Pecah Bentrok di Proyek Strategis Nasional Rempang Eco City, Ini Profil Pulau Rempang Perkampungan Tua Melayu Asli
SABANGMERAUKE NEWS, Kepri - Bentrok pecah di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, Kamis (7/9/2023) lalu. Sejumlah video pertikaian antara warga dengan aparat dan Satpol PP yang menolak relokasi beredar di media sosial telah menjadi sorotan keras.
Sejumlah pihak mempertanyakan relasi bisnis kapital pembangunan proyek Rempang Eco City dengan hak asasi manusia, khususnya warga asli tempatan.
Badan Pengusahaan (BP) Batam berencana merelokasi seluruh penduduk Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau yang berjumlah lebih kurang 7.500 jiwa. Relokasi itu dilakukan untuk mendukung rencana pengembangan investasi di Pulau Rempang. Rencananya di Pulau Rempang akan dibangun kawasan industri, jasa, dan pariwisata dengan nama Rempang Eco City.
Proyek yang digarap PT Makmur Elok Graha (MEG), anak perusahaan Artha Graha milik Tomy Winata itu, ditargetkan bisa menarik investasi hingga Rp 381 triliun pada tahun 2080.
Tentang Pulau Rempang
Pulau Rempang memiliki luas wilayah 16.583 hektar. Pulau itu terdiri dari dua kelurahan, yakni Rempang Cate dan Sembulang. Keduanya masuk dalam wilayah Kecamatan Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Sementara berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ada 7.512 jiwa yang tinggal di pulau Rempang.
Tokoh warga Pulau Rempang, Gerisman Ahmad mengatakan, di Pulau Rempang terdapat 16 kampung tua atau permukiman warga asli. Warga asli tersebut erdiri dari suku Melayu, suku Orang Laut, dan suku Orang Darat yang diyakini telah bermukim di Pulau Rempang sejak tahun 1834.
Pulau Rempang termasuk juga Pulau Galang awalnya tidak masuk dalam Otorita Batam dan dulunya merupakan bagian dari Pemerintah Daerah Riau. Pascareformasi, Provinsi Riau dimekarkan menjadi dua wilayah yakni Provinsi Riau dan Kepulauan Riau.
Namun setelah dikeluarkannya Kepres Nomor 28 Tahun 1992, wilayah kerja Otorita Batam diperluas meliputi wilayah Pulau Batam, Pulau Rempang, Pulau Galang dan pulau-pulau sekitarnya. Pulau Rempang terhubung dengan pulau-pulau lain seperti Pulau Batam, dan Galang melalui Jembatan Barelang.
Jembatan ini saling sambung-menyambung dan dibangun untuk memperluas Otorita Batam sebagai regulator daerah industri Pulau Batam. Nama Barelang adalah singkatan dari Batam, Rempang, dan Galang.
Jembatan tersebut menghubungkan sejumlah pulau di Provinsi Kepulauan Riau, yaitu Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru.
Ditolak Warga
Tokoh warga Pulau Rempang, Gerisman Ahmad mengatakan penolakan warga terhadap penggusuran kampung adat adalah harga mati. Menurutnya hal tersebut menyangkut harkat dan martabat orang Melayu.
Gerisman mengatakan, 16 kampung tua di Pulau Rempang luasnya tak sampai 10 persen dari total luas pulau yang mencapai 16.583 hektar. Ia meminta pemerintah membangun kawasan investasi terpadu di Rempang tanpa menggusur kampung-kampung tua itu.
Sementara itu, pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjung Pinang, Muhammad Syuzairi sebelumnya mengatakan, sesuai namanya, Rempang Eco City seharusnya pembangunannya tak boleh meminggirkan warga.
Menurutnya pembangunan harus berkelanjutan dan warga tak boleh hanya menjadi penonton.
”Seharusnya pemerintah bisa mendorong perusahaan supaya merangkul kampung-kampung tua menjadi kampung wisata. Warga harus diberdayakan, jangan malah disisihkan,” kata Syuzairi.
