu turunlah ayat:
فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ
"… maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah …" (QS Al-Baqarah: 115)
6. Niat
Hendaklah orang yang ingin sholat meniatkan dan menentukan sholat yang hendak ia kerjakan dengan hatinya, misalnya seperti (meniatkan) Sholat Zhuhur, 'Ashar, atau sholat sunnah.
Tidak disyariatkan mengucapkan niat sholat karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah mengucapkannya. Jika Nabi berdiri untuk sholat, beliau mengucapkan, "Allaahu Akbar," dan tidak mengucapkan apa pun sebelumnya.
Sebelumnya beliau tidak melafazhkan niat sama sekali, dan tidak pula mengucapkan, "Aku sholat untuk Allah, sholat ini, menghadap kiblat, empat rakaat, sebagai imam atau makmum."
Tidak juga mengucapkan, "Tunai atau qadha' …" Ini semua adalah bid'ah.
Tidak seorang pun meriwayatkannya dengan sanad shahih atau dha'if, musnad ataupun mursal. Tidak satu lafazh pun.
Tidak dari salah seorang sahabat beliau, dan tidak pula dianggap baik oleh Tabi'in, ataupun imam yang empat. (*)