Hancur Lebur Taman Nasional Tesso Nilo, Lebih Separuh Luasan Hutan Konservasi Itu Sudah Jadi Kebun Sawit
SabangMerauke News - Kondisi Taman Nasional Tesso Nilo Riau semakin mengkhawatirkan. Atas hal itu, Balai TNTN kemudian menerbitkan surat edaran larangan menanam sawit di kawasan tersebut.
Diketahui, dari Dari total luasan sekitar 81,7 ribu hektare lebih, 40,4 hektare lebih sudah menjadi kebun sawit. Data terkini, luas hutan tersisa di TNTN hanya sekitar 13,7 ribu lebih. Ini artinya, sekitar 60 ribu hektare lebih kawasan hutan di TNTN, terindikasi telah mengalami kerusakan.
"Data dan informasi sangat penting untuk pengambilan keputusan dalam implementasi Undang-undang Cipta Kerja. Tugas TNTN saat ini menyampaikan data yang akurat, guna disampaikan ke KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,red)," ujar Kepala Balai TNTN Heru Sutmantoro, Senin (24/1/2022).
Kawasan TNTN sebagai habitat dari keberagaman satwa dan fauna semakin terancam keberadaannya. Ini akibat ulah perambahan oleh orang tak bertanggungjawab.
Terkait ini, Balai TNTN menerbitkan surat edaran larangan menanam sawit di kawasan tersebut, baik yang dilakukan oleh perorangan, kelompok, koperasi maupun perusahaan.
Balai TNTN meminta, kepada pihak yang mempunyai kebun sawit dalam kawasan TNTN, harus terbuka dalam memberikan informasi.
Dipaparkan Heru, larangan menanam sawit dalam kawasan Balai TNTN tertuang dalam Surat Edaran Kepala Balai TNTN Nomor: SE.006/T.29/TU/Tks/1/2022.
Menurutnya, surat edaran ini memiliki maksud dan tujuan untuk memberikan pengetahuan dan imbauan kepada masyarakat tentang larangan menanam sawit dan aktivitas lainnya yang dapat merusak kawasan hutan TNTN.
Lanjut Heru, dasar pembuatan surat edaran ini adalah yang pertama, UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem.
Kedua, UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perubahan atas UU Nomor 41 tahun 1999.
Ketiga, UU Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Keempat, UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Lalu kelima, Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 6 Tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Kemitraan Konservasi pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Disebutkan Heru, untuk sawit yang sudah ada di dalam kawasan TNTN (eksisting), akan dilakukan penanganan sesuai peraturan yang berlaku.
"Dalam kawasan TNTN yang telah rusak, lahan kosong, areal terbuka, tidak
berhutan, di sela tanaman sawit yang berada dalam zona rehabilitasi akan dilakukan rehabilitasi dengan tanaman selain sawit terdiri jengkol, petai, durian, kemiri, aren, melinjo, manggis, duku, jerenang, kempas, matoa, meranti, kruing, pulai, jabon, senggon dan mahoni," sebut dia.
"Penanaman dilakukan dengan pola campuran antara tanaman MPTS (Multy Purpose Tree Species,red) atau serbaguna dengan tanaman kehutanan," kata Heru.
Heru mengungkapkan, kegiatan rehabilitasi yang dimaksud, dilakukan dalam rangka pemulihan ekosistem TNTN, yang dalam implementasinya dmelibatkan masyarakat setempat dengan pola kemitraan dalam bentuk Kelompok Tani Hutan Konservasi (KTHK) sesuai dengan Perdirjen KLHK Nomor 6 Tahun 2018. (*)