Proyek Strategis Nasional
Rempang Eco City adalah salah satu daftar Program Strategi Nasional 2023. Pembangunan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 yang disahkan pada 28 Agustus 2023.
Proyek ini akan digarap oleh PT Makmur Elok Graha (MEG) dan ditargetkan bisa menarik investasi hingga Rp 381 triliun pada 2080. Proyek tersebut berupa kawasan industri, perdagangan, hingga wisata terintegrasi yang ditujukan untuk mendorong daya saing dengan Singapura dan Malaysia.
PT MEG nantinya juga akan membantu pemerintah menarik investor asing dan lokal untuk pengembangan ekonomi di Pulau Rempang. Untuk menggarap Rempang Eco City, PT MEG diberi lahan sekitar 17.000 hektar yang mencakup seluruh Pulau rempang dan Pulau Subang Mas. Pemerintah menargetkan pengembangan ini akan menyerap sekitar 306.000 tenaga hingga 2080.
Untuk memulai proyek tersebut, Pulau Rempang sudah harus dikosongkan pada 28 September 2023.
"Pos ini kami bikin karena pada 28 September nanti, berdasarkan informasi dari BP Batam, Pulau Rempang harus sudah clean and clear untuk diserahkan kepada PT MEG," kata Kapolresta Barelang Kombes Nugroho Tri Nuryanto.
Proyek Tertunda 18 Tahun
Program Pengembangan Kawasan Rempang KPBPB Batam Provinsi Kepulauan Riau resmi diluncurkan pada Rabu (12/4/2023) setelah sempat tertunda selama 18 tahun. Pengembangan Kawasan tersebut dilakukan PT Makmur Elok Graha (MEG), anak perusahaan Artha Graha milik Tomy Winata.
Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan, pelaksanaan rencana investasi yang dilakukan oleh PT MEG secara total sampai dengan 2080 kurang lebih sebesar Rp381 triliun dan diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 306.000 orang.
“Investasi yang akan dilakukan antara lain industri menengah, industri manufaktur dan logistik, kawasan pariwisata terintegrasi, serta kawasan perumahan dan perdagangan jasa terintegrasi,” kata Airlangga, dikutip Kamis (13/4/2023).
Adapun, untuk tahap pertama sampai 2040, akan direalisasikan investasi sekitar Rp29 triliun dengan perkiraan penyerapan kerja mencapai 186.000 orang melalui pengembangan industri manufaktur dan logistik, pariwisata MICE, dan kegiatan perumahan yang didukung oleh perdagangan dan jasa.
Perlu diketahui, pengembangan kawasan Rempang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari arah kebijakan dan langkah-langkah strategis pengembangan Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun (BBK).
Pengembangan kawasan Rempang telah disusun dalam Rencana Induk Pengembangan KPBPB BBK yang diharapkan Perpres-nya dapat segera ditetapkan. Dalam Rencana Induk tersebut, telah ditetapkan arah pengembangan Kawasan Rempang untuk industri, jasa, dan pariwisata.
Pengembangan Rempang ini sebetulnya sudah berjalan sejak 2004 silam, yang ditandai dengan adanya nota kesepahaman antara Pemkot Batam dan Otorita Batam dengan PT MEG. Nota kesepahaman itu terkait rencana pembangunan kota wisata di Rempang dan Galang.
PT MEG yang merupakan anak perusahaan Grup Artha Graha milik Tommy Winata ini mendapatkan konsesi kerja selama 80 tahun. Sayangnya, rencana tersebut harus tertunda lantaran adanya masalah pembebasan lahan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah menetapkan SK terkait perubahan kawasan hutan sekitar 7.560 hektare. Kementerian ATR juga telah menetapkan SK Hak Pengelolaan Lahan (HPL) secara bertahap.
Dengan berjalannya program pengembangan kawasan Rempang ini, Airlangga berharap dapat menjadi tujuan investasi, terutama investor asing, sehingga dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah dan regional.
Selain itu, adanya pengembangan kawasan tersebut diharapkan dapat memberikan efek rambatan kepada kawasan lain di sekitarnya. (*